[caption caption="Dr. Y. Paonganan (sumber: faktamedia.net)"][/caption]
Sampai sekarang, sejumlah grup di jejaring sosial yang terus menghina dan memfitnah Jokowi masih tetap tumbuh subur. Grup jejaring itu, mencoba membentuk opini publik yang tujuannya menjelek-jelekan pemerintahan Jokowi. Tentu saja tujuan akhirnya adalah mereka menghendaki pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo.
Dalam grup-grup tersebut, yang terlihat ramai dibicarakan adalah soal prestasi Presiden Joko Widodo yang berhasil meningkatkan jumlah angka pengangguran, utang pemerintah dan kenaikan harga barang. Mereka juga terus-menerus mempersoalkan rupiah yang terperosok.
Selama setahun lebih menjadi RI-1, jumlah pengangguran di Indonesia, memang mengalami kenaikan di atas 300.000 jiwa. Hal itu sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengakui bahwa memang jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) hingga pertengahan tahun 2015 adalah 5,81 Persen. Alasannya karena adanya perlambatan petumbuhan ekonomi yang tentu saja mempengaruhi peningkatan pengangguran. Demikian juga utang mengalami kenaikan, tetapi itu digunakan sebagai modal dalam membangun infrastruktur.
Beberapa grup penghujat Presiden Jokowi terlihat beberapa kali melakukan aksi unjuk rasa kecil-kecilan. Dalam aksi unjuk rasa tersebut mereka meminta kepada Presiden Jokowi untuk segera mundur dari tampuk kekuasaan, lantaran dinilai gagal menjalankan roda pemerintahan. "Selamatkan Indonesia yang sudah diambang kehancuran sejak Jokowi dilantik jadi Presiden Boneka. Salam Merah Putih," demikian deskripsi dari salah satu grup Rakyat Indonesia Gulingkan Jokowi pada 20 Mei 2015 lalu.
Tentu saja tidak ada jaminan bahwa jika Presiden Jokowi mundur dari tampuk kekuasaannya, kondisi bangsa Indonesia akan segera mengalami perbaikan di segala lini. Alasannya, persoalan bangsa ini luar biasa banyaknya. Selama setahun lebih pemerintahannya, Jokowi masih berkutat pada pembangunan infrastruktur dan sibuk berperang langsung terhadap para mafia dan koruptor yang bertebaran di segala lini.
Jika kita lihat secara jujur, maka sangat jelas ada banyak problematika parah dan kronis yang dihadapi oleh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Berbagai persoalan mulai dari krisis energi, persoalan pemberantasan korupsi dan tata kelola pemerintahan membutuhkan waktu panjang untuk dibereskan. Semua persoalan tersebut tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Diperlukan skala prioritas persoalan apa yang harus diselesaikan terlebih dahulu.
Namun para pembenci Jokowi tidak mau tahu problematika itu. Segala hal kebijakan yang dilakukan oleh Jokowi selalu salah. Kita masih ingat pernyataan Fadli Zon saat Jokowi berkunjung ke Amerika, yang menurutnya tidak berguna. Pun saat Jokowi blusukan di tengah hutan yang sudah terbakar, Fadli Zon mengatakan bahwa itu adalah sebuah wisata. Demikian juga Fahri Hamzah menyampaikan kepada para mahasiswa yang demo di DPR bahwa pemerintahan Jokowi-JK lemah dan bodoh.
Di media Facebook dan Twitter dua nama kondang pembenci Jokowi yang terkenal adalah Jonru Ginting dan Yulianus Paonganan. Postingan foto Jokowi-Nikita Mirzani yang kebetulan duduk bareng, menjadi bahan lelucon Paonganan dalam menghina Jokowi. Dalam postingan itu, Paonganan menulis keterangan sadis, keji dan sangat kasar: “Papa doyan lonte”. Kata lonte yang berarti ‘pelacur perempuan’ juga pernah dialamatkan kepada Menteri Susi Pudjiastuti, hanya karena ada tato di pahanya.
