Sudah lama saya percaya pada motto ‘Pasti Pas’ yang ada di setiap SPBU Pertamina. Alasannya, sebagai perusahaan BUMN yang besar kelas dunia, Pertamina punya rambu-rambu ketat yang diterapkan kepada setiap SPBU yang menjadi ujung tombak pemasaran produknya. Kepercayaan saya semakin bertambah ketika ada stiker dari Dinas Metrologi yang mengatakan SPBU ini akurat dan takarannya pas plus sertifikat ‘Pasti Pas’.
Menurut situs ‘pastipas.pertamina.com’, untuk mendapatkan sertifikasi ‘Pasti Pas’ sebuah SPBU harus lolos audit kepatuhan standard pelayanan yang ditetapkan oleh Pertamina. Audit ini mencangkup standard pelayanan, jaminan kualitas dan kuantitas, kondisi peralatan dan fasilitas, keselarasan format fasilitas, dan penawaran produk dan pelayanan tambahan.
Setelah mendapatkan sertifikat ‘Pasti Pas’ SPBU akan tetap diaudit secara rutin. Jika tidak lolos, SPBU dapat kehilangan predikatnya sebagai SPBU ‘Pasti Pas’. Menurut situs pasti pas pertamina itu, seluruh proses sertifikasi dilakukan secara independen oleh Bureau Veritas, institusi auditor independen internasional yang memiliki pengalaman Internasional untuk melakukan audit pelayanan SPBU. Jaminan inilah yang membuat saya selama ini terlena dan tidak terlalu jeli mengamati cara setiap pegawai SPBU melakukan pengisian bensin kendaraan saya.
Namun akhir-akhir ini munculah titik-titik kecurigaan saya kepada beberapa oknum SPBU Pertamina yang bermain nakal. Rupanya saya lupa bahwa ini Indonesia. Sebagai salah satu negara yang paling korup di dunia dan surga tempat pembuatan barang-barang tiruan atau palsu, saya lupa bahwa orang Indonesia sangat kreatif untuk mengkadali konsumen dengan berbagai cara. Orang Indonesia sangat pintar untuk melakukan korupsi dan kecurangan. Orang Indonesia ahlinya. Contohnya, isi  Gas Pertamina tabung 3 kg bisa dengan mudah dipreteli isinya untuk kemudian dimasukkan ke tabung 12 kg, demi meraih keuntungan besar.
Lalu, saya mulai mengamati setiap SPBU saat mengisi bensin pada kendaraan saya. Ada kepercayaan saya sebelumnya bahwa kalau mengisi minyak, lakukanlah pada pagi hari. Itu lebih hemat karena kadar likuid-uap minyak pada pagi hari masih seimbang. Jadi saya selalu mengisi minyak pada kendaraan saya pada pagi hari. Saat mengisi itu saya selalu memperhatikan argo di setiap SPBU yang biasanya dimulai dari nol.
Akan tetapi yang mengherankan adalah rupanya kecepatan argo di setiap SPBU berbeda-beda. Ada yang lambat, sedang dan kencang. Selain itu saya beberapa kali terkejut saat beli minyak Rp. 250.000,- untuk mengisi full tank kendaraan saya, argonya melompat dari Rp. 130.000,- menjadi langsung Rp. 150.000. Ketika saya tanya kepada kepada karyawan yang bersangkutan, dia hanya menjawab, itu tidak masalah. Tak heran  saat saya melihat indikator minyak di kendaraan saya, kadang terlihat menunjuk angka full tank kadang tidak, padahal jumlah angka pembelian sama.
Berdasarkan atas kecurigaan itu maka saya mulai bertanya kepada teman-teman tentang takaran di SPBU, mantan karyawan SPBU dan juga mencari informasi di internet dan potensi-potensi kecurangan yang terjadi di beberapa SPBU Pertamina yang nakal. Berikut hasil dari pencaharian saya yang bisa saya bagikan kepada teman-teman konsumen. Bagi yang sudah tahu sykurlah dan bagi yang belum, perhatikanlah hal-hal berikut.
