Mohon tunggu...
Lailatul Khoiriyah
Lailatul Khoiriyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Menulis artikel kenangan di Kompasiana adalah cara indah untuk mengabadikan momen-momen berharga dalam hidup. Saya percaya bahwa setiap tulisan bisa menginspirasi perubahan positif. Dengan ini, saya berusaha menyampaikan ide-ide yang menggabungkan pengetahuan dan pengalaman hidup sehari-hari. Selain menulis, saya suka membaca, menikmati alam, dan bereksperimen dengan resep masakan. Melalui tulisan di Kompasiana, saya ingin berbagi pemikiran dan terlibat dalam diskusi yang membangun. Mari kita bersama-sama belajar dan tumbuh melalui kata-kata!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

M-Learning di Irak: Solusi Pendidikan di Tengah Konflik Sipil

16 September 2024   09:32 Diperbarui: 16 September 2024   09:41 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input Peta Irak dengan ikon teknologi pendidikan. (Sumber: Freepik.com)

M-learning di Irak: Solusi Pendidikan di Tengah Konflik Sipil 

Mobile learning (M-learning) telah muncul sebagai solusi vital dalam mengatasi tantangan pendidikan di era digital, terutama di negara-negara dengan infrastruktur pendidikan yang terbatas dan lingkungan yang tidak stabil seperti Irak. Dalam konteks pendidikan tinggi Irak, yang sering dihadapkan pada ketidakpastian akibat konflik sipil, penerapan M-learning tidak hanya memberikan akses ke pendidikan yang lebih luas, tetapi juga menjawab kebutuhan akan pembelajaran yang lebih fleksibel dan tangguh. Menurut Hameed dan Sumari (2024), adopsi dan penggunaan berkelanjutan M-learning di Irak menjadi semakin penting, mengingat 32% mahasiswa yang terlibat dalam penelitian mereka adalah berusia di atas 27 tahun, menandakan bahwa teknologi ini berperan signifikan dalam mendukung pendidikan mereka yang mungkin terputus akibat situasi konflik.

Namun, meskipun M-learning menawarkan berbagai peluang, penerimaannya masih menghadapi tantangan besar, terutama yang disebabkan oleh konflik sipil. Sebanyak 52% responden penelitian Hameed dan Sumari (2024) menyebutkan bahwa akses mereka terhadap pembelajaran terganggu karena ketidakstabilan politik dan masalah infrastruktur teknologi. Selain itu, 40% mahasiswa yang disurvei menyatakan bahwa mereka merasakan dampak langsung dari konflik yang menghambat adopsi teknologi ini, baik dari segi akses internet yang terbatas maupun ketidakpastian dalam operasional kampus.

Oleh karena itu, penelitian ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana M-learning bisa menjadi instrumen pendidikan yang berkelanjutan di wilayah yang tidak stabil, dengan syarat infrastruktur teknologi diperkuat dan kebijakan pendidikan yang lebih adaptif diterapkan. Data-data yang diungkapkan dalam penelitian ini menjadi landasan penting bagi pembuat kebijakan dan institusi pendidikan untuk mengambil tindakan lebih lanjut.

***  

Dalam menghadapi tantangan besar akibat konflik sipil, penerapan M-learning di Irak menawarkan solusi yang menjanjikan, namun tidak tanpa hambatan. Hameed dan Sumari (2024) menunjukkan bahwa salah satu faktor kunci dalam penerimaan M-learning adalah harapan kinerja performance expectancy, yang mana 77% mahasiswa menyatakan bahwa penggunaan M-learning membantu mereka menyelesaikan tugas lebih cepat. 

Ini menunjukkan bahwa ketika teknologi dianggap dapat meningkatkan produktivitas, adopsinya menjadi lebih mungkin terjadi. Namun, kendala infrastruktur, seperti kecepatan internet yang rendah dan ketersediaan perangkat teknologi, menjadi penghalang utama, terutama bagi 61% mahasiswa yang hanya memiliki akses terbatas ke perangkat seperti smartphone atau tablet.

