Modus ketiga adalah seminar di UGM. Perhatikan baik-baik judul seminar itu. Pembuat skenario menggagas seminar kontrovesial. Judulnya: "Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan". Dibocorkan ke publik dengan harapan heboh.
Setelah heboh judul kemudian diganti:Â "Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan". Tidak lama kemudian dibatalkan. Lalu si pembuat skenario menunggangi UGM agar berlaku sebagai korban (playing victim).
Tidak lama kemudian beredar berita: "Panitia diskusi dengan tema pemecatan Presiden, diancam dibunuh". Lagi-lagi kesalahan ditujukan kepada Jokowi. Jokowi kembali diframing sebagai orang yang anti kritik dan menyuruh orang mengancam para pengkritiknya.
Jika menganalisis modus atau pola dari ketiga berita heboh itu, hasilnya sama. Pertama ada skenario pembuatan berita, video, seminar atau kegiatan yang heboh (kontroversial) yang ada kaitannya dengan Jokowi. Kedua, setelah heboh, lalu ralat atau buat alibi. Ketiga, berlaku sebagai korban (playing victim). Ada ancaman pembunuhan sekaligus adu domba.
Lalu tujuan akhir adalah framing bahwa Jokowi sebagai rezim anti kritik, anti demokrasi, otoriter. Harapannya adalah memperbesar jumlah masyarakat yang menjadikan Jokowi sebagai musuh bersama (publik enemy).
Jika semakin banyak masyarakat yang tidak suka kepada Jokowi, tinggal satu kejadian saja, maka massa akan mengamuk. Akumulasi emosi mereka membesar dan kemudian meletup. Bensin sudah di tangan, siap disiram. New normal berganti dengan New Leader. Inilah tujuan sebenarnya di balik berita-berita heboh dan kontroversial.
Nah, ke depan new modus untuk menyalahkan Jokowi akan terus bergema, beriak dan berisik. Akan tetapi publik yang cerdas, akan memeriksa modusnya terlebih dahulu. Jika sama, maka tenang saja, jangan terpancing.
Pertanyaannya adalah siapa dalang yang membuat modus atau skenarionya? Jika Sherlock Holmes mau, maka dia bisa menyebut nama tiga orang tokoh beserta groupnya sebagai dalangnya. Namun Sherlock Holmes tidak mau menyebutnya karena hal itu adalah tugas dari Badan Intelijen Negara (BIN).
Salam Kompasiana, Asaaro Lahagu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H