Polisi kita banyak yang ganteng sekaligus gagah. Mereka pemberani, tidak takut dan rela berkorban untuk mengabdi kepada masyarakat. Lalu apa yang terjadi dengan polisi kita di sekitar Sarinah kemarin? Dari foto-foto yang beredar di media, kita melihat polisi kita sama sekali tidak siap menghadapi keadaan darurat.
Bayangkan, ada puluhan polisi kita berada di kerumunan orang. Mereka terlihat ikut mengerumuni para korban yang tergeletak di jalan. Di saat bersamaan, para teroris dengan senjata api di tangan terus mengacungkan pistol. Saat mencekam itu para polisi kita terlihat bingung mau bertindak apa. Puncaknya ketika para teroris melakukan tembakan, para polisi kita berlarian mencari perlindungan diri.
Tentu saja kita tidak mengejek para polisi kita itu. Alasannya, dalam keadaan bahaya, setiap orang berhak mencari perlindungan  termasuk polisi sekalipun. Alasan lain, polisi yang berada di sekitar lokasi adalah polisi yang hanya bertugas sebagai polisi lalu lintas. Mereka kadang tidak dibekali dengan senjata api berupa pistol apalagi senapan serbu semacam AK-47. Apalagi kalau polisi di bagian lalu lintas kita, tidak dilatih ketat untuk bertempur di segala medan dan situasi, maka mereka berhak menghindar.
Selain kita tidak layak mengejek polisi kita, kita juga layak bersimpati kepada polisi kita itu. Alasannya korban yang meninggal dan terluka juga adalah polisi yang kita cintai. Dalam hal ini kita layak ikut berduka dan bersedih. Apalagi jika ada di antara polisi kita yang cacat, tentu kita sangat bersedih. Benarlah jika dikatakan bahwa polisi kita telah rela berkorban untuk melindungi masyarakat. Namun apa yang menjadi kritik kita dari bom Sarinah itu?
Seharusnya polisi kita yang berada di jalan raya, berada di pos-pos polisi di tempat strategis, dibekali dengan senjata api mumpuni. Mengapa? Kendatipun mereka hanya sebagai polisi lalu lintas, para polisi kita itulah yang pertama-tama menghadapi, mengalami, mencegah sekaligus mengatasi jika ada tindakan kriminal di jalan, di depan hotel atau pusat perbelanjaan. Jika ada perampokan bersenjata di jalan, apalagi ada serbuan teroris di jalan, maka polisi lalu lintaslah sebagai tempat pertama masyarakat mengadu, berlindung. Jadi bukan di pos polisi, markas polisi apalagi menunggu patroli polisi.
Lalu bagaimana jika polisi lalu lintas kita tidak punya senjata, bahkan pistol pun tidak ada? Nah itulah yang terjadi kemarin di Sarinah itu. Ketika para teroris dengan tenang menembak, polisi lalu lintas kita bingung dan bahkan takut. Kelihatan sekali bahwa polisi kita terlihat sebagai sasaran empuk bagi teroris. Mereka tidak punya senjata dan hanya terlihat menunggu bala bantuan.
Saya berandai-andai, jika polisi lalu lintas kita telah terlatih dan punya senjata mumpuni semacam senjata serbu, maka tidak ada foto teroris yang sangat tenang mengacung-ngacungkan pistolnya apalagi menembak polisi kita serta terus menodongnya dengan pongah. Jika telah terlatih dan punya senjata (senjata serbu misalnya), maka polisi yang ada di sekitar lokasi, langsung mensterilkan TKP, sekaligus menembak para teroris yang memegang pistol itu.
Skenario Teroris Gagal
Persiapan para teroris ala Paris, sangat kental sekali terlihat di bom Sarinah itu. Mereka punya granat, punya bom, punya senjata api, telah siap untuk mati dan sama sekali tidak takut menghadapi polisi. Jumlah mereka juga lebih sepuluh orang, masing-masing punya ransel. Titik pemboman yang pertama juga terlihat sudah dipikirkan matang-matang. Mereka mulai membom café di depan Sarinah. Lalu dengan cepat, menyerang pos polisi dan kemudian menyerang membabi buta kerumunan orang? Jika mereka menyerang membabi buta ala Paris, maka tak bisa dibayangkan banyaknya korban yang berjatuhan.
Namun mengapa mereka tidak menyerang membabi buta kerumunan orang di mana korban sebetulnya berpotensi sangat banyak? Bukankah mereka punya senjata api dan bom berdaya ledak tinggi? Firasat saya mengatakan bahwa saat itu para terorisi itu ragu. Ya, mereka ragu. Mereka diliputi keraguan ketika sudah ada kerumunan orang menyaksikan korban tewas dan juga puluhan polisi berdatangan, kok, polisi tidak menembak mereka? Pada saat itu mereka bingung. Mengapa polisi tidak langsung menyerang mereka? Dan bahkan terlihat polisi terlihat tenang-tenang saja? Jika sasaran mereka adalah polisi, mengapa mereka tidak melakukannya habis-habisan?
Jika kemudian para teroris itu terlihat tidak melarikan diri, itu jelas karena mereka sudah siap mati dan tidak ada skenario melarikan diri. Melarikan diri di tengah kota, jelas sia-sia. Lalu mengapa mereka terpana dan tidak melakukan serangan membabi buta? Di sinilah letak kesalahan teknis para teroris itu. Diamnya polisi kita saat itu, ya karena mereka tidak punya senjata. Hal yang mungkin sama sekali tidak terlintas di benak para teroris itu. Jika mereka mau saat itu, sangatlah mudah menghabisi para polisi kita itu.
Sementara para teroris itu terpana, bala bantuan dari polisi bersenjata lengkap pun datang. Kesempatan emas bagi teroris untuk melakukan serangan habis-habisan sirna. Keterpanaan mereka telah dimakan waktu. Saat polisi kita mulai bergerak dengan senjata lengkap, para teroris itu pun bingung. Seakan-akan mereka merasa terlambat dan skenario mereka terlihat gagal, maka langkah terakhir pun dilakukan. Bunuh diri dengan bom yang mereka ledakan sendiri. Beberapa teroris lain berhasil ditembak langsung oleh aparat polisi kita.
Kita semua beruntung
Saya tidak bermaksud bahwa dengan adanya korban jiwa, lalu saya mengatakan bahwa kita semua masih beruntung. Kita semua beruntung karena beberapa alasan. Pertama, ada hikmatnya polisi tidak langsung menyerang balik Para teroris. Jika teroris itu langsung diserang oleh polisi, ada kemungkinan mereka juga menyerang membabi buta.
Kedua, dari segi kacamata ISIS (jika kemudian terbukti ISIS yang melakukannya), maka hasil korban jiwa yang berjatuhan dalam bom Sarinah itu jelas gagal. Bahkan korban jiwa terlihat lebih banyak dari pihak teroris. Kita semua beruntung karena tidak ada korban jiwa yang lebih besar. Kendatipun kita tetap berduka karena tetap ada korban dari aparat dan masyarakat yang tidak berdosa.
Ketiga, kita juga beruntung, karena kesigapan aparat kemudian, para teroris itu berhasil dilumpuhkan. Keempat, dengan adanya kasus bom Sarinah itu, mungkin aparat di bagian lalu lintas (terutama di jantung kota Jakarta), akan dilatih dan dibekali dengan senjata yang bisa digunakan sewaktu-waktu. Jika demikian, maka kita tidak akan takut karena polisi ganteng kita siap-sedia dengan senjata lengkap.
Jadi bom Sarinah itu telah menjadi ujian tingkat kesiapan polisi ganteng kita. Lalu kita masih bersyukur sekaligus beruntung karena ternyata skenario teroris tidak berjalan sempurna dan malah terlihat gagal. Hal itu menjadi pelajaran bagi kita semua terutama kepada aparat kita, bahwa setiap saat, di mana saja selalu saja ada bahaya mengintai kita. Waspadalah, waspadalah.
Salam Kompasiana,
Asaaro Lahagu
*) Sumber Illustrasi dari Kompas.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H