Model UTAUT2 yang digunakan dalam penelitian ini memperkuat argumen bahwa kondisi fasilitasi facilitating conditions memainkan peran penting dalam mendorong adopsi teknologi. Dalam konteks ini, sebanyak 70% mahasiswa menyebutkan bahwa dukungan infrastruktur, seperti akses internet yang cepat dan stabil, sangat menentukan apakah mereka dapat memanfaatkan M-learning secara optimal. Sayangnya, di Irak, infrastruktur teknologi masih jauh dari memadai, dengan hanya 52% universitas yang mampu menyediakan jaringan internet yang layak di kampus. Hal ini menjadi penghalang besar bagi adopsi teknologi ini secara luas.

Tidak hanya aspek infrastruktur, tetapi juga desain antarmuka dan alat komunikasi dari platform M-learning memainkan peran penting dalam membentuk kepuasan pengguna. Hameed dan Sumari (2024) menemukan bahwa kualitas desain antarmuka yang baik, seperti penggunaan warna dan tata letak yang nyaman, meningkatkan kepuasan sebesar 68%. Sementara itu, 74% mahasiswa menyatakan bahwa alat komunikasi yang memadai, seperti forum diskusi dan FAQ, membantu mereka berinteraksi lebih efektif dengan dosen dan sesama mahasiswa, memperkuat keinginan mereka untuk terus menggunakan platform ini.

Namun, penelitian ini juga menunjukkan bagaimana konflik sipil mempengaruhi penerimaan teknologi. Sebanyak 40% mahasiswa mengakui bahwa ketegangan sosial dan politik di lingkungan mereka memengaruhi motivasi mereka untuk terus menggunakan M-learning. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun teknologi ini memiliki potensi besar untuk mengatasi hambatan pendidikan, faktor eksternal seperti konflik tetap menjadi tantangan yang tidak bisa diabaikan.

Secara keseluruhan, Hameed dan Sumari (2024) menyoroti pentingnya pendekatan holistik dalam mengimplementasikan M-learning di negara-negara yang menghadapi ketidakstabilan. Mereka merekomendasikan agar institusi pendidikan dan pemerintah memperkuat infrastruktur teknologi serta menyediakan lingkungan belajar yang mendukung agar M-learning dapat dimanfaatkan secara optimal, bahkan di tengah kondisi yang penuh tantangan.

***  

Penelitian yang dilakukan oleh Hameed dan Sumari (2024) memberikan pandangan yang jelas bahwa mobile learning adalah solusi yang sangat potensial untuk mengatasi tantangan pendidikan di tengah konflik sipil. Meskipun teknologi ini mampu meningkatkan produktivitas dan fleksibilitas pembelajaran, adopsinya masih terhambat oleh kondisi infrastruktur yang buruk dan ketidakstabilan politik. Dengan 40% mahasiswa yang merasakan dampak langsung dari konflik terhadap pengalaman belajar mereka, jelas bahwa untuk suksesnya penerapan M-learning, diperlukan kerja sama antara institusi pendidikan dan pemerintah guna meningkatkan akses teknologi dan menciptakan lingkungan belajar yang lebih stabil.

Selain itu, temuan mereka juga menyoroti pentingnya kualitas desain dan alat komunikasi dalam mempengaruhi kepuasan dan niat pengguna untuk terus menggunakan teknologi. Dalam konteks yang penuh ketidakpastian seperti Irak, M-learning menawarkan harapan, namun kesuksesannya sangat bergantung pada bagaimana pemerintah dan universitas dapat beradaptasi dengan tantangan-tantangan yang ada. Dengan peningkatan infrastruktur dan dukungan teknis yang memadai, M-learning bisa menjadi kunci untuk mempertahankan kualitas pendidikan, bahkan di wilayah yang terdampak konflik.

Opini ini menegaskan pentingnya investasi jangka panjang dalam teknologi pendidikan untuk menciptakan sistem yang tangguh, terutama di negara-negara yang menghadapi ketidakstabilan.

Referensi

Hameed, A. G. A., & Sumari, P. B. (2024). Adoption and continued usage of mobile learning of virtual platforms in Iraqi higher education: An unstable environment. International Journal of Information Management Data Insights, 4, 100242. https://doi.org/10.1016/j.jjimei.2024.100242

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun