Disusun Oleh :
Laila Nur Redha Putri; Â Andhika Zelin Aji Santoso; Syarifa Nabilla; Novani Miranti; Desi Nuralisa; Trisya Murti Lestari; Rona Zeta Pradipta
Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi dan Humaniora, Universitas Muhammadiyah Sukabumi
Konflik agraria sudah tidak asing lagi ditelinga kita dan menjadi sebuah isu yang tidak ada habisnya. Seperti yang kita ketahui, bahwa dalam kurun waktu beberapa tahun kebelakang bahkan sampai saat ini masih banyak ditemui berbagai kasus atau konflik agraria seperti sengketa tanah di Indonesia, khususnya di daerah-daerah tertentu bahkan berujung terjadinya konflik. Sebagian besar permasalahan ini muncul akibat pembebasan tanah untuk kepentingan industri, pembangunan infrastruktur, pariwisata, industri, pertanian, maupun perkebunan. Konflik agraria tersebut merujuk pada pertentangan atau perselisihan yang terjadi dalam konteks agraria, yang melibatkan lahan, sumber daya alam, dan hak-hak properti.Â
Salah satu penyebab utama konflik agraria adalah ketimpangan dalam kepemilikan lahan. Di Indonesia, lahan agraris terkonsentrasi di tangan sejumlah kecil individu atau perusahaan besar, sementara sebagian besar petani kecil memiliki akses yang terbatas atau bahkan tidak memiliki lahan sama sekali. Ketidakadilan ini seringkali memicu ketegangan sosial dan ekonomi, ketidakstabilan politik, serta ketidakseimbangan dalam distribusi kekayaan dan sumber daya. Selain itu, konflik agraria juga dapat disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak adil atau buruk dalam pengelolaan sumber daya alam. Oleh karena itu, semua persoalan terkait dengan agrarian telah diatur dalam Undang-Undang Agraria yang mengatur tentang hukum agraria atau hukum pertanahan di suatu negara. Di Indonesia, Undang-Undang Agraria yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam hal ini, Undang-Undang Agraria di Indonesia memiliki beberapa tujuan utama, antara lain:Â
* Mengatur hak atas tanah dan pemanfaatan sumber daya alam secara adil dan berkelanjutan.Â
* Melindungi hak-hak masyarakat atas tanah dan pemanfaatan sumber daya alam.Â
* Menjamin kepastian hukum dalam pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah.
* Mendorong pembangunan pertanian, perkebunan, dan sektor lain yang berhubungan dengan pertanahan.Â
Dengan banyaknya konflik agraria yang terjadi di Indonesia, maka Serikat Petani Indonesia (SPI) semakin menonjolkan perannya dalam rangka memperjuangkan hak-hak petani. Seperti yang kita ketahui, bahwa Serikat Petani Indonesia (SPI) adalah salah satu organisasi petani terbesar di Indonesia yang didirikan pada tahun 2000. Organisasi ini bertujuan untuk memperjuangkan hakhak dan kesejahteraan petani di Indonesia. SPI bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani, melindungi kepentingan mereka, dan memperjuangkan keadilan agraria.
Dalam beberapa tahun terakhir, SPI telah berperan aktif dalam mengadvokasi kebijakan pertanian yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Mereka terus bekerja keras untuk mewujudkan kedaulatan pangan, meningkatkan kesejahteraan petani, dan memperjuangkan sistem pertanian yang adil dan berkelanjutan di Indonesia, khususnya di dearah-daerah tertentu seperti di Kabupaten Sukabumi.
Di Kabupaten Sukabumi, terdapat sekitar 56 perkebunan dan PTPN, dari jumlah tersebut ada yang habis HGU dan HGB nya, serta ada juga yang sedang proses perpanjangan. PT. Sindu Djaya Agung yang berlokasi di Desa Tegallega, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi merupakan perusahan perkebunan yang bergerak pada komoditi cengkeh, teh, serta karet dengan luas HGU 1580 hektar. Adapun masa HGU-nya dari 25 Juli 2009 hingga 31 Desember 2022. Selain itu, jumlah petani penggarap yang ada di PT. Sindu Djaya Agung yaitu berjumlah 800 penggarap. Sebagaimana akan berakhirnya masa HGU PT Djaja pada 31 Desember 2021 yang berada di 2 kecamatan yang meliputi Desa Tegallega Kecamatan Lengkong dan Desa Bantar Agung, Desa Jampang Tengah dan Desa Bojong Jengkol Kecamatan Jampang Tengah dengan luas 1654 ha. Secara faktual hampir 90% persen sudah dikuasai oleh masyarakat. Merujuk Perpres No 86 tahun 2018 pasal 7 dan pasal 8 saat ini masuk dalam persiapan, seperti pendataan subjek, objek dan pemberkasan. Menurut Kepala Desa Tegallega, Fuad Abdul Latif bahwa proses perpanjangan HGU PT Djaja Sindu Agung di Desa Tegallega, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi saat ini masuk dalam proses persiapan.Â
