Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rizal Ramli Masuk dan Mengaum, Rini dan Sudirman Terpojok, Jokowi Tetap Berburu Utang

15 Agustus 2015   12:49 Diperbarui: 15 Agustus 2015   12:49 3002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditilik dari belakang sebetulnya sepak terjang Rizal Ramli bersifat ambigu. Publik masih ingat bagaimana Rizal ikut dalam pendatanganan surat takluk pada kehendak IMF alias Letter of Intent dilakukan pada 2001. Ketika itu Rizal Ramli adalah  Menko Perekonomian di bawah Presiden Abdurrahman Wahid. Adalah Rizal juga yang memimpin pertemuan-pertemuan untuk mengemis utang kepada IMF dan lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya.     

Selain itu Rizal juga yang menemui Consultative Group on Indonesia, forum negara-negara dan lembaga kreditor Indonesia untuk melaporkan sejauh mana pemerintah Indonesia telah melaksanakan titah IMF. Berdasarkan kepuasan CGI pada laporan tersebut, nilai pencairan utang kepada Indonesia diputuskan.

Maka, meski suarannya sangat tajam dan menggelegar, kehadiran Rizal Ramli di kabinet mungkin tidak akan mengubah haluan kebijakan ekonomi pemerintah. Jokowi akan tetap berburu utang, apalagi bila aliran dana dari Cina benar-benar anjlok; dan menjadikan “ekonomi kerakyatan” sekadar pemanis bibir karena tak bisa diandalkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Jokowi sendiri tampaknya juga tak ingin Rizal Ramli menjadi dominan di kabinet. Inilah mengapa ia menempatkan mantan Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, sebagai Menko Perekonomian. Sejauh ini Darmin tak pernah berbicara soal pro atau kontra neo liberalisme.

Darmin tampaknya seia-sekata dengan Index of Economic Freedom 2015, yang dirilis oleh The Wall Street Journal dan The Heritage Foundation. Dalam index ini perekonomian Indonesia berada dalam peringkat 105 dari 165 negara yang disurvei. Ini berarti Indonesia masuk dalam jajaran negara yang perekonomiannya “mostly unfree (hampir sepenuhnya tidak bebas)” atau sangat jauh dari liberal. Peringkat Indonesia jauh berada di bawah para tetangga. Lihat saja, Filipina  di peringkat 76, Thailand 75, Malaysia 31, dan Singapura di peringkat 2. Peringkat teratas diduduki oleh Hongkong.

Akankah keberadaan Rizal memperkuat kabinet Jokowi? Ataukah sebaliknya sosok keberadaannya justru kontra-produktif dalam kabinet Jokowi? Mari kita lihat adegan sikut-menyikut dalam kabinet Jokowi dan bagaimana Jokowi mengatasinya.

 

Salam Kompasiana!

Asaaro Lahagu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun