Dengan begini, para petani akan mendapat pandangan hasil dan perlahan menghadapi kompetisi dengan petani lain yang sudah sudah mengadopsi teknologi tersebut. Petani di desa sebagian besar akan keki jika tetangganya mendapat hasil lebih banyak, sehingga dia akan mencari tau apa rahasianya. Demikian gephok tular transfer teknologi akan terjadi. Jika hal ini sudah terjadi, pemerintah dapat merealisasikan bantuan mekanisasi pertanian yang diisukan sudah ditingkatkan hingga 2000 persen itu (www.foodstation.co.id), sehingga petani dapat memiliki alsintan (alat mesin pertanian) secara mandiri.
Disinilah para pemuda akan ditantang kembali ke dunia pertanian. Pemuda sebagai kaum yang melek teknologi akan dipersenjatai smartphone, laptop dan alsintan yang modern. Dengan begitu pertanian tidak harus melulu identik dengan kotor dan panas. Inilah yang digagas di era industri 4.0, era dimana mencangkul pun bisa dilakukan dengan ngopi santai di depan komputer. Betapa canggihnya, bukan?
Untuk saat ini, perubahan yang paling realistis untuk memulai adalah dengan menjajal memanfaatkan aplikasi dari start up pertanian. Banyak sekali pilihan aplikasi yang bermanfaat untuk petani berbasis AgriTech (Agricultural Technology). Mulai dari yang menyediakan prakiraan cuaca, penentuan masa tanam, konsultasi ahli, sarana pertanian, pinjaman modal, dan tentu saja pasar untuk menjual hasil pertanian. Bahkan, salah satu start up bernama Habibi Garden sudah mampu memberikan data real time bagaimana kondisi tanah di lahan dengan memanfaatkan Internet of things (IoT).
Jadi,mari bersama-sama membangun pertanian yang lebih maju dan sejahtera di era industri 4.0 ini. Karena membangun pertanian sam dengan membangun kehidupan.