Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pertarungan Sengit Ronde III Jokowi VS Kalla Dalam Reshuffle Kabinet Jilid II

10 Januari 2016   08:10 Diperbarui: 10 Januari 2016   10:53 6417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Reshuffle Jilid II bukan hanya wacana. Reshufle jilid II pasti akan dilakukan. Sinyal-sinyal reshuffle Jilid II itu sudah terdengar sejak bulan November lalu. Masuknya PAN, merapatnya PKS dan Golkar, pertemuan Mega-Kalla yang terakhir dan kedatangan Mega ke istana, sudah cukup memberi sinyal kepada publik bahwa sebetulnya baik Jokowi, Kalla dan Mega berpendapat bahwa reshuffle kabinet sudah tak terhindarkan.

Lalu pertanyaannya adalah mengapa reshuffle tidak dilakukan pada akhir 2015 atau segera pada awal tahun 2016? Jawabannya adalah ada sebuah pertarungan strategis di sana. Ya, sebuah pertarungan sengit antara Jokowi vs Kalla. Dalam utak-atik menteri pada kabinet Jilid II, siapa yang masuk dan siapa yang ditendang, sangat kental dengan kepentingan Jokowi, Kalla dan juga Mega.

Jusuf Kalla jelas ingin tetap mempertahankan loyalisnya di kabinet terutama di kementerian strategis. Mega juga ingin memasukkan lebih banyak orangnya dan mengincar posisi menteri yang ditempati loyalis Kalla. Sedangkan Jokowi? Jokowi ingin menegakkan hak prerogatifnya sebagai seorang presiden dan menempatkan orang-orang pilihannya di kabinetnya. Terjadilah tarik-menarik kepentingan. Akibatnya harapan PAN untuk segera masuk dalam kabinet terbentur pada pertarungan tiga orang di atas. Namun pada akhirnya, pada perombakkan kabinet Jilid II ini, Jokowi bakal menang. Alasannya? Mari kita telaah lebih lanjut.

Pertarungan kepentingan dalam reshuffle kabinet Jilid II ini, kita ibaratkan pertarungan tinju yang akan memasuki ronde ketiga. Pada ronde pertama yang dilangsungkan pada Oktober 2014 lalu, Jokowi kalah telak. Alasannya, Jokowi hanya menempatkan dua orang loyalisnya dalam kabinet, yakni Praktino (Setneg) dan Andrinov Chaniago (Bapenas). Selebihnya merupakan pilihan Kalla.

Saat pemilihan kabinet Jokowi sesaat setelah pelantikannya, seleksi akhir dari para kandidat menteri yang dikirimkan partai-partai pendukung dilakukan oleh Kalla. Alasannya Jokowi saat itu belum mengenal mereka. Maka tak heran kalau seleksi akhir para menteri itu diserahkan Jokowi kepada Kalla. Jadi praktis, karena seleksi akhir berada di tangan Kalla, maka otomatis, orang-orang yang loyal atau minimal cenderung loyal kepadanya dipilih oleh Kalla. Maka boleh dikatakan pada ronde pertama ini, Kalla memenangi pertarungan.

Akan tetapi pada ronde kedua pertarungan berjalan seimbang. Pada reshuffle kabinet Jilid I, Jokowi berhasil memasang Rizal Ramli sebagai Menko Maritim dan Sumber Daya, memasang Pramono Anung di Seskab, Mengangkat Luhut Panjaitan menjadi Menko Polhukam dan memasukkan Teten Masduki sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Walaupun ada korban di pihak Jokowi saat itu, yakni Andrinov, namun toh lebih banyak loyalisnya yang masuk.

Lalu bagaimana di pihak Kalla? Saat itu Kalla juga berhasil memasukkan Menko Ekonomi, Darmin Nasution (orang Kalla). Kendatipun Sofyan Djalil tertendang dari Menko Ekonomi, namun Kalla masih bisa memasangnya di Bapenas. Sementara loyalis Kalla yang lain, Sudirman Said dan Rini Soemarno masih tetap bertahan tegar. Jadi pada ronde kedua ini (reshuffle jilid I), pertarungan Jokowi vs Kalla berlangsung seimbang.

