Aksi tim 12 ini bukan tidak mungkin sesuai dengan skenario Haryono yang berdarah dingin yang memimpin rapat sebelumnya. Haryono yang sekarang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi bersama 23 tersangka pembunuh Salim Kancil lainnya, sengaja melakukan penyiksaan di hadapan orang lain dengan pesan agar tidak ada lagi orang yang berani melawan Haryono. Tentu saja Haryono berani melakukan pembunuhan itu karena dia sudah amat yakin, bahwa dia telah ‘menguasai penuh’ aparat hukum selama ini.
Namun sepak-terjang Haryono akhirnya berhenti dengan tewasnya Salim Kancil yang sudah dianggap oleh masyarakat Lumajang sebagai pahlawan lingkungan hidup. Sang kades dengan kepribadian amibisius, licik dan munafik akhirnya jatuh juga. Kalau Haryono dalam mimpinya mengadopsi peribahasa: “Siapa kuat, dialah yang menang”, kini juga berlaku peribahasa lain: “Sepandai-pandainya tupai melompot, akhirnya jatuh juga”. Rapat darurat penyingkiran Salim yang dipimpin oleh Haryono berakhir menjadi tragedi yang menghebohkan media massa. Rapat yang ternyata blunder itu juga yang membawa Haryono menjadi tersangka dan akan berakhir di penjara dengan ancaman hukuman 20 tahun plus 10 tahun karena melakukan penambangan liar.
Adalah media massa nasional yang mengangkat berita pembunuhan Salim Kancil secara besar-besaran. Kalau bukan karena media, Kapolri Badrodin Haiti mungkin tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Lumajang. Kalau tidak ada media, mungkin Kapolri tidak akan memerintahkan Kapolda Jatim untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan Salim Kancil itu. Bisa jadi tim 12 Haryono yang terlihat tertawa terkehek-kehek saat ditangkap, malah semakin terbahak-bahak di hadapan polisi. Namun Haryono lupa bahwa ada media massa nasional. Di hadapan media dan Kapolri, tentu saja Haryono tidak berkutik. Mungkin kalau tidak ada media, berita kematian Salim Kancil akan tenggelam begitu saja.
Ambisi besar Haryono yang melakukan segala cara demi meraup kekayaan, akhirnya terhenti setelah adanya korban. Hal yang sangat disesali adalah budaya, karakter dan etos kerja para aparat negara kita kembali terulang: ada korban dulu dan diberitakan besar-besaran oleh media massa, barulah para aparat kebakaran jenggot. Padahal kalau sebelumnya para aparat hukum kita memperhatikan laporan Salim Kancil yang terancam dibunuh, maka tragedi memilukan di Lumajang tidak akan pernah terjadi. Selamat jalam Salim Kancil, pahlawan lingkungan.
Asaaro Lahagu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H