Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Setya Novanto Berbalik di Atas Angin, MKD 'Pintar' Bermanufer, Publik Mati Ketawa

11 Desember 2015   12:54 Diperbarui: 12 Desember 2015   06:12 3558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Publik ‘berhasil’ ditipu oleh para hakim MKD yang mayoritas dari fraksi KMP.  Para hakim itu tertawa sendiri memuji kehebatannya. Saat pemeriksaan Sudirman Said dan Maroef Sjamsuddin, sidang-sidang di MKD dilakukan terbuka. Mengapa? Pertama, agar kehebatan pertanyaan yang dilontarkan para hakim MKD dilihat publik. Kedua, agar publik dapat menyaksikan langsung jika Sudirman dan Maroef yang diperlakukan sebagai terdakwa, keseleo lidah atau salah menjawab.

Di sidang itu, para hakim MKD berlomba menunjukkan kharisma mereka. Setiap kali saksi menyebut mereka sebagai ‘yang mulia’, alis mata mereka ikut naik, bibir tertutup rapat, dahi sedikit berkerut, muka serius, tatapan mata miring di teks transkrip, suara dipoles setengah bas dan bariton, pertanda sangat berwibawa. Itulah sebabnya saat tampil di depan kamera, para hakim MKD itu bersolek habis-habisan dan mengatur gaya sedemikian rupa untuk menarik perhatian rakyat. Mereka berlagak bak professor kenamaan, ahli hukum terkemuka, ahli interogasi dan bermuka suci tak berdosa di balik jubah motif merah yang mereka pakai.

Saat sidang ketiga, sidang Setya Novanto, para hakim MKD mempertontonkan kepintarannya. Mereka kompak melindungi Setya Novanto. Publik pun tahu bahwa Novanto bukanlah pribadi yang lihai berbicara. Karena itu, para Hakim MKD melindunginya. Sidang tertutup, takut Novanto menangis, tak bisa menjawab atau gugup. Hasilnya, sidang Novanto selesai dalam waktu tiga jam, karena hanya membacakan ketikan pembelaan dirinya. Sidang selesai dan ‘sukses’ menurut para hakim MKD. Mereka kembali ketawa memuji kehebatannya, ‘mengibuli publik’.

Para hakim MKD itu pun semakin senang ketika diwawancarai media. Mereka dengan bangga mengatakan bahwa Setya Novanto ‘berhasil’ membantah semua keterangan Sudirman Said dan Maroef Sjamsuddin, lalu menyimpulkannya sebagai keterangan palsu. Para hakim MKD pun setuju dengan Novanto, bahwa perekaman Maroef itu illegal, melawan hukum dan merupakan fitnah keji. Para hakim MKD terus-menerus memuji kelihaian Novanto yang bisa menjawab pertanyaan para hakim dengan cara berputar-putar pada kata ‘tidak ingat dan lupa’.

Kepintaran para hakim MKD menjadi semakin bertambah ketika mereka manggut-manggut saat Setya Novanto melaporkan Sudirman Said kepada Bareskrim Polri. Logika mereka, jelas Sudirman Said yang salah, yang benar Novanto. Bagi mereka, Novanto adalah korban atau tumbal. Namun ketika ditanya apakah Maroef juga ikut dilaporkan? Mereka amat pintar menghindar menjawabnya karena Maroef bekas tentara, bekas BIN. Jadi mereka  takut jika menjadi korban spionase, korban intelijen hahaha.

Bertambahnya kepintaran para hakim MKD terlihat saat mereka mendatangi Kejagung, meminta Handphone Samsung milik Maroef yang digunakan untuk merekam. Jika mereka berhasil memperoleh bukti asli rekaman itu, maka skenario mereka untuk ‘menghilangkannya’ telah disusun dengan rapi. Dengan hilangnya bukti, atau dicecerkan, maka upaya pengusutan kasus catut itu semakin bertele-tele. Wah, para hakim MKD jelas amat pintar.

Para hakim MKD itu lagi-lagi semakin pintar ketika membiarkan Muhammad Reza Chalid kabur ke luar negeri. Mereka hanya memanggilnya satu kali dan sengaja tidak ada upaya pemanggilan kedua apalagi paksaan karena memang mereka tidak bernafsu memanggil Reza. Mereka juga amat malas memanggil Luhut Pandjaitan, karena mereka sudah paham  jawaban Luhut yang pasti hanya berupa bantahan dan tidak tahu soal catut-mencatut itu. Tetapi untuk mengibuli publik, para hakim MKD itu tetap memberi sinyal akan memanggil Luhut, Reza dan bahkan Darmo, sebagai taktik mengulur-ngulur waktu.

Melihat kepintaran para hakim MKD, maka arah keputusan mereka terkait kasus Setya Novanto itu semakin jelas. Hal itu tercium dari pernyataan-pernyataan para hakim MKD. Beberapa orang mengatakan bahwa laporan Sudirman Said itu tidak cukup bukti malah cenderung memfitnah Setya Novanto karena itu dilaporkan kepada Polisi. Hakim yang lain ikut  menyerang Kejagung dan mencapnya ikut juga bermain politik karena mulai mengusut kasus itu. Sementara itu Fahri Hamzah dan Fadli Zon berusaha keras menggolkan upaya pansus Freeport untuk memperlebar masalah. Pun berbaliknya PDIP yang terkesan mendukung Novanto dengan iming-iming barter revisi UU KPK, menambah daya tahan Setya Novanto.

Usaha-usaha keras yang didramatisir dengan amat pintar oleh para hakim MKD itu, akhirnya membuahkan hasil. Menurut mereka, sekarang Setya Novanto telah berbalik di atas angin. Novanto hampir dipastikan, menang di MKD. Alasannya, tidak cukup bukti untuk menjatuhkan sanski kepada Setya Novanto karena tidak adanya bukti rekaman asli dan tidak cukup saksi setelah Reza disuruh kabur ke luar negeri. Luar biasa, para hakim MKD melihat diri mereka hebat, pintar dan bisa memutarbalikan fakta. Sekarang tinggal menunggu publik lelah, capek dan tidak lagi memperhatikan kasus itu. Pada saat itulah MKD secara tiba-tiba mengumumkan bahwa Setya Novanto tidak bersalah. 

Publik Mati Ketawa

Keputusan Jokowi yang mendorong bola panas ke MKD dan tidak mengadukannya ke kepolisian langsung adalah langkah cerdas. Jokowi paham, jika hanya di kepolisian, mereka bisa sembunyi karena jaringan mereka begitu kuat di dalamnya. Sekarang masyarakat bisa melihat semua menjadi terbuka terang- benderang siapa tikus-tikus, siapa singa berbulu domba, yang selama ini mengeruk kekayaan negara. Dalam waktu bersamaan juga publik akan melihat bagaimana tikus-tikus pengeruk kekayaan negara itu membela diri dengan berbagai argumentasinya.

Dengan beredarnya transkrip rekaman, maka publik semakin tahu bahwa memang benar adanya  mafia Freeport.  Masyarakat pun bisa membaca, mendengarkan dan mengadili para oportunis di balik uang Freeport. Dengan disidangnyanya Setya Novanto maka masalah semakin besar. Ini bukan masalah Freeport saja, bukan hanya masalah Setnov dan Riza Chalid saja, tetapi lebih besar dari itu, Pemilu 2019. Dengan terbukanya mata masyarat bahwa Golkar dan Gerinda ternyata melindungi para makelar, maka masyarakat akan berhitung banyak hal untuk mencoblos kedua partai itu. Jika di kemudian hari kedua partai ini semakin jeblok, maka publik akan tertawa.

Momentum kasus Setya Novanto itu menjadi amat strategis bagi Jokowi. Pada situasi ini, Jokowi berhasil memunculkan ke are publik siapa itu Muhammad Reza Chalid, orang yang selama ini tidak terlihat yang memainkan banyak peran dalam politik Indonesia. Orang ini sangat berbahaya karena dengan uangnya ia bisa meggerakkan banyak hal untuk menjatuhkan Jokowi. Dengan membuka dalang besar di belakannya, maka Jokowi akan mendapat simpati rakyat untuk melindunginya dalam bertugas.

Jika MKD kemudian memutuskan Setya Novanto tidak bersalah, biarkan masyarakat yang menilai. Toh kasus catut itu sendiri telah menghancurkan nama baik Setya Novanto itu sendiri. Apapun keputusan MKD jelas sudah tidak berpengaruh lagi. MKD telah kehilangan momentum. Sekarang semua gerak-gerik mereka di MKD hanyalah dagelan dan tidak bermakna dan hanya menjadi bahan tertawaan. Kemarin, saat para hakim MKD pergi ke Kejagung untuk meminta alat bukti asli dan pulang dengan tangan kosong, publik pun  tertawa. Mereka sendiri mengatakan bahwa rekaman itu illegal, namun toh memburu rekaman aslinya. Ilegal tetapi diburu haha.

Hal yang paling lucu adalah laporan Setya Novanto yang ditolak oleh Bareskrim Polri. Polisi meminta pengacara Novanto melengkapi bukti berupa flash disk rekaman. Celakanya, justru Novanto tidak pernah mengakui barang bukti rekaman itu di sidang tertutup MKD. Jadi kalau Novanto mengakui rekaman itu sebagai barang bukti, maka kerja aparat untuk mengusut kasus itu semakin mudah. Namun jika tidak diakui maka laporannya ditolak oleh polisi karena kurang bukti. Laporan sekaliber ketua DPR ditolak polisi? Terlalu.

Jadi, sekarang masyarakat tidak perlu lagi mengharapkan hasil apapun dari sidang MKD itu, karena kasus itu sedang diusut oleh Kejagung. Publik hanya menunggu kapan Setya Novanto dijadikan tersangka oleh Kejagung. Jika kemudian MKD memutuskan bahwa Setya Novanto tidak bersalah, tentu saja publik akan tertawa. Ya, publik akan tertawa sendiri, betapa di republik ini logika terbalik-balik, yang benar bisa menjadi salah, dan yang salah bisa menjadi benar. Logika itulah yang membuat publik mati ketawa. Kebenaran dijungkirbalikkan di depan publik.

Salam Kompasiana,

Asaaro Lahagu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun