Adu kuat Jaksa Agung-Surya Paloh vs Hary Tanoe terus berlanjut sampai sekarang. Tentu saja hal yang paling ditakutkan oleh Hary Tanoe adalah jika ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus mobile 8 oleh Kejaksaan Agung. Jika hal itu terjadi maka mimpi besar Hary Tone menjadi pemimpin negeri ini akan menemui jalan buntu. Maka segala usaha, dengan menggerakkan media raksasanya, terus ia lakukan termasuk ancaman kepada Kejaksaan Agung itu. Harapannya adalah agar nyali para Jaksa semakin ciut dalam mengusut kasus mobile 8 itu.
Kembali kepada mimpi besar Hary Tanoe. Di berbagai TV milik  Hary Tanoe sekarang ini, terus publik saksikan mars Partai Pelindo berkumandang. Hary Tanoe terus membangun citranya bersama Partai Pelindo miliknya dengan memanfaatkan frekuensi publik. Dalam iklan-iklan Partai Perindo, Hary Tanoe kelihatan sekali ingin meraih impiannya untuk merebut tampuk pimpinan di negeri ini. Hal yang kemudian dibuktikan dengan isi SMS ancamannya yang ditujukan kepada Jaksa Agung. Lalu apa tujuan Hary Tanoe menjadi pemimpin negeri ini?
Bagi Hary Tonoe yang usaha bisnisnya telah menggurita, tentu saja ia membutuhkan perlindungan politik. Hary Tanoe telah belajar sejarah masa lalu, bahwa tanpa perlindungan politik, usaha-usaha bisnis itu akan dengan mudah dilemahkan oleh berbagai kebijakan. Itulah sebabnya Hary Tonoe terus membangun citra hebatnya menjadi sosok bintang masa depan negeri ini. Lalu bagaimana pandangan publik terhadap sosok Hary Tone itu?
Publik mungkin berpandangan miris. Jika Hary Tanoe menjadi pemimpin Indonesia, apa jadinya negeri ini? Pengusaha yang menyamar jadi pemimpin bukanlah pemimpin yang ideal. Naluri bisnis akan selalu muncul dalam setiap kebijakan seorang pemimpin yang berasal dari pengusaha. Kendatipun Hary Tone menggerakan semua raksasa medianya, nampaknya publik tidaklah mudah jatuh hati kepadanya. Itu sudah dibuktikan oleh Aburizal Bakri. Kendatipun Ical, hampir setiap hari menampilkan sosoknya di televisi, tetap saja publik tidak meliriknya menjadi pemimpin negeri ini.
Hal yang sama juga akan berlaku bagi Hary Tanoe. Membangun citra berlebihan lewat media televisi dan media online sekarang, tidaklah selalu berhasil dan malah menjadi bumerang. Hal itu telah Hary Tanoe buktikan sendiri pada Pemilu dan Pilpres 2014 yang lalu, dimana propaganda medianya tidak berhasil dengan baik.
Hary Tone mungkin harus sabar, tak memburu cara instan untuk bermimpi hebat menjadi pemimpin di negeri ini. Hary Tone harus membangun citra di tengah rakyat yang masih galau secara ekonomi, membatasi diri tampil di layar televisi dan berjibaku membangun negeri ini dengan ikut turun di tengah lumpur sawah, di tengah baum kotoran ternak, di tengah laut bersama teriknya matahari dan di gang-gang rumah di perkotaan yang sempit. Hary Tanoe mungkin lebih baik meniti karir politik dari dasar yakni dengan menjadi wali kota, lalu gubernur sebelum bermimpi menyaingi Jakowi pada tahun 2019 mendatang.
Salam Kompasiana,
Asaaro Lahagu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H