Lalu bagaimana dengan ronde ketiga, ronde reshuffle kabinet Jilid II? Terlihat posisi Kalla semakin terpojok oleh ancang-ancang pukulan Jokowi. Itulah sebabnya, Kalla mencoba mengambil inisiatif serangan demi mempertahankan para loyalisnya. Lewat tangan kanannya Sudirman Said dan Yuddy Chrisnandi, Kalla melancarkan jab-jab telak yang mengguncang pertahanan Jokowi. Pukulan jab Kalla hampir berhasil dan membuat Jokowi terpojok.

Kita masih ingat bagaimana Sudirman Said melakukan manufer yang sangat berbahaya, yakni melakukan perpanjangan kontrak karya Freeport, kontrak blok gas Masela dan pungutan liar BBM. Tetapi untung Jokowi berhasil menggagalkan jab-jab Sudirman Said itu. Kontrak Freeport ditunda dan pungutan dana BBM ditunda aliasa mungkin dibatalkan.

Lalu bagaimana dengan jab dari Yuddy dengan jab rapor kinerja para menteri itu? Jab Yuddy itu sebetulnya cukup berbahaya. Evaluasi konyol anggota kabinet yang menurut Yuddy evaluasi kementerian dan bukan evaluasi menteri, terlihat hanya didasarkan kepada para menteri dari Nasdem dan PKB. Evaluasi Yuddy itu cukup menggoncang kekokohan KIH dan Koalisi pendukung Jokowi. Evaluasi itu kemudian diprotes oleh para menteri lain, karena jelas membuat gaduh. Namun Jokowi menangkis jab Yuddy itu dengan pernyataan keras : “Hanya Presiden yang berhak menilai para menteri”, kata Jokowi tegas.

Pertarungan pada ronde ketiga ini memang cukup sengit. Namun pada akhir ronde, Jokowi terlihat akan memenangi petarungan. Sebaliknya Kalla terlihat mulai kepayahan. Tanda-tanda kekuatan Kalla di kabinet pun mulai goyah. Hal itu terlihat ketika RJ Lino yang didukungnya terpental dari kursi direktur Pelindo II. Loyalis lain seperti Rini Soemarno dan Sudirman Said juga sedang dalam posisi terpojok.

Pertemuan Mega-Kalla yang terakhir sebetulnya bertujuan agar Kalla legowo jika reshuffle kabinet dilakukan suatu hari. Mega meminta Kalla agar legowo menerima kenyataan jika para loyalisnya tergusur. Pertemuan Mega-Kalla itu sebagai pemberitahuan kepada Surya Paloh agar juga dapat memahami jika para menteri dari partainya ikut tergusur. Kalla, Surya Paloh dan bahkan Mega sendiri pun pelan-pelan memahami bahwa perombakan kabinet adalah hak prerogatif Presiden. Itulah esensi yang hendak disampaikan Mega kepada Kalla dan Paloh. Sebuah pemahaman bermakna dalam bagi koalisi mereka. Apalagi sekarang Jokowi sudah semakin koppig dan tidak mau lagi didikte.

Pernyataan Jokowi bahwa reshuffle kabinet jangan didesak-desak, ditekan, diatur-atur, menandakan bahwa Jokowi sudah sangat ingin memegang kendali penuh di kabinetnya dan tidak mau lagi didikte dalam memilih para menterinya. Jokowi ingin lepas dari cengkraman Kalla, Mega dan Paloh. Dan memang seharusnya begitu.

Maka berdasarkan sinyal-sinyal politik di atas, bisa dikatakan bahwa  ke depan, pada reshuffle kabinet Jilid II, pemilihan para menteri di dalam kabinet akan mencerminkan Jokowinisme sebagai Presiden atau para menteri yang mencerminkan maunya Jokowi. Jadi, reshuffle kabinet pasti akan segera dilakukan. Tentu saja di dalamnya ada pertarungan sengit ronde ketiga Jokowi vs Kalla, namun pada akhirnya ronde ketiga itu akan dimenangkan oleh Presiden Jokowi. Mari kita sabar menunggu.

Salam Kompasiana,

Asaaro Lahagu

 

*) Sumber illustrasi gambar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun