Judul : Seni Merayu Tuhan
Karya Husein Ja'far Al Haddad
Penyunting : Ilham Miftahudin
Cetakan V Juni 2022
Bandung, Mizan 2022
228 H,: 20,5 cm
Masih ingatkah kapan terakhir kamu merayu Tuhan?Â
atau malah sering terabaikTan karena sedang sibuk merayu gebetan? Hihihi
Gebetan aja dirayu, yakali 'Tuhan' enggak!
"Allah maha indah dan menyukai keindahan, maka dekati Dia dengan rayuan yang begitu romantis. Sebab, amal bukanlah "alat tukar" untuk surga, melainkan hanya Rahmat-Nya yang membawa kita ke surga. Sehingga tak ada jalan lain dari amal itu kecuali dilakukan dengan indah dengan seni Merayu agar Tuhan merasakan getaran cinta kita atas-Nya"
-Seuntai pesan mutiara penulis berketurunan Madura yang nasabnya masih keturunan Nabi Muhammad SAW, yakni Habib Husein Ja'far Al Haddad-
Baru saja membuka lembar halaman pertama, sudah di jamu ramuan kata-kata yang 'jleb'. Menyadarkan kita bahwa segala amal perbuatan yang kita lakukan belum tentu jadi jembatan kita masuk surga. Jalan yang bisa mengantarkan kita menuju gerbang jannah-Nya adalah ketika kita mendapatkan ridho dan rahmat Tuhan. Oleh sebab itu, kita harus senantiasa berupaya beramal baik dan berdoa kepada-Nya.Â
Saya pernah mendengar maqolah bahwasannya "Lakukanlah kebaikan apapun, karena kita tidak tahu amal mana yang akan membawa kita menuju surga".
Dari pernyataan tersebut terdapat korelasi mengenai alasan bahwa yang bisa mengantarkan kita ke surga adalah sebab Rahmat Allah, bukan amal kita. Jadi, yang perlu kita raih adalah mengejar ridho dan rahmat-Nya yakni dengan mengamalkan kebaikan dan menjauhi larangan Tuhan.Â
Pernahkah mendengar kisah dari sebuah hadist nabi yang mana seorang pelacur masuk surga sebab memberi minum Anjing? Ya. Hal itu menunjukkan bahwa rahmat dan ampunan Allah sangat luas. Bahkan seorang pelacur pun Allah berkenan memasukkan ke surga lantaran ia memberi minum seekor anjing yang sangat kehausan.
Begitulah, surga dan neraka adalah hak prerogatif Allah. Naif sekali jika ada segelintir manusia yang dengan entengnya menjudge seseorang akan masuk surga atau neraka. Padahal belum tentu amal mereka bisa jadi jaminan mengantarkan meraih rahmat-Nya, karena hanya Tuhan yang maha tahu isi hati setiap orang.Â
Nah, masihkah bertanya-tanya apakah Tuhan perlu dirayu?
Logikanya saja jika kita hendak menginginkan 'seseorang' yang kita sukai saja perlu sebuah rayuan agar ia tertarik. Apalagi pada dzat yang  yang menciptakan makhluk seperti kita ini.Â
Terkadang kita abai, ketika hendak bertemu doi, teman, atau rekan kerja aja sampai dandan yang cakep, pakai wewangian atau bahkan beli baju baru, tapi jika hendak bertemu Empunya alam raya ini, kita malah terkesan meremehkan.Â
Coba deh kalau dipikir-pikir. Apa iya kita sampai hati jadi hamba yang se-kurang ajar itu?
Begitupula dalam berdoa, meminta dan bermunajat kepada-Nya. Tentu ada etika yang harus dijaga, ada tata cara yang tak semena-mena, perlu rayuan agar bisa meraih rahmat-Nya, sebab berdoa kepada Tuhan juga ada seninya.Â
Kita seringkali sibuk menuntut Tuhan dengan banyaknya keinginan yang tak kunjung terkabulkan hingga lupa menuntut diri sendiri yang sering lalai menunaikan kewajiban.Â
Jleb! Serasa tertampar!
Pada prinsipnya, seni merayu Tuhan adalah ber-ihsan. Ihsan itu, sebagaimana sabda nabi Muhammad Saw, "Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jikalau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu." (hal. 17)
Tulisan-tulisan dalam buku ini banyak memberi pemahaman bahwa dalam beragama juga harus dilakukan dengan cinta, sehingga jika sudah 'cinta', tentu melakukan ibadah akan disertai dengan rasa ikhlas dan tulus. Oleh karena itu, dalam hal beribadah kita dijauhkan dari sikap sombong. Karena dengan ibadah, dapat menjadi rahmat untuk menuju pintu surga, dengan selalu melupakan kebaikan yang dilakukan dan mengingat dosa yang dilakukan, serta mengingat kebaikan orang lain dan melupakan dosanya.
Disini, juga digarisbawahi bahwa ibadah tidak melulu tentang ritual seperti sholat, puasa, dan lain sebagainya. Tapi juga ada istilah ibadah ghairu mahdhah sebagai ibadah tambahan. Segala yang kita lakukan selagi tidak dilarang oleh Tuhan bisa disebut ibadah jika setiap aktivitas diniatkan untuk ibadah. Seperti halnya berdagang, menulis, dan kegiatan sosial lainnya.Â
Pun, dalam beragama harus dilakukan dengan akhlak. Bahwa Islam mengajarkan sesama umat manusia untuk tidak saling mengejek tetapi malah mengajak kepada kebaikan. Karena, fondasi islam adalah menciptakan kemaslahatan bagi semua, menciptakan kedamaian, dan kerukunan antar umat beragama.Â
Dan dalam beragama juga harus disertai dengan menyadari keberagaman. Bahwa agama Islam selalu menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, ikatan tali silaturahmi dan mencegah pertumpahan darah, memberikan keamanan dan perlindungan serta menjaga harkat dan martabat saudara muslim.Â
Buku ini worth it banget untuk dibaca semua kalangan, apalagi bagi kaum muda-mudi yang sedang haus pemahaman tentang agama. Bahasa yang ringan dan sangat renyah dan mudah dipahami membuat tak bosan untuk menyelami buku ini hingga selesai. Apalagi dibumbui dengan kata-kata mutiara, kutipan hadist dan ayat-ayat Allah yang menambah jelas referensi yang disampaikan.
Meski beberapa kalimat yang terdapat dalam tulisan ini sudah familiar dikatakan penulisnya ketika beliau ngonten di medsos, podcast, atau ceramahnya dalam acara seminar atau acara apapun, tapi tidak sedikitpun mengurangi rasa jemu membaca setiap diksi yang beliau sampaikan. Semakin membaca setiap lembar halaman, semakin merasa tertampar karena masih menjadi hamba yang amatiran.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H