Jadi, kalau ingin menjadi seperti dia, menulis puisi hebat maka rajinlah baca buku" mungkin saja ada di antara kami ada yang menanamkan perkataan sang guru itu dipikiran kami, lalu menulis puisi-puisi hebat. Mungkin saja!
Ketiga, Chairil adalah keponakan dari Perdana Menteri pertama Republik Indonesia: Sutan Syahrir. Dia bisa masuk begitu saja dalam ruangan yang di dalamnya ada banyak pejuang yang sedang membahas bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan karena hal itu.Â
Pada satu waktu, dia menginterupsi orang-orang yang sedang serius berdiskusi hanya untuk mengambil beberapa batang cerutu dari meja Syahrir. Di lain waktu dia dengan berani menerobos masuk membelah para pengawal untuk bisa berada di ruangan yang sama dengan Syahrir.
Keempat, Chairil Anwar mati muda. Hidupnya yang keluyuran, pergi kemana saja, tidur dimana saja membuat badannya menjadi sakit-sakitan, walau tentu saja dia tidak begitu peduli, dia akan terus pergi kemana saja.Â
Dia juga masih saja terus menulis naskah-naskah dengan tubuhnya yang melemah itu. Dia juga enggan ke dokter walau beberapa kawannya telah menyarankannya. Batuk yang sudah lama menyerangnya tak pernah benar-benar pergi meninggalkannya sampai akhirnya pada satu waktu dia tidak mampu lagi bertahan dari sakitnya yang akhirnya membawanya kembali kepada Tuhan.Â
Chairil hidup 26 tahun dari 22 Juli 1922 sampai 28 April 1949. Dia telah lama pergi, tapi karya-karya masih tetap hidup dan mungkin sampai seribu tahun lagi. Bagiku Chairil juga benar, "Nasib adalah kesunyian masing-masing."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H