Sesuai aturan yang berlaku, bahwa saat akan ada perpanjangan atau penerbitan HGB dan HGU baru, 20 persen luasan lahan harus diserahkan kepada petani penggarap yang selama ini sudah bercocok tanam di daerah tersebut. Pada tanggal 22 Februari 2022, terjadi kasus penangkapan terhadap 4 petani penggarap sekaligus anggota dari SPI yang salah satu diantaranya bernama David dan Syahrul. Keempat petani itu dilaporkan dengan tuduhan menguasai lahan HGU perkebunan Sindu Djaya Agung dengan mendirikan posko Petani tanpa izin di Blok Cikaler, Desa Tegallega, Kecamatan Lengkong.Â
Posko SPI tersebut didirikan pada tanggal 10 November 2021. Padahal pada saat itu, para petani mendirikan posko sebagai bentuk memperingati Hari Pahlawan. Selain itu, lahan tempat berdirinya bangunan posko itu telah habis masa HGU nya dan HGU itu pun belum diperpanjang lagi. Adapun masa habisnya yaitu pada April - Mei 2021 dan pada saat itu lahan sudah tidak produktif hampir 90 persen lahan digarap sama warga setempat. Ketua Dewan Pengurus Cabang atau DPC SPI Sukabumi Rozak Daud menyatakan HGU PT Djaja sudah terlantar. Kemudian pada 2017 SPI Sukabumi mengajukan kepada Kantor Staf Presiden (KSP) lahan itu menjadi lokasi prioritas penyelesaian konflik sehingga tidak layak lagi untuk diperpanjang lagi. Surat panggilan polisi terhadap terhadap empat orang petani anggota SPI adalah sebagai upaya pihak perusahaan untuk mengkriminalisasi dan mendiskriminasi para petani, Jadi, dalam hal ini mereka ditahan atas tuduhan telah menguasai lahan perkebunan yang ada di PT. Sindu Djaja Agung. Padahal, mereka bukan menguasai lahan tersebut, namun mengelola dan memanfaatkan lahan tersebut agar terpakai dengan baik.Â
Dalam menghadapi konflik tersebut para anggota SPI khususnya SPI Kabupaten Sukabumi melakukan beberapa upaya diantaranya yaitu :Â
1. SPI berusaha memperjuangkan hak-hak petani untuk mempertahankan dan mendapatkan akses yang adil terhadap lahan pertanian. SPI juga berperan dalam membantu petani dalam meningkatkan produktivitas pertanian dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani, SPI berharap dapat meningkatkan hasil pertanian, meningkatkan pendapatan petani, dan mengurangi ketimpangan di pedesaan.
2. Selain itu, SPI juga terlibat dalam kegiatan kampanye dan aksi advokasi untuk memperjuangkan kebijakan agraria yang adil dan berkelanjutan. Organisasi ini berusaha melibatkan petani dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan pertanian dan reforma agraria dan berupaya memastikan keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan di sektor pertanian. SPI dapat melakukan advokasi kebijakan di tingkat pemerintah pusat dan daerah untuk memperjuangkan kepentingan petani yang melibatkan penyusunan dan penelitian kebijakan yang mendukung petani, menyampaikan masukan kepada pemerintah, serta berpartisipasi dalam forum-forum kebijakan terkait pertanian.Â
3. SPI juga aktif dalam membangun jaringan dan kolaborasi dengan organisasi-organisasi petani lainnya, LSM, dan pihak-pihak terkait lainnya untuk memperjuangkan hak-hak petani secara bersama-sama. Mereka bekerja sama dengan berbagai stakeholder untuk mencapai perubahan positif dalam sistem pertanian dan memperkuat posisi petani di Indonesia. Melalui upaya perjuangan dan advokasi yang gigih,
4. SPI berusaha untuk menciptakan kondisi yang lebih baik bagi petani di Kabupaten Sukabumi, khususnya daerah-daerah yang memiliki banyak konflik seperti Kecamatan Lengkong. Mereka berkomitmen untuk memperjuangkan keadilan agraria, memperkuat peran petani dalam pembangunan berkelanjutan, dan meningkatkan kesejahteraan petani serta masyarakat pedesaan secara keseluruhan.Â
5. Penyebaran informasi dan penelitian. Dalam hal ini, SPI mengumpulkan dan menyebarkan informasi yang relevan tentang pertanian dan hak-hak petani. Hal ini dapat dilakukan melalui publikasi, seminar, dan platform daring. SPI juga dapat melakukan penelitian yang mendalam tentang isu-isu terkait pertanian dan hak-hak petani untuk memberikan dasar yang kuat dalam advokasi mereka. Melalui strategi-strategi ini, Serikat Petani Indonesia dapat lebih efektif dalam memperjuangkan hak-hak petani dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Penting bagi SPI untuk tetap konsisten, berkomunikasi dengan anggotanya, dan menjalin kemitraan yang kuat dengan berbagai pihak yang memiliki tujuan yang serupa.Â
Oleh karena itu, diperlukan upaya dari pemerintah juga dalam mengatasi konflik agrarian dengan pendekatan yang adil, berkelanjutan, dan partisipatif. Hal tersebut sangat penting untuk memastikan partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam, serta pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak tradisional mereka. Pemerintah juga harus mengembangkan kebijakan yang memastikan redistribusi lahan yang adil, perlindungan lingkungan, dan keberlanjutan ekonomi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H