Sepintas lalu, publik bisa mempercayai dugaan SBY itu. Apalagi menjelang demo 4 November lalu, SBY pernah bertemu Jusuf Kalla dan Wiranto. Dugaan SBY itu semakin menguat  bila publik percaya begitu saja informasi hoax yang mengatakan bahwa Jokowi berencana mengganti Panglima TNI, Gatot Nurmantyo. Namun pergantian Panglima TNI dibantah sendiri oleh Jokowi. Nah, pertanyaannya adalah benarkah dugaan SBY itu? Publik bisa percaya, bisa tidak. Yang jelas, taktik SBY berhasil jika pertemuanya dengan JK dan Wiranto bertujuan untuk merusak kubu Jokowi dari dalam.
SBY kembali menunjukkan kelasnya sebagai ahli pencitraan dan ahli penutur bahasa Indonesia yang ulung. Ia kembali mencoba membalikkan situasi. Modusnya ia terus terus  memposisikan dirinya sebagai korban dari serangan dahsyat fitnah, intrik, adu domba dan pembunuhan karakter yang luar biasa. Pengakuan SBY yang terus menjadikan dirinya sebagai korban, mengingatkan publik pada tahun 2004 dimana ia berhasil memposisikan dirinya sebagai korban dari pemerintahan Megawati.Â
Dari isi konfrensi pers SBY tanggal 2 November 2016, SBY terlihat sedang memainkan strategi jitu dengan sengaja mengeluarkan pernyataan lebaran kuda. Taktiknya pun berhasil. Ia sukses membuat publik memaki dirinya. Nah, inilah yang diinginkan SBY. SBY sengaja membiarkan dirinya sebagai korban serangan fitnah bertubi-tubi. Dan pada saat yang tepat, menjelang demo 2 Desember, SBY kembali memunculkan dirinya sebagai korban dari propaganda media. Dan ia berhasil.
Setelah berhasil membuat banyak pihak menyerang dirinya, dan muncul sebagai korban keganasan media, kini SBY kembali memainkan bola panas. Ia mengatakan bahwa pemerintahan Jokowi terlambat merespon situasi dimana rakyat meminta keadilan soal penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok. SBY pun kembali memainkan isu bahwa rakyat menginginkan keadilan. Rakyat ingin penegakkan hukum yang adil. SBY kembali membuat posisi Jokowi terjepit. Jika Jokowi tidak benar-benar merespon keinginan rakyat maka lebaran kuda akan segera tiba.
Maka demo 2 Desember yang pasti diamini oleh SBY adalah pertarungan lanjutan antara kubu istana dan kubu Cikeas. Kubu istana mengharapkan agar demo 2 Desember berlangsung damai dan tidak memaksakan kehendak. Namun jika anarkis, aparat siap bertindak tegas. Sementara itu SBY dari kubu Cikeas menegaskan bahwa gerakkan massa yang mengusung tema keadilan akan terus mendapatkan simpati dan dukungan yang luas. Jika tak direspon dengan baik, maka lebaran kuda akan datang.
Jelas sekali SBY sedang memainkan isu pencaharian keadilan dan mengubahnya menjadi bola panas. Jika keadilan tidak diperoleh, maka rakyat akan marah. Lalu sampai dimana kemarahan rakyat tersebut? Demo 2 Desember adalah jawabannya. SBY jelas mengharapkan datangnya lebaran kuda pada demo 2 Desember itu setelah gagal datang pada demo 4 November.
Di lain pihak istana tidak bisa berbuat banyak selain menunda datangnya lebaran kuda selama mungkin. Jika istana berhasil menunda lebaran kuda pada 2 Desember, maka bisa dipastikan rencana lebaran kuda pada jadwal selanjutnya berangsur-angsur sirna dan hilang ditelan zaman.
Salam Kompasiana,
Asaaro Lahagu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H