Pertama, kecepatan (speed) pada nozzle alat pompa SPBU terdiri dari tiga macam, yakni speed 1, 2 dan 3. Â
 Speed 2 : kecepatan mengalir fluidanya sedang
 Speed 3 : kecepatan mengalirnya fluidanya tinggi
Biasanya petugas yang jujur memegang nozzle saja lalu menarik pelatuk (mirip pistol) tanpa mengunci speednya. Bila petugas melepaskan gunnya, dia pasti mengunci speednya pada posisi tertentu. Pada saat itu, mintalah petugas untuk melepaskan gunnya (nozzle cover) dan mengunci speednya pada posisi speed nomor 1. Bila speednya 3, maka besar kemungkinan minyak lebih banyak bercampur dengan fluidanya atau istilahnya uapnya.
Â
Pada bagian alat nomor 10, di situ tertera pengatur speed sekaligus pengunci speed fluida yang mengalir di nozzle. Bila petugas mengunci speed pada angka 3 yang berarti speed tinggi, maka yang mengalir adalah BBM yang campuran uapnya lebih banyak. Itulah sebabnya maka sebaiknya  isilah BBM pada pagi hari  atau malam hari saat udara dingin sehingga kadar keseimbangan pada fase likuidnya lebih banyak.
Kedua, perhatikanlah meteran/argo analog atau digital yang ada di SPBU. Pastikan bahwa angka pembelian anda sesuai dengan angka yang tertera pada argo. Misalnya anda membeli Rp. 215.000,- dan petugas pun menekan tombol yang jumlahnya Rp. 215.000,- maka pastikan ketika selesai transaksi, angka pada argo berada pada angka Rp. 215.000. Bila anda lengah dan tidak memperhatikan angka pada argo apalagi kalau anda tetap di dalam mobil, maka petugas yang nakal akan berhenti memompa bensin pada mobil anda pada angka 205.000 ribu misalnya. Jadi ada selisih Rp. 10.000,- karena anda tidak memperhatikan argo.
Jika hal ini terjadi maka petugas SPBUnya yang untung. Karena yang diperhitungkan oleh pemilik SPBU adalah meteran analognya. Bukan akumulasi dari tiap transaksi. Oleh supervisor SPBU maka yang  dicatat pada pagi sampai malam saat tutup adalah angka yang tertera pada argo. Supervisor akan menghitung berapa liter yangg keluar, dikalikan dengan harga per liternya. Pegawai (operator) pompa sangat memanfaatkan argo tersebut. Jadi tiap pergantian shift, mereka akan mencatat berapa angka pada argo analog tersebut lalu dikalikan dengan harga perliter. Itulah yg harus mereka setorkan.
Dengan cara sederhana di atas, petugas memanfaatkan ketidakjelian konsumen, maka akan ada selisih antara akumulasi transaksi dengan yang analog. Tentu saja analog lebih kecil. Sehingga si operator dapat untung dari varian tersebut. Soal print, operator dengan gampang mencetak nota transaksi tanpa mengisi BBM sekalipun. Jadi bisa dibayangkan bila anda mengisi Rp. 215.000,-  lalu perhatian kita dialihkan dan petugas  menyudahi pengisian pada angka Rp. 205.000 atau di bawahnya, maka kita akan kehilangan sekian ribu rupiah.
Ketiga, perhatikanlah argo/meteran. Jika angka pada meteran terlihat berkedip-kedip dan yang terlihat hanya garis-garis angkanya atau tiba-tiba  meloncat angkanya argonya, misalnya dari Rp.80.000,- langsung ke angka Rp. 100.000,- maka bisa dipastikan bahwa SPBU tersebut telah melakukan kecurangan. Beberapa oknum SPBU melakukan trik ini untuk meraup keuntungan. Argo SPBU bisa didesain angkanya agar tiba-tiba melompat. Trik ini tidak menguntungkan pegawai tetapi pemilik SPBU yang bersangkutan, karena jumlah uang yang masuk tetap tercatat dengan benar sesuai dengan argo sementara BBM yang keluar sedikit.
