Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
     Perkembangan Keterampilan kognitif mencakup kemampuan anak untuk berpikir, menalar, dan memecahkan masalah dengan cara yang kompleks. Perkembangan keterampilan kognitif ini memfasilitasi perolehan pengetahuan umum yang lebih luas oleh anak-anak, sehingga memungkinkan mereka berfungsi secara efektif dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Anak usia dini merujuk pada periode dari kelahiran hingga usia 6 tahun, yang dianggap sebagai tahap kritis dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Menurut Plato, seorang ahli filsafat, waktu yang paling optimal untuk mendidik anak adalah sebelum mencapai usia 6 tahun. Selama periode ini, anak secara khusus sangat responsif terhadap stimulus-stimulus dari lingkungannya. Pada masa ini, anak siap untuk terlibat dalam berbagai kegiatan dengan tujuan memahami dan menguasai lingkungannya.
     Perkembangan kognitif pada anak usia dini mencakup kemampuan berpikir anak dalam memahami lingkungan sekitarnya, yang pada gilirannya meningkatkan pengetahuan mereka. Dengan kemampuan berpikir ini, anak dapat menjelajahi aspek-aspek seperti diri sendiri, interaksi dengan orang lain, hewan dan tumbuhan, serta berbagai objek di sekitarnya. Melalui proses ini, mereka memperoleh berbagai pengetahuan yang beragam.
Perkembangan Sosioemosional Anak Usia Dini
      Perkembangan sosio-emosional anak mencakup evolusi dalam aspek sosial dan emosional anak. Perkembangan sosial anak melibatkan adaptasi perilaku anak terhadap aturan-aturan yang berlaku dalam lingkungan mereka. Sementara itu, perkembangan emosional anak merujuk pada keadaan kompleks yang melibatkan perasaan dan getaran jiwa, yang seringkali ditandai oleh perubahan biologis yang mendampingi perilaku tertentu. Oleh karena itu, perkembangan sosial dan emosional anak saling terkait, di mana ekspresi anak dalam situasi sosial dapat mencerminkan sikap dan tingkah laku yang muncul.
     Awalnya, anak memiliki sifat egosentrik di mana pandangannya hanya terfokus pada dirinya sendiri. Anak belum memahami bahwa orang lain mungkin memiliki sudut pandang yang berbeda, sehingga pada usia 2-3 tahun, anak cenderung senang bermain sendiri. Kemudian, seiring berjalannya waktu, anak mulai berinteraksi dengan anak lain, terlibat dalam bermain bersama, dan mulai mengembangkan sifat sosialnya. Minat, ketergantungan, dan reaksi terhadap rasa muak atau jijik muncul sejak bayi lahir. Senyum sosial dapat terlihat sekitar usia 4 hingga 6 minggu. Kemarahan, keheranan, dan kesedihan mulai muncul sekitar usia 5 hingga 7 bulan, sementara rasa malu biasanya terlihat pada usia sekitar 6 hingga 8 bulan. Rasa hina dan rasa bersalah menjadi lebih terlihat pada usia sekitar 2 tahun.
     Teori perkembangan Sosial-Emosional Erik H. Erikson menyajikan pandangan bahwa manusia mengalami serangkaian kemajuan dan kemunduran sepanjang perjalanan hidupnya. Kompleksitasnya dijelaskan dengan merinci bahwa manusia mengalami perubahan baik pada aspek fisik maupun psikis. Dalam proses ini, peran individu menjadi krusial dalam membentuk perkembangan fisik dan psikisnya. Terjadi transformasi dalam pola pikir dan sikap seiring bertambahnya usia, hingga mencapai usia tua. Perkembangan sosioemosional anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, keluarga, dan nilai-nilai budaya di wilayahnya. Faktor-faktor ini menjadi pendorong manusia dalam mengambil langkah untuk mencapai kemajuan atau mengatasi kemunduran yang mungkin dihadapi dalam kehidupannya.
Kemampuan sosio-emosional yang perlu dikuasai oleh anak usia 3-4 tahun meliputi:
1. Menunjukkan ekspresi yang wajar ketika merasa marah, sedih, takut, dan sebagainya.
2. Mampu menjadi pendengar dan pembicara yang baik.