Salah satu masalah utama dinegara indonesia ialah rendahnya penegakan hukum yang dilakukan dan kurangnya dobrakan untuk memberantas korupsi. Apabila kita ingat dengan janji kampanye yang diucapkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam Nawacita yang menyebutkan bahwa salah satu programnya ialah penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, namun pada nyatanya yang kita lihat sekarang ini justru makin tidak karuan, baik dari segi penegakan hukum yang dinilai tajam kebawah dan tumpul keatas maupun dari segi pemberantasan korupsi yang masih tidak tentu kejelasannya.
Meskipun pemerintahan Jokowi baru terhitung dalam hitungan bulan, namun aksi yang dilakukan diawal saja sudah menjadi banyak pertimbangan dan pandangan akan kearah mana pemimpin-pemimpin kita membawa penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, yang semakin lama semakin menggerogoti bangsa Indonesia.
Dikatakan bahwa sistem pemerintahan kita adalah presidensial, yang dimana kekuasaan pemerintahan terpusat pada satu orang, yaitu presiden, sehingga presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Dari hal tersebut, sudah jelas bahwa seorang presiden mempunyai kekuasaan penuh untuk mengendalikan, mengontrol dan menggerakkan semua sumber daya yang ada, terutama sumber daya manusia yang dimiliki bangsa Indonesia.
Seorang kepala negara dan kepala pemerintahan harusnya bersikap tegas dalam memutuskan suatu perkara. Tetapi Jokowi dinilai kurang tegas dan masih tampak bingung dalam menggunakan kekuasaannya sebagai presiden. Dalam hal ini sepertinya Jokowi masih banyak terpengaruh berbagai manuver politik disekelilingnya dan terperangkap akan adanya kepentingan diluar kekuasaannya, misalnya kepentingan ekonomi maupun politik dengan kepentingan elite penegak hukum. Sehingga memungkinkan banyak instansi-instansi pemerintah yang lumpuh.
Penegakan hukum yang sedang berjalan pada saat ini sudah seperti mayat hidup, yang sesungguhnya terlihat mati namun nyatanya hidup tetapi tanpa jiwa yang utuh. Penegakan hukum yang berjalan hingga saat ini masih dinilai merupakan penegakan yang berdasar atas “Anda mempunyai apa sebagai imbalannya?”. Penegakan hukum dilaksanakan secara enteng oleh sebagian pejabat maupun instansi negara. Apakah sudah benar-benar hancur moral yang dimiliki bangsa Indonesia atau memang mereka-mereka yang sudah tidak dapat berpikir suci dalam mengemban amanah negara?
Untuk menghadapi kekrisisan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, sepenuhnya sudah menjadi tanggung jawab para pemimpin bangsa begitupun masyarakatnya. Namun yang perlu ditekankan disini ialah tugas presiden dalam mewujudkan program-program Nawacita yang telah dijanjikannya agar segera terealisasi dengan baik dan tidak merugikan banyak pihak. Perlu diperhatikan juga bagaimana negara melindungi rakyat yang diperlakukan secara sewenang-wenang oleh hukum.
Hingga saat ini dukungan rakyat untuk Jokowi sebagian menilai masih kuat namun adapula yang sudah mulai tidak mendukung. Dengan demikian, Jokowi perlu menggerakkan semangat kerjanya beserta menteri-menteri dan instansi-instansi yang ada dibawahnya. Sikap presiden menjadi penentu nasib negara dan bangsa Indonesia, maka diharapkan adanya ketegasan dari Jokowi dan diharapkan pula dalam mengambil suatu keputusan janganlah terlalu berlama-berlama hingga menyebabkan masyarakat hilang kepercayaan dengan pemimpinnya.
Dan perlu diingatkan kembali bahwa nasib program-program Nawacita presiden Jokowi khususnya disini ialah penegakan hukum dan pemberantasan korupsi sepenuhnya menjadi tanggung jawab presiden serta dalam hal ini akan banyak ditentukan oleh sikap Jokowi sebagai presiden. Mudah-mudahan harapan akan Nawacita akan segera teralisasi dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H