Untuk menyiasati atau menghindari trik curang dari oknum SPBU di atas, maka sebaiknya belilah BBM dengan angka yang tidak biasa. Kalau motor beli pada angka yang tidak biasa misalnya Rp. 11.000, Rp. 16.000 atau Rp. 21.000. Hindari membeli pada angka biasanya misalnya Rp. 10.000, Rp.20.000 atau Rp.30.000. Kalau mobil belilah pada angka yang tidak seperti biasanya misalnya Rp.79.000, Rp. 162.000 atau Rp. 237.000. Hindari membeli BBM pada angka genap seperti Rp.100.000, Rp.200.000 dan seterusnya. Alasannya angka genap atau biasanya mungkin sudah disetting lompatan angkanya.
Keempat,belilah BBM pada SPBU milik pemerintah atau milik Pertamina jika memungkinkan. Alasannya, potensi kecurangan di SPBU pemerintah lebih kecil daripada milik swasta. Atau paling tidak carilah SPBU yang mempunyai sertifikat Pasti Pas dan takaran pas dari badan Metrologi. Hanya saja masalahnya adalah dari dari sekian ribu SPBU yang ada di Indonesia, yang bener-benar dikelola oleh Pertamina sendiri sangat sedikit. Ada tiga tipe SPBU Pertamina yaitu: COCO (Corporate Owned Corporate Operated), DODO (Dealer Owned Dealer Operated) dan CODO (Company Owned Dealer Operated). Tipe COCO adalah SPBU murni milik Pertamina sedangkan yang lainnya adalah swasta. Pada dasarnya SPBU milik swasta akan mengejar keuntungan dengan melakukan trik-trik curang (oknum).
Cara mengenali SPBU milik pertamina adalah dengan  melihat nomor SPBU dua digit pada angka depannya. Digit pertama menunjukkan region sedangkan digit kedua adalah status SPBU tersebut apakah COCO, DODO ato CODO.  SPBU COCO Pertamina punya ciri khas pada angka digit kedua dengan kode angka 1 sedangkan yang swasta angka 4.  Misalnya SPBU nomor 31.129.02 (angka pertama menunjukkan region Jakarta/Jawa Barat sedangkan digit kedua angka 1 yang berarti bahwa SPBU tersebut milik Pertamina). Bila angkanya keduanya 4, jelas itu milik swasta.
Â
Kesimpulan:
Usaha-usaha Pertamina untuk meyakinkan konsumen terkait dengan takaran yang pas patut diacungkan jempol. Namun pada prakteknya di lapangan ada banyak pemilik SPBU dan pegawai yang mencurangi konsumen. Para konsumen yang kurang jeli melihat kecurangan itu terus-menerus akan mengalami kerugian di tengah harga BBM yang masih mahal di Indonesia. Konsumen sama sekali tidak bisa mendeteksi berapa nominal kecurangan setiap kali membeli BBM.
Sampai sekarang hampir semua kendaran di Indonesia baik roda dua maupun roda empat atau lebih masih belum ada alat akurat yang mampu menginformasikan kepada konsumen berapa liter lagi sisa BBM di dalam tangkinya. Saya tidak tahu apakah alat yang dimaksud sudah diproduksi pada mobil-mboil mewah. Jika ada alat tersebut, maka para konsumen dengan mudah bisa menghitung sisa BBM di tangkinya ditambah BBM yangbaru dibeli.
Maka hal satu-satunya yang dilakukan konsumen adalah memperhatikan argo di SPBU, membeli pada pagi hari atau malam hari, meminta kepada petugas untuk melepas nozzle saat membeli dan mengunci nozzle pada speed 1 dan mencari SPBU milik pemerintah. Mudah-mudah sharing ini berguna bagi konsumen BBM di Indonesia.
Asaaro Lahagu
Referensi dari berbagai sumber di antaranya paspertamina.com. Ilustrasi gambar kompas.com, kaskus.co.id dan detik.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H