Para penghina Jokowi itu tidak hanya kalangan masyarakat bawah tetapi juga orang-orang yang telah mengecap pendidikan tinggi. Lihat saja pendidikan Y.Paonganan. Dia adalah seorang Doktor, Dosen IPB (sudah dibantah oleh IPB), pencipta drone dan pemimpin sebuah majalah maritim.
Para penghina Jokowi sebetulnya tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebuah fitnah, tidak benar dan melanggar undang-undang. Namun karena kebencian mereka terhadap Jokowi yang karirnya tiba-tiba melesat bak roket dan berhasil menjadi RI-1 dalam sekejap, maka logika dan kebenaran menjadi buram dan gelap. Kita masih ingat bagaimana pendukung Fauzi Bowo dan Prabowo Hatta sampai sekarang tidak habis pikir dan masih gagal move on terkait keberhasilan Jokowi menjadi RI-1. Mereka terus-menerus menyesali kenyataan bahwa seorang wali kota kecil Solo tiba-tiba berhasil menjadi Gubernur DKI Jakarta dan secara luar biasa menjadi Presiden Republik Indonesia.
Kebencian terhadap Jokowi menjadi semakin menjadi-jadi ketika Jokowi membabat habis para mafia illegal logging, illegal fishing, membekukan PSSI, membubarkan Petral, berkepala batu kepada Freeport dan seterusnya. Masih terngiang-ngiang di telinga kita bagaimana Setya Novanto dan Muhammad Reza Chalid menyebut Jokowi ‘koppig’ artinya ‘keras kepala’ karena Jokowi sama sekali tidak mau kompromi terhadap para mafia dan para koruptor.
Tebaran grup-grup pembenci Jokowi di jejaring sosial memang luar biasa dan kadang-kadang kita muak membaca logika para pembenci itu. Baru kali ini seorang Presiden dihina, difitnah dan dijadikan bahan lelucon oleh rakyatnya sendiri secara luar biasa. Bila dibandingkan dengan para presiden sebelumnya, maka hinaan yang diterima Presiden Jokowi jauh lebih banyak, lebih masif dan terstruktur.
Maka sebetulnya tindakan Kapolri yang mengedarkan surat tentang larangan hate speech di muka umum dan sanksi bagi pelanggar, sudah benar. Tujuannya jelas untuk mengurangi aksi-aksi grup pembenci Presiden Jokowi yang memang sudah di luar batas dan sangat menjijikan di berbagai jejaring sosial. Celakanya grup-grup pembenci Jokowi itu memandang surat edaran itu sebagai hal sepele, tak diacuhkan dan dianggap angin lalu saja.
Namun berita penangkapan Yulianus Paonganan oleh polisi gara-gara postingannya terkait foto penghinaan kepada Presiden Jokowi, membuat grup-grup pembenci Jokowi di berbagai jejaring sosial terlihat panik dan ikut ketakutan. Apalagi polisi bagian cyber crime telah menyatakan bahwa ada dua ribuan akun-akun di jejaring sosial sedang dipantau oleh kepolisian, menambah ketakutan grup-grup pembenci Jokowi.
Sejak tanggal 17 Desember hingga sepanjang hari ini (18/12/2015), beberapa akun para pembenci Jokowi terlihat sudah mengurangi ciutannya yang bernada hate speech. Bahkan beberapa di antaranya terlihat sedang tiarap dan tidak berani lagi memposting ciutan yang bernada kebencian. Nah, ternyata penangkapan Yulianus Paonganan oleh Polisi membuat gurp-grup pembenci Jokowi ikut ketakutan dan melakukan langkah tiarap.
Tentu saja pertanyaannya adalah apakah tindakan polisi yang telah menangkap Paonganan yang terlihat menangis ketakutan itu benar-benar mengurangi aksi-aksi hate speech di jejaring sosial ke depannya? Jawabannya tentu sangat tergantung kepada para aparat penegak hukum. Kalau mereka benar-benar konsisten dan terus-menerus menindak para pelaku hate speech itu, maka bisa dipastikan perilaku hate speech di jejaring sosial mungkin benar-benar akan berkurang drastis. Namun kalau hanya sebatas terapi kejut saja, maka grup-grup pembenci Jokowi itu hanya tiarap untuk sementara waktu saja.
Salam Kompasiana,
Asaaro Lahagu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H