Makna damai antara Jokowi-Novanto dapat dimaknai sebagai damai karena kepentingan. Novanto tentu mulai yakin bahwa dia akan bebas dari Kasus Papa Minta Saham. Selain itu Novanto tentu membutuhkan anggukan Jokowi terkait pencalonannya menjadi ketua umum Golkar menggantikan Pakdenya Aburizal Bakri. Imbalannya adalah dukungan penuh atas penyelesaian UU Tax Amnesty yang sangat dinantikan oleh Jokowi. Hasilnya, dengan lantang Novanto pun mengatakan kepada Jokowi akan membahas lebih cepat UU Tax Amnesty itu. Bahkan Novanto berjanji pada akhir bulan April ini UU itu akan segera diselesaikan. Aha, luar biasa bukan. Ternyata damainya Jokowi-Novanto saling menguntungkan satu sama lain.
Ketika Golkar mau mendukung UU Tax Amnesty, plus namanya sudah ketahuan dari bocoran Panam Papers, Ketua BPK, Hary Azhar Aziz, buru-buru melakukan manufer liar. Mantan politisi Golkar ini mengakui bahwa ia benar telah mendirikan perusahaan di luar negeri atas saran anaknya yang telah kawin dengan orang luar negeri. Alasan yang sebetulnya dibuat-buat. Lucunya ketua BPK ini pada awalnya membantah Sheng Yue Internasioanl Limites sebagai perusahaan offshore miliknya. Sekarang setelah tersudut, ia pun mengakui kebenaran informasi itu.
Kini Harry Azhar menjadi sorotan. Politis PPP, Syaifullah Tamliha, menuntut ketua BPK ini mundur dari jabatannya. Tuntutan ini pun direspon oleh Harry Azhar dengan pergi menemui Jokowi dengan kedok melaporkan kasus Sumber Waras dan perihal dirinya masuk dalam daftar Panam Papers. Setelah itu, Harry Azhar secara buru-buru mengunjungi Dirjen Pajak untuk mengklarifikasi laporan pajaknya. Tujuannya agar Dirjen Pajak meng-clear-kan dirinya. Aha.
Tentu saja publik bertanya-tanya, mengapa Harry Azhar baru melaporkan kasus Sumber Waras kepada Jokowi padahal kasus itu sudah mencuat sejak tahun lalu? Mengapa saat dirinya terpojok, baru ia bertemu dengan Jokowi? Mengapa Sang Ketua BPK baru rajin pergi ke Dirjen Pajak saat namanya sudah ketahuan di daftar Panama Papers? Jawabannya Jelas. Saat mulai terpojok, baru rajin ke sana ke mari meminta bala bantuan haha.
Menurut kabar, laporan Harry Azhar itu ditanggapi dingin oleh Jokowi. Tentu saja alasannya jelas. Pejabat tinggi negara ternyata tidak memberi contoh yang baik bagi masyarakat. Akankah Harry Azhar ke depan tetap bertahan pada posisinya? Atau operasi khusus baru dari Jokowi untuk mendepaknya? Mari kita tunggu. Yang jelas, demi mengincar duit 11 ribu triliun, Jokowi-Novanto berdamai, sementara Harry Azhar, sang ketua BPK semakin terpojok.
Â
Salam Kompasiana,
Asaaro Lahagu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H