Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jokowi Balik Teror Teroris, Ketua DPR Akom Terpukul, Fahri Hamzah Terus Terpojok

16 Januari 2016   06:13 Diperbarui: 16 Januari 2016   19:49 16125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bom Sarinah telah memicu adrenalin Jokowi. Ia pun dengan lantang mengeluarkan perintah tegas: “Tangkap semua pelaku teror sampai ke jaringan-jaringannya”. Perintah itu dimaknai sebagai perintah langsung, keras dan berani. Perintah itu juga merupakan teror balik kepada para teroris.

Perintah Jokowi untuk menumpas terorisme, bukan main-main.  Itu adalah pernyataan perang yang frontal. Sama dengan perintah Jokowi kepada TNI untuk meledakkan kapal pencuri ikan (data terakhir sudah ada 107 kapal diledakkan), Jokowi ingin langsung menumpas terorisme hingga ke akar-akarnya. “Negara tidak boleh kalah dengan terorisme”, demikian slogan Jokowi.

Jokowi pun tanpa takut langsung turun ke lokasi ledakan di Sarinah. Kunjungan itu ikut membuat rakyat terhenyak. Dipicu keberanian seorang tukang sate yang tidak takut kepada teroris, publik kemudian dengan gegap-gempita meneriakkan kata: “Kami Tidak Takut”. Semua bersatu, bergandeng tangan dan saling berbagi informasi menumpas teroris di negeri ini.

Perlawanan kepada teroris bukan hanya digaumkan dengan sangat dahsyat di media sosial, tetapi juga langsung turun ke lapangan. Sejumlah organisasi kemasyarakatan melakukan gerakan tabur bunga di lokasi bom Sarinah dan meneriakkan kata: “Kami Tidak Takut”.

Ungkapan ‘kami tidak takut’ dari berbagai elemen masyarakat sungguh luar biasa. Belum pernah ada kata itu terlontar saat merespon peristiwa-peristiwa pemboman yang dilakukan teroris sebelumnya. “Kami Tidak Takut” adalah bentuk respon nyata masyarakat bahwa tujuan teroris untuk menakut-nakuti masyarakat telah gagal. Teroris semakin terjepit.

Gerakan masyarakat yang tidak takut kepada teroris jelas akan mengubah filosofi para teroris di Indonesia. Jika masyarakat turut serta memerangi para teroris, maka aksi itu menjelma menjadi kekuatan yang luar biasa. Apalah arti kepolisian, tentara dan intelijen jika ada banyak masyarakat mendukung aksi terorisme di negeri ini. Mereka pasti tidak dapat berbuat banyak.

Di negara-negara Timur Tengah yang sarat dengan konflik dan aksi terror, keberadaan polisi dan bahkan tentara sama sekali tidak berarti berdaya menghadapi kaum peneror karena ada masyarakat yang mendukung mereka. Para teroris dengan mudah membaur dengan rakyat, berlatih, berlindung, lalu kemudian muncul tiba-tiba dari kerumunan orang melakukan tindakan terror.

Namun apa yang terjadi terkait dengan bom Sarinah itu, justru kebalikannya. Masyarakat menjadi berani, tidak takut. Bahkan masyarakat terlihat semakin bersatu memerangi para teroris di negeri ini dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah memberi informasi-informasi awal tentang gerakan mencurigakan para teroris. Jika ada informasi awal, maka para aparat amat mudah menumpas rencana terorisme itu. Gerakan satu padu masyarakt, polisi, TNI dan intelijen inilah yang sangat ditakuti oleh para teroris. Para teroris akan semakin ragu, mulai tidak berani, gagap, kehilangan orientasi dan keyakinan untuk melakukan tindakan-indakan teror selanjutnya. Teroris takut jika rakyat tidak takut kepada mereka.

Gerakan masyarakat yang meneriakkan kata: “Kami Tidak Takut” jelas memukul balik Ketua DPR RI yang baru, Ade Komaruddin. Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Akom (panggilan Ade Komaruddin), saat mengomentari bom Sarinah, langsung menyalahkan pemerintah. Menurut Akom, intelijen Indonesia telah kecolongan, telah kebobolan. Akom terlihat tidak menaruh simpati atas usaha extra keras BIN, TNI dan Polri selama ini dalam menumpas para teroris.

Di singgasananya yang baru di Senayan, Akom terlihat tidak berusaha menenangkan masyarakat yang dengan mudah dilanda ketakutan. Justru Akom dengan mudahnya menyalahkan intelijen negara dan tidak menyuarakan perlawanan dan optimisme. Ketika masyarakat dengan sendirinya bangkit dan meneriakkan kata ‘tidak takut’, maka hal itu dimaknai sebagai pukulan balik kepada ketua DPR Ade Komaruddin. Justru Akomlah yang takut kepada teroris dan tidak berani turun ke lapangan. Tukang sate pun lebih berani daripada Akom. Lalu apa hubungannya dengan Fahri Hamzah?

Fahri Hamzah diketahui berbusa-busa mulutnya berdebat dengan penyidik KPK yang membawa empat anggota Brimob bersenjata laras panjang masuk ke dalam gedung DPR. Para penyidik KPK yang berencana menggeledah ruangan Damayanti Wisnu Putranti yang telah ditangkap KPK terkait kasus suap. Ketika penyidik KPK mau menggledah ruangan anggota fraksi PKS Yudi Widiana, Fahri sontak marah dan tidak mengijinkan Brimob bersenjata lengkap masuk ke ruang DPR yang suci itu.

Fahri Hamzah lupa, bahwa publik terlihat miris ketika aparat polisi lalulintas terlihat bengong melihat para teroris menembak membabi buta karena tidak punya senjata. Lebih miris lagi Fahri Hamzah melarang Brimob masuk ke ruang anggota fraksinya dengan alasan tidak ada maling di situ. Fahri mungkin sudah lupa bahwa sebetulnya malingnya ada banyak di DPR. Menjadi lebih geli lagi melihat isi perdebatan Fahri dengan penyidik KPK yang meminta DPR dihormati, dihargai, disegani karena mereka dipilih rakyat.

Tentu saja publik menilai bahwa Fahri hanya sibuk mempertahankan singgasana kursinya di Senayan yang terus digoyang oleh partainya sendiri, PKS. Akibatnya Fahri tidak peduli lagi aksi teroris yang telah membuat suasana mencekam di Jakarta itu. Bukannya mendukung langkah KPK untuk menggeledah sarang maling, justru Fahri malah berbusa-busa mulutnya dengan prosedur yang sebetulnya tidak ada landasan hukumnya. Sudah jelas aksi berdebat Fahri Hamzah itu membuatnya semakin terpojok di mata publik.

Jadi, terkait bom Sarinah, Jokowi balik meneror teroris dengan gerakan rakyat tidak takut bersama Polri dan TNI. Lalu Ade Komaruddin menjadi malu dan terpukul sementara Fahri Hamzah semakin terpojok dan semakin tidak mendapat simpati publik.

Salam Kompasiana,

Asaaro Lahagu

*) Sumber Illustrasi gambar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun