Mohon tunggu...
Laila Safira
Laila Safira Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

Sukses Dunia Akhirat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Minimnya Pendidikan Desa Merenggut Masa Depan Mereka

21 Mei 2020   13:23 Diperbarui: 21 Mei 2020   13:18 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minimnya pendidikan di desa membuat banyak orang tua menyepelekan mimpi dan masa depan anak-anaknya. Kebiasaan tersebut sangat sulit dihilangkan terutama bagi anak perempuan. Mereka menjadikan pendidikan bukan sebagai prioritas tetapi formalitas semata. Yang penting di sekolahkan dulu kalau ada yang mengkhitbah ya tidak harus menunggu luluspun mereka iyakan tanpa sepengetahuan anak-anak mereka. 

Begitulah cara orang tua di desa berpikir. Bagi mereka ketika anaknya sudah menikah maka akan lepaslah tanggung jawab mereka. Mereka tidak perlu susah-susah lagi untuk mencari nafkah apalagi biaya untuk sekolah anaknya. Yang katanya kalaupun anak perempuan sekolah tinggi-tinggi ujungnya ya ke dapur dan mengurus suami. Karena setelah mereka menikah suamilah yang akan bertanggung jawab atas semua itu.

Padahal banyak sekali dampak dengan perjodohan paksa tersebut. Salah satunya usia mereka yang masih ingin bermain-main layaknya anak-anak yang lain membuat mereka masih bersifat kekanak-kanakan.

Bagaimana bisa menjalani rumah tangga tanpa bersikap dewasa. Pola pikir seperti itulah akan berujung perceraian. Kalau sudah seperti itu bagaimana mungkin seseorang yang telah menyandang status janda bisa melanjutkan mimpi mereka.

Dampak lainnya adalah jika mereka hamil. Bagaimana bisa dengan tubuh yang masih mungil itu dapat melakukan persalinan dengan lancar. Pasti ada saja pengaruhnya baik kepada janin maupun ibunya.

Orangtua desa tidak pernah mau berpikir panjang tentang akibat dari keputusan mereka. Inilah akibat dari minimnya pendidikan tersebut. Walaupun sebenarnya ada banyak faktor yang dapat mencegah hal itu terjadi, diantaranya adalah:

  • Pola pikir orang tua
  • Ketika cara berpikir para orang tua desa bisa berubah maka hal itu tidak akan terjadi. Seperti misalnya "hidup saya sudah susah begini itu karena saya tidak sekolah dan tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, saya tidak mau hal ini juga bernasib sama dengan anak saya" ketika para orang tua sudah berpikir begitu maka mereka akan melakukan banyak cara agar bisa membiayai pendidikan anak-anak mereka. Mereka pasti yakin bahwa hanya anak mereka yang dapat mengubah nasib mereka.

  • Kemauan anak-anak mereka
  • Ketika orang tua sudah berpikir begitu ditambah kemauan anak mereka untuk bisa mencapai mimpi mereka maka lengkaplah sudah. Apa yang perlu diragukan ketika misi orang tua dan anak sudah sama maka akan mudah juga tujuan mereka untuk merubah masa depan itu bisa tercapai.

  • Lingkungan
  • Meskipun misi orang tua dan anak sudah sama pasti lingkungan juga bisa mempengaruhi mereka. Yang paling penting adalah Jangan jalani hidup apa kata orang melainkan Jalani hidup apa kata Tuhan. Karena kalau kita sudah terpengaruh dengan omongan orang maka rencana yang sudah kita susun seakan bisa goyah kalau tidak kuat.

Untuk itu pendidikan itu sangat penting bagi siapa saja. Bukankah dalam Alqur'an juga sudah dijelaskan bahwa allah akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu. Apalagi perempuan. Bukan karena mereka perempuan mereka tidak bisa mengenyam pendidikan yang tinggi. 

Seorang perempuan akan menjadi Madrasatul ula bagi anak-anak mereka nanti. Apa yang mau diajarkan ketika pendidikan mereka minim. Pendidikan itu penting. Ibarat senter dalam kegelapan dan kunci di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun