Mohon tunggu...
Laila Dzikra
Laila Dzikra Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

saya suka membaca dan mengeksplor dunia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Revitalisasi Pendidikan Islam untuk Menghadapi Krisis Moral dan Perilaku di Kalangan Generasi Muda

22 September 2024   20:30 Diperbarui: 22 September 2024   20:33 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalamm Kamuss Besarr Bahasaa Indonesiaa (KBBI), revitalisasii berasall darii kata vital yang artinya "sangat penting" (bagi kehidupan). Revitalisasii mengacu pada proses, metode, tindakan menghidupkann atau menyegarkan berbagaii programm kegiatan. Revitalisasi adalah proses menghidupkan kembali atau menggiatkan kembali suatu hal, seperti fasilitas, kearifan lokal, atau sumber daya, untuk meningkatkan kualitas dan kinerjanya. Tujuan revitalisasi adalah untuk memperbaiki, memperindah, dan memperkuat suatu aspek yang telah lama ada, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Kata revitalisasi juga biasa digunakan untuk mencapai tujuan, seperti revitalisasi pendidikan, revitalisasi suatu kawasan, kebangkitan kearifan lokal, dan masih banyak lagi kegiatan revitalisasi lainnya seiring berjalannya waktu. Dapat diambil kesimpulan bahwa Revitalisasi Pendidikan Islam adalah upaya menghidupkan kembali atau memperbaharui system pendidikan islam agar lebih relevan dengan konteks zaman sekarang.

Pendidikan Islam memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan kepribadian umat Muslim, baik dari segi spiritual maupun intelektual. Namun, seperti halnya sistem pendidikan lainnya, pendidikan Islam juga perlu disesuaikan dan diperbarui agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, revitalisasi pendidikan Islam menjadi suatu kebutuhan mendesak untuk memastikan bahwa nilai-nilai agama dan pendidikan Islam tetap kokoh dan berdaya guna di tengah tantangan dunia modern.

Setiap individu harus memiliki nilai moral karena nilai moral akan menentukan perilakunya (Bakri, 2018). Nilai-nilai moral diperolehh dalamm lingkungann keluarga, orangg tua sebagaii sekolah pertamaa dann teladan bagi anaknya di rumah,h harus menunjukkann nilai-nilai moral dan menerapkannya, karenaa pada umumnya anakk akann mengikutii apaa yang dilakukan orang tuanya (Garizing, 2017). Tidak bisa dipungkiri bahwa hubungan antara anak dan keluarga menjadi penyebab utama dari terbentuknya moral, seperti contoh kurangnyaa kasihh sayang dari orangg tua, kurangnyaa perhatian, anak yang broken home, orang tua yang selalu menuntut anak dalam segala hal dan lain sebagainya. Setelah keluarga, lingkungan tempat bermain anak juga menjadi salah satu faktor terbentuknya moral anak, karna tidak sedikit anak yang memiliki latar belakang keluarga baik lalu terbawa arus pergaulan yang tidak baik.

Krisiss morall dann etikaa sosiall sangatt marakk terjadii belakangann ini, terutamaa di kalangann generasii muda, sepertii sekss bebass (Ramadhanii ett al., 2023), kekerasann seksual (Ardiansyahh ett al., 2023), minumm minumann kerass (Daoo ett al., 2022) dan penyalahgunaan obatt terlarangg (Elisabett ett al., 2022), penindasann (Agisyaputrii ett al., 2023), perkelahian/tawurann (Ciciria, 2019) hinggaa pembunuhann (Kasendaa ett al., 2023). Perilaku-perilakuu terlarangg tersebutt padaa hakikatnyaa merupakann pengetahuann dasarr yangg telah diajarkan dalam Pendidikan Islam. Hal ini merupakan bagian dampak negatif dari globalisasi membuat remaja lebih mudah terpapar oleh berbagai budaya tanpa adanya penyaringan yang menyebabkan generasi muda kelihangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Jejaring sosial yang dapat di akses oleh berbagai kalangan mengakibatkan terjadinya tindak kekerasan yang bahkan dilakukan oleh anak dibawah umur. Maraknya terjadi krisis moral seperti pada berita yang baru-baru ini beredar yaitu 4 orang anak di bawah umur yang melecehkan hingga membunuh siswi SMP, dua dari empat orang pelaku masih berumur 12 tahun. Hal tersebut terjadi karna pelaku yang kecanduan menonton film porno dan membuatnya ingin menyalurkan hasratnya.

Berbagai krisis moral yang terjadi dikalangan remaja tidak lain disebabkan oleh kurangnya pendidikan agama islam. Banyak nya para pembuka agama di berbagai daerah tidak menjadi jaminan terjaga nya remaja masa kini. Hal ini menjadi bahan pemikiran bagi para tenaga pendidik terutama pendidikan islam dalam menanggulangi dampak negatif globalisasi bagi para remaja. Agama sangatlah penting karena mempengaruhi kepribadian seseorang dan memungkinkannya untuk lebih mengontrol jiwanya. Apabila pengetahuan dasar seseorang tentang agama  rendah, maka  rendah pula sikap beragama dan moralnya. Nilai-nilai sakral yang dimiliki setiap individu  menjadi evaluasi atas tindakannya setiap kali individu ingin mencapai sesuatu. Oleh karena itu, umat beragama menerapkan nilai-nilai Tuhan dan menjadikannya sebagai arah dan tujuan hidup. Atas dasar itu, upaya untuk meningkatkan pendidikan islam harus dilakukan secara komprehensif yaitu mencakup aspek moral, akhlak, budi pekerti, pengetahuan, dan keterampilan.

Revitalisasi  pendidikan Islam berarti meningkatkan, menghidupkan atau menghidupkan kembali  pendidikan Islam dengan cara yang sama seperti yang  dilakukan umat Islam pada awalnya (Fikruzzaman et al., 2023). Agar generasi mendatang berakhlak mulia dan mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), maka pendidikan Islam harus dihidupkan kembali. Sebagaimana dikemukakan oleh (Suradarma, 2020), kebangkitan pendidikan Islam membenarkan dan menandakan bahwa pendidikan Islam pernah berhasil di masa lalu, namun menjadi kurang dinamis dan menghadapi kemunduran di kemudian hari. Oleh karena itu, perlu dihidupkan kembali agar umat Islam di era digital dapat mengikuti jejak para pendahulunya pada masa klasik,  mengikuti perkembangan  saat ini dan membangun keseimbangan antara inovasi dan tradisi.

Pendidikan Islam bertujuan untuk menggambarkan nilai-nilai Islam yang akan ditanamkan pada peserta didik setelah proses pembelajaran selesai. Menurut kesimpulannya (Nabila, 2021), pendidikan Islam bertujuan pada terwujudnya nilai-nilai Islam pada diri siswa yang ditanamkan oleh guru-guru muslim melalui suatu proses yang terfokus pada pencapaian produk atau hasil. Buahnya mewakili kepribadian muslim yang setia, berilmu, bertakwa , berakhlak mulia dan bertanggung jawab agar dapat  menjadi hamba yang taat, mempunyai ilmu yang seimbang tentang dunia dan masa depan, sehingga dapat menjadi manusia muslim sempurna yang bertawakal penuh keimanan kepada Allah SWT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun