Mohon tunggu...
Laila Fitri
Laila Fitri Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan islam anak usia dini

Institut Agama Islam Negeri Jember

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Paradigma Istihsan, Istishab, dan Mashlahah Al-Mursalah

1 November 2020   19:02 Diperbarui: 1 November 2020   19:07 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Ushul fiqih adalah salah satu isntrumen penting yang harus dilakukan siapapun untuk melakukan ijtihad dan istinbath hukum dalam islam, itulah mengapa didalam pembahasan karakter seorang mujtahd penguasaan akan ilmu ini dimasukan sebagai salah satu syarat mutlak untuk menjaga proses ijtihad dan istinbath. 

Meskipun dmikian ada suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa penguasaan ilmu ushul fiqih tidak hanya menjamin kesatuan hasil ijtihad dan istinbath para mujahid.

Disamping faktor eksternal ushul fiqih terdapat juga faktor internal dalam hal menangani perdebatan di kalangan para ushuliyyin. Dari sinilah muncul dengan istilah yang dikenal yakni al-ushul mukhalaf fiha (dalil-dalil yang diperdebatan pengggunaannya). Dalam ranah pengambilan dan penyimpulan hukum.

Sumber hukum yang disepakati meliputi Al-Qur'an, As-sunnah, Ijma', dan Qiyas. Ada pula yang dibedakan oleh tokoh-tokoh ahli ijtihad itu sendiri yakni Istihsan, Istishab, dan Mashlahah al-Mursalah

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari ditulisnya makalah ini yaitu
1. Apa yang dimaksud dengan Istihsan ?
2. Apa yang dimaksud dengan istishab ?
3. Apa yang dimaksud dengan mashlahah al-mursalah ?

C. Tujuan

Tujuan ditulisnya makalah ini untuk menjawab rumusan masalah di atas
1. Untuk mengetahui Istihsan
2. Untuk mengetahui istishab
3. Untuk mengetahui mashlahah dan mursalah

BAB II
PEMBAHASAN
A. ISTIHSAN
1. Pengertian Istihsan
      Secara etimologi istihsan aberarti "menyatukan dan menyakini baiknya sesuatu" secara terminology imam Al Sarakhsi seorang ahli ushul fiqh Hanafi menyatakan

" Istihsan itu berarti meninggalkan qiyas dan mengamalkan yang lebih kuat dari itu karena adanya dalil yang menghendakinya serta lebih sesuai dengan kemaslahatan umat manusia"

Adapun dikalangan syafi'iyah tidak ditemukan definisi istihsan, karena sejak semula mereka tidak menerima istihsan sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara'. Dalam masalah ini imam syafi'i mengatakan

Artinya " barang siapa yang membuat istihsan maka ia telah membuat syara' ".
Imam Ghazali atau dari kalangan syafi'iyah seperti yang dikemukakan diatas, secara tegas memang menolak istilah istihsan, Imam Ghazali mengatakan bahwa istihsan yang dikemukakan Imam Al-Karakhi ada 4 bentuk yaitu :
Meninggalkan qiyas al-jaliy dan mengambil qiyas al-Khafiy, karena ada imdikasi yang menguatkan
Meninggalkan qiyas karena mengikuti pendapat sahabat.
Meninggalkan qiyas karena ada hadits yang lebih tepat
Meninggalkan qiyas karena adat kebiasaan ('urf menghendaki)
Imam Ghazali mengatakan bahwa 3 bentuk pertama dapat diterima, tetapi bentuk terakhir termasuk istihsan al-bhatil (istihsan yang batil). Dengan demikian istihsan yang ditolak Imam Ghazali adalah istihsan al-'Urfi.

2. Macam-macam Istihsan
Ulama Hanafiyah membagi istihsan kepada 6 macam yitu :
a. Istihsan bi al-nash yaitu istihsan berdasarkan ayat atau hadist.
b. Istihsan bi al-ijma' yaitu istihsan yang berdasarkan ijma'.
c. Istihsan bi al-qiyas al-khafiy yaitu istihsan berdasarkan qiyas yang tersembunyi.
d. Istihsan bi al-'urfi yaitu istihsan berdasarkan adat kebiasaan yang berlaku umum.
e. Istihsan bi al-darurah yaituistihsan berdasarkan keadaan darurat.

3. Kehujahan istihsan
Terdapat perbedaan ulama ushul fiqh dalam menetapkan istihsan sebagai salah satu metode/dalil dalam menetapkan hukum syara'. Alasan yang mereka kemukakan adalah adanya ayat-ayat yang mengacu kepada mengangkat kesulitan dan kesempitan dari umat manusia.
Firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 185 :
 Artinya " Allah menghendaki kemudahan bagi kamu dan tidak menghendai kesukaran bagi kamu"
Rasulullah SAW dalam riwayat Abdullah bin mas'ud mengatakan :

" sesuatu yang dipandang baik oleh umat islam maka juga dihadap Allah adalah baik " (H.R Ahmad ibn Hambal)
Hasil dari penelitian berbagai ayat dan hadist tehadap berbagai permasalahan yang terperinci menunjukkan bahwa memberlakukan hukum qiyas adakalanya membawa kesulitan bagi umat manusia. Sedangkan syariat islam ditunjukan untuk menghasilkan dan mencapai kemaslahatan manusia.

Ulama Syafi'i, Zahiriyah, Syi'ah dan Muntazilah tidak menerima istihsan sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara'. Alasan mereka sebagaimana yang dikemukakan Imam Syafi'i adalah :
Hukum-hukum syara' itu ditetapkan berdasarkan nash (al-Qur'an dan Hadist) dan pemahaman terhadap nash melalui qaidah qiyas. Istihsan bukanlah nash dan bukan qiyas.

Sejumlah ayat telah menuntut umat islam untuk taat dan patuh kepada Allah  dan Rasul-Nya dan secara tegas melarang mengikuti hawa nafsu dalam persoalan yang dihadapi manusia.

Istihsan adalah upaya penetapan hukum dengan akal dan hawa nafsu saja.

Rasulullah SAW tidak pernah mengeluarkan fatwanya berdasarkan istihsan.

Rasulullah telah membantah fatwa sebagian sahabatyang berada di daerah ketika mereka menetapkan hukum berdasarkan istihsan (sangkaan baik) mereka.
Istihsan tidak mempunyai kriteria dan tolak ukur yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun