Mohon tunggu...
Laela Sofrotun Nida
Laela Sofrotun Nida Mohon Tunggu... Guru - Santri Nurul Furqon - Mahasiswa Universitas Brawijaya

Hanya sekedar berbagi. Semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Melepas Kepergian

24 Oktober 2022   10:09 Diperbarui: 24 Oktober 2022   10:51 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kini, aku memang bukanlah rumah tempatmu pulang. Bukan lagi tujuan kemana arahmu melangkah. Rumah yang dulu pernah kita rawat dengan sebaik-baiknya, ia mulai runtuh. Pelan dan perlahan-lahan. Satu persatu bagian rumah mulai roboh. Puing-puing mulai goyah dan tak lagi mampu bertahan.

Tapi daku tetap disini. Mencoba menata kembali rumah yang tak lagi berpenghuni. Meski diterpa terik, angin, ataupun hujan. Aku tak peduli. 

Aku duduk. Tersenyum sendiri. Menikmati tiap jengkal memori yang mengendap didalamnya. Mengupayakan rumah itu tetap berdiri kokoh meski aku hidup seorang diri.

Dalam sepiku, pikiranku sungguh ramai sekali. Riuh berserakan memenuhi otakku.

Masih jelas sekali dalam ingatan, kau pernah katakan "cinta ya cinta saja. Tak perlu meminta balasan, tak perlu merasa ada pengorbanan, kalau masih berharap kembalian itu namanya bukan cinta"

Lalu kini

Rasa cinta yang dulu kau tanam, rupanya tumbuh subur di awal saja. Kau terlalu sibuk hingga lupa tak pernah memupuknya lagi. Tak kau rawat lagi hingga ia layu dan hampir mati.

Dan kini

Kau katakan lagi. Cinta itu dinamis, selalu bergerak dan berubah-rubah. 

Benar. Segalanya tak ada yang tetap dan pasti. Begitupula dengan perasaan. 

Kita ini hanya manusia yang terlalu berekspektasi tinggi dengan harapan-harapan yang kita rencanakan. 

Kita sendiri yang membuat hati kita terluka sebab kecewa pada Takdir Tuhan yang tidak selaras dengan apa yang kita bayangkan. 

Benar.

Kamu sangat benar sekali.

Aku yang terlalu berharap hingga lupa bahwa berharap pada manusia hanya berakhir kecewa.

Aku dibutakan oleh rasa yang tak bisa dilogika.

Jika bukan sebab kuatnya imanku, bisa jadi aku gila sebab perasaanku.

Dokpri
Dokpri

Sayang.

Jika benar kebahagiaanmu adalah dengan meninggalkanku. Pergilah. 

Karena bahagiamu adalah bagian dari kebahagiaanku. 

Tapi tak bisakah jika bersamaku juga menjadi sebab bahagiamu?

Dalam diam, doa-doaku tak pernah lepas ku panjatkan untuk seluruh kebaikan dan keselamatan mu.

Untaian huruf demi huruf surat alfatihah selalu kulantukan manakala rindu itu benar-benar mengusik hari-hariku. 

Tak ada yang bisa kulakukan selain melangitkan doaku pada-Nya. 

Karena aku yakin Allahku takkan pernah meninggalkanku. Membiarkan aku terpuruk oleh belenggu rasa cinta yang masih penuh misteri.

Aku yakin Allahku akan mengabulkan doa-doaku. Jika memang jawaban doaku adalah Ia tak mengizinkan kita bersama. Aku yakin, pada hal yang sangat menyakitkan sekalipun, selalu ada hikmah didalamnya. Allah Maha Baik dari Segala Baik. 

Nurul Furqon, 2/9/22

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun