kekerasan seksual di Indonesia semakin menimbulkan kekhawatiran, terungkap melalui berbagai laporan tentang kejahatan ini yang terjadi hampir setiap hari. Kekerasan seksual didefinisikan sebagai setiap perbuatan yang merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketidaksetaraan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik, termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan melibatkan hilangnya kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.
KasusApa saja bentuk dari kekerasan seksual?
- Kekerasan Seksual Fisik:
Kekerasan seksual fisik melibatkan penggunaan kekuatan atau ancaman kekerasan fisik untuk memaksa atau memaksa korban melakukan tindakan seksual yang tidak diinginkan.
- Kekerasan Seksual Verbal:
Kekerasan seksual verbal melibatkan penggunaan kata-kata atau bahasa yang merendahkan, melecehkan, atau mengintimidasi korban secara seksual. Ini mencakup komentar atau ancaman berbau seksual yang dapat merugikan korban secara emosional dan psikologis.
Nah, akibat dari kekerasan yang dialami, tindakan tersebut mungkin menyebabkan korban mengalami gangguan psikologis, termasuk potensi timbulnya gangguan emosional, perilaku, dan kognitif.
Apa aja sih gangguan yang dimaksud?
Gangguan emosional mencakup ketidakstabilan emosi, yang dapat berdampak pada perubahan suasana hati yang kurang baik. Gangguan perilaku, di sisi lain, cenderung terlihat dalam perubahan perilaku korban ke hal-hal negatif, seperti tingkat kemalasan yang berlebihan. Sementara itu, gangguan kognitif mempengaruhi pola pikir korban, menyebabkan kesulitan berkonsentrasi, sering melamun, dan pikiran yang kosong.
Dampak psikologis dari kekerasan tidak bisa dianggap enteng seperti yang mungkin dipikirkan oleh masyarakat umum. Dampak psikologis ini dapat dianggap sebagai jenis trauma pasca kejadian, di mana ketakutan dan kecemasan berlebihan muncul sebagai hasil flashback terhadap kekerasan yang dialami.
Untuk meredakan tekanan psikologis dari trauma tersebut, korban sering kali mencurahkan pikiran atau perasaannya kepada orang lain untuk mendapatkan saran dan ketenangan. Selain itu, korban juga bisa mengalami depresi sebagai dampak dari kejadian yang menimpanya. Depresi tidak boleh diabaikan, karena konsekuensi terberatnya adalah mengakhiri hidup sendiri. Kemungkinan paling kecil namun tetap tidak boleh diremehkan adalah selfharm, yaitu melukai diri dengan benda tajam dan sebagainya yang bersifat melukai diri sendiri.
Apa saja yang bisa kita lakukan untuk mencegah kekerasan seksual terjadi?
1. Pendidikan Seksual
Sex education atau pendidikan seks memiliki peran penting dalam mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual. Bukan hanya memberikan informasi tentang peran jenis kelamin, tetapi juga mengajarkan bagaimana untuk bersikap sebagai perempuan atau laki-laki serta batasan pribadi dengan lawan jenisnya. Pendidikan seksual yang baik akan membantu individu untuk membuat keputusan bijak, menghormati hak orang lain, dan menyadari konsekuensi dari keputusan mereka. Selain itu, juga membantu dalam mengidentifikasi situasi yang berbahaya sehingga dapat mencegah terjadinya pelecehan seksual.
2. Penguatan Peran Keluarga
Keluarga, terutama orang tua memiliki peran penting dalam membentuk sikap dan perilaku individu. Maka dari itu, orang tua perlu memiliki pemahaman untuk memberikan pendidikan seksual dan pencegahan kekerasan seksual. Pemahaman orang tua dapat mengajarkan kepada individu tentang cara melindungi dirinya dari kekerasan seksual.
3. Kebijakan Hukum
Kebijakan hukum yang tegas dan jelas mengenai kekerasan seksual diperlukan di segala tingkatan, baik di lingkungan akademik, tempat kerja, fasilitas publik, maupun lingkungan sosial. Pemberlakuan hukuman yang adil dan jujur terhadap pelaku, dan pendampingan, perlindungan, serta dukungan bagi korban adalah langkah yang diperlukan dalam tercapainya lingkungan masyarakat yang aman dan damai.
4. Dukungan bagi Korban
Dukungan masyarakat bagi korban, juga memiliki peran penting untuk mencegah kejadian serupa terjadi lagi. Kekerasan seksual dapat terjadi pada siapa saja dan di mana saja. Baik wanita maupun pria, tidak peduli usia mereka, tidak peduli apa pakaian yang mereka pakai. Jika kamu, ataupun orang di sekitar kamu mengalami kekerasan seksual, segera mencari bantuan serta tempat berlindung ke layanan yang tersedia.
Layanan masyarakat seperti Komnas Perempuan, Satuan Tugas Persatuan Pencegahan Kekerasan Seksual, komunitas dukungan, layanan konseling, serta layanan terkait lainnya dapat membantu korban mengatasi trauma dan memulihkan hidup mereka. Penting bagi masyarakat, terutama orang sekitar korban untuk membangun lingkungan yang tidak menyalahkan korban dan memastikan bahwa mereka didukung dan didengar.
Referensi
Agustini, I., Rachman, R., & Haryandra, R. (2021). Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Seksual: Kajian Kebijakan Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Pidana Islam. Rechtenstudent Journal Fakultas Syariah UIN KHAS Jember, 2(3), 342--355. https://rechtenstudent.iain-jember.ac.id/index.php/rch/article/view/89Â
Anindya, A., Dewi, Y. I. S., & Oentari, Z. D. (2020). Dampak psikologis dan upaya penanggulangan kekerasan seksual terhadap perempuan. Terapan Informatika Nusantara, 1(3), 137--140. https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/tin/article/view/394Â
Efendi, Y. (2020). Urgensi Infrastruktur Ramah Gender Dalam Usaha Pencegahan Kekerasan Seksual Di Ruang Publik. Qawwam: Journal for Gender Mainstreaming, 14(2), 1--24. https://doi.org/10.20414/qawwam.v14i2.2368Â
Joni, I. D. A. M., & Surjaningrum, E. R. (2020). Psikoedukasi Pendidikan Seks Kepada Guru dan Orang Tua Sebagai Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak. Jurnal Diversita, 6(1), 20--27. https://doi.org/10.31289/diversita.v6i1.3582Â
Solehati, T., Kharisma, P. A., Nurasifa, M., Handayani, W., Haryati, E. A., Nurazizah, S. A., Pertiwi, F. R. C., & Kosasih, C. E. (2023). Metode Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak Berbasis Orang Tua: Systematic Review. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 7(4), 4128--4143. https://doi.org/10.31004/obsesi.v7i4.5139
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H