Saya suka membeli minyak goreng di Alfamart atau di Indomaret. Kedua minimarket ini sudah dikenal di pelosok negeri. Sambil berbelanja kebutuhan kecil lain di kedua minimarket ini, saya biasanya menyempatkan diri melihat rak minyak goreng kemasan yang didiskon.
Di rak Alfamart dan Indomaret, seperti biasa berjejer merk minyak goreng. Ada Bimoli, Fortuner, Sania, Sanco, Filma, Kunci Mas, Forvita dan merk Alfamart sendiri. Bulan Oktober tahun 2021 lalu harganya masih berada di kisaran Rp 26.000 - Rp 28.000 per 2 liter. Jika ada diskon bisa di angka Rp. 24.000 - Rp 25.500 per 2 liter. Berarti saat itu harganya per liter berkisar Rp 12.000 - Rp 13.000.
Biasanya saya membeli minyak goreng  2 liter perminggu yang harganya didiskon dengan merk apa saja. Dalam benak saya, semua minyak goreng isinya sama walaupun beda merk. Mungkin kualitasnya beda tipis tetapi semuanya dibuat dari kelapa sawit. Jadi mata saya sedikit melotot jika melihat harga minyak goreng di rak yang didiskon. Ketika ketemu yang didiskon, tangan ini langsung menyambar apapun merknya.
Kadang saya ketawa sendiri, kok tangan saya otomatis mencari yang didiskon ya. Kalau tidak didiskon, tangan ini agak berat. Apalagi ada yang didiskon tetapi sudah diborong oleh emak-emak yang lain yang tadi berpapasan di pintu keluar. Padahal bedanya cuma seribu sampai dua ribu perak. Tetapi begitulah. Namanya manusia. Suka yang diskon.
Ketika memasuki bulan November tahun 2021, saya kembali melirik rak minyak goreng. Astaga harganya sudah mencapai Rp 32.000 - Rp 35.000 per 2 liter atau Rp 16.000-18.000 per liter. Saya berguman dalam hati: "Tumben kok minyak goreng naik besar ya. Siapa yang bermain. Apakah minimarket ini ikut bermain?" Tetapi toh karena saya hanya butuh 2 liter per minggu, jadi tidak masalah.
Memasuki akhir tahun 2021, ternyata harga minyak goreng terus melambung, melewati harga Rp 18.000 per liter atau Rp 36.000 - Rp 38.000 per 2 liter. Dan di awal tahun 2022, harganya tetap tinggi dan malah semakin  melambung tinggi sehingga membuat heboh seluruh tanah air terutama emak-emak. Para tukang goreng tahu tempe di pinggir jalan juga ikut berteriak.
Seperti biasa saya googling penyebab naiknya harganya minyak goreng. Ternyata di pasar dunia harga CPO sebagai bahan baku minyak goreng sudah melambung di pasar global. Selain harga CPO globar yang mencapi US$1,400 per MT, dampak penerapan program biodesel B30 dan penurunan panen sawit yang mencapai 10 persen di dunia, juga mengerek harga di pasar global.
Tentu saja naiknya harga minyak goreng itu dipengaruhi oleh harga pasar. Karena pasokan berkurang otomatis harganya naik. Seandainya pasokan di pasar dunia melimpah, hukum pasar berlaku. Harganya turun.Â
Oleh karena kenaikan harga yang cukup signifikan hingga 2 kali lipat, sontan  membuat heboh emak-emak di seluruh negeri. Melihat kegaduhan yang terjadi, pemerintah lewat kementerian perdagangan mau tidak mau melakukan intervensi. Semua harga merk minyak goreng disamakan  dan dipatok HET (harga eceran tertinggi) pada kisaran Rp 11.000 - Rp 14.000 per liter.Â
Blunder kebijakan pun terjadi. Bersamaan dengan penetapan HET ini, maka sejak itu berkeliaranlah para mafia minyak goreng di berbagai pelosok negeri.Â