Miangas adalah pulau yang menawarkan keindahan alam yang benar-benar memanjakan mata. Pantai dengan pasir putih, pohon kelapa yang berjejeran di pinggir pantai yang bisa kami ambil buahnya kapanpun kami mau.Â
Selain itu, tentu juga ada keindahan laut biru yang selalu menggoda untuk berenang atau menyelam untuk sekadar melihat keindahan bawah lautnya. Selain keindahan alamnya, Miangas juga memberikan sebuah pelajaran berharga bagi kami.Â
Pelajaran berharga itu adalah toleransi. Warga Miangas adalah mayoritas beragama Kristen. Seingat saya hanya ada dua keluarga yang beragama Islam saat itu.Â
Sejak awal, mereka menerima kami tanpa melihat latar belakang agama. Mereka menyiapkan mushola untuk bisa sholat, walaupun mushola itu pun kami pakai hanya untuk shalat jumat.
Makanan kami dengan mereka pun dipisah karena biasanya tentu ada makanan yang haram hukumnya dimakan oleh yang beragama islam.
Saya mengamati keseharian warga tidak jauh berbeda dengan kehidupan masyarakat di desa lain yang berada di pinggir laut. Masyarakat Miangas umumnya hidup dengan menjadi nelayan dan berkebun.Â
Pada pagi hari, anak-anak dari SD sampai SMK (di Miangas hanya ada SMK jurusan pengolahan hasil perikanan) akan ke sekolah. Bapak-bapak di sana akan ke laut untuk mencari ikan atau apapun dari laut yang bisa dimakan. Kadang-kadang para bapak itu akan membawa pulang kepiting, gurita, atau lobster untuk dikonsumsi sehari-hari.Â
Di Miangas tak ada pasar untuk menjajakan hasil laut sebagaimana di daerah lain, hanya ada warung-warung kecil yang menjual kebutuhan pokok seperti beras, minuman-minuman, snack, dan lain-lain.
Mereka membeli kebutuhan pokok itu dari pulau lainnya, biasanya dari Kota Bitung. Sementara Ibu-ibu di sana bekerja sebagaimana biasa seorang ibu rumah tangga.Â
Hal yang cukup berbeda terjadi pada sore hari. Pemuda-pemuda di sana akan mengisi waktu untuk berolahraga; sepak bola, voli, sepak takraw. Hampir setiap hari. Jadi jangan heran kalau ke Miangas kemudian melihat pemuda-pemuda di sana sangat berbakat pada bidang-bidang olahraga itu.Â
Postur tubuh mereka di sana juga bagus. Wajar saja jika setelah menamatkan sekolah di SMK banyak laki-laki yang mendaftarkan diri menjadi tentara atau polisi.