Banyak pihak yang terkejut ketika Presiden Jokowi mengumumkan 9 perempuan sebagai Pansel calon pimpinan KPK yang baru. Namun keterkejutan publik ternyata hanya sementara. Publik kemudian percaya dan menaruh harapan besar kepada 9 Srikandi Pansel Capim KPK itu. Alasannya, mereka semuanya berasal dari kalangan profesional dan tidak mempunyai keterikatan kepada partai politik manapun dan lembaga lainnya yang terkait dengan penegakkan hukum. Walaupun ada setitik noda yang tertuju kepada ketua Pansel, Destry Damayanti, yang mempunyai hubungan khusus dengan Menteri BUMN Rini Soemarno, namun publik perlahan-lahan melupakannya.
Sepintas lalu kinerja kesembilan Pansel KPK itu cukup membanggakan. Sebanyak 194 orang dari 611 pendaftar yang tersebar dari Sumatra sampai Papua, lulus dalam seleksi adminitrasi. Kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai advokat atau konsultan hukum. Ada 23 orang yang merupakan perempuan, sementara 171 orang lainnya merupakan laki-laki. Strategi Pansel yang menjemput bola dengan mencari langsung Capim KPK dari berbagai daerah berhasil dengan jitu. Namun meloloskan 194 orang Capim KPK itu bukanlah perkara sulit bagi Pansel KPK, karena ada tantangan sesungguhnya yang akan mereka hadapi dalam memilih Capim KPK pada tahap-tahap selanjutnya.
Pertarungan sesungguhnya terjadi ketika penentuan akhir kelima kandidat Capim KPK yang akan diajukan kepada DPR untuk fit and proper test. Penyusupan, penitipan, perang kepentingan, tarik-menarik, ancaman dan lobi-lobi tingkat tinggi akan semakin menekan kesembilan Pansel KPK untuk meloloskan wakil dari pihak-pihak yang sedang bertarung. Sembilan Srikandi Pansel KPK itu bukanlah manusia sempurna atau teramat hebat. Mereka bukanlah tim yang sudah lama dan sudah sangat kuat. Mereka adalah tim baru, yang baru terbentuk dan diangkat oleh Presiden. Mereka mempunyai keterbatasan, kelemahan dan potensi ciut nyali ketika ada kekuatan besar terus menekan mereka. Mereka akan terpaksa tunduk dan berkompromi secara diam-diam jika berhadapan dengan operasi senyap di belakang layar.
Sinyal-sinyal tekanan kepada Pansel KPK mulai terlihat dari lolosnya Capim KPK dari unsur Polri, KPK sendiri, TNI dan Kejaksaan. Perang kepentingan antar berbagai institusi ini dan dukungan partai politik di belakangnya, akan berusaha sekuat tenaga untuk memasukkan calonnya masing-masing. Tentu saja Pansel Capim KPK tidak kuasa menentang tekanan dari berbagai institusi itu yang di belakangnya ada kekuatan pendukung. Maka skenario kelima pimpinan KPK 2015-2019 yang akan diajukan kepada DPR untuk fit and proper test, akan semakin mengerucut, kepada lima perwakilan dari masing-masing pihak.
Pertama, 1 orang dari Polri. Pansel KPK akan mengakomodasi satu orang dari Polri. Polri sangat berkepentingan untuk menempatkan calonnya di KPK demi melindungi Polri. Traumatis Polri kepada KPK yang beberapa kali mempermalukan Polri, membuat institusi ini berusaha keras menekan Pansel KPK agar meloloskan minimal satu wakilnya. Tentu saja Pansel KPK akan mengikuti maunya Polri. Pansel KPK akan belajar dari pengalaman pimpinan KPK macam Abraham Samad dan Bambang Widjajanto yang dijadikan tersangka oleh Kabareskrim Polri, Budi Waseso, dengan pasal karet. Bila institusi sebesar KPK sebelumnya dapat diobrak-abrik oleh Polri, maka tim sekecil Pansel KPK akan takut bergidik di hadapan Polri.
Kedua, 1 orang dari TNI. Desakan sebagian besar masyarakat yang menginginkan TNI masuk di KPK plus tekanan dari TNI maka Pansel KPK akan meloloskan 1 orang Capim KPK dari TNI. TNI jelas berkepentingan untuk masuk di dalam personil pimpinan KPK untuk menjadi wasit atas Polri yang cenderung membonsai KPK selama ini. Di samping itu TNI juga mempunyai kepentingan lain untuk melindungi institusinya dari gangguan KPK dalam penggunaan anggaran pembangunan alutsista TNI yang semakin besar. Tentu saja dengan masuknya TNI, KPK akan lebih berani berhadapan dengan Polri. Maka sangat masuk akal juga jika Pansel KPK tak kuasa meloloskan Mayjen TNI (pur) Hendardi Soepandji sebagai calon yang lulus seleksi. Mayjen Hendardi (purn), sangat didukung oleh Panglima TNI Moeldoko dan calon panglima TNI baru Gatot Nurmantyo.
Ketiga, 1 orang dari KPK. Nama Johan Budi yang menjadi pelaksana sementara wakil pimpinan KPK mendapat peluang paling besar untuk diloloskan oleh Pansel KPK berikutnya. Pengalaman Johan Budi yang sudah banyak makan garam di KPK sangat dibutuhkan demi kesinambungan kinerja KPK ke depan. Selain itu Johan Budi juga sangat diterima oleh para pegawai KPK pasca demonstrasi mereka atas sosok Taufiqurahman yang cenderung tunduk kepada Polri. Ditambah lagi sosok Johan Budi yang mampu bekerja sama dengan Polri untuk tetap mencegah KPK menyentuh kasus-kasus besar macam BLBI dan Hambalang. Dua kasus itu disebut-sebut terkait dengan dua mantan presiden sebelumnya. Maka Pansel KPK sudah pasti akan meloloskan Johan Budi sebagai salah satu dari lima orang Capim KPK.
Keempat, 1 orang dari Kejaksaan atau Advokat. Untuk menutupi skenario yang kasat mata di mata publik, maka Pansel KPK akan meloloskan 1 orang dari lembaga kejaksaan, advokat atau dari kalangan profesional. Pansel akan berusaha menjaring calon yang benar-benar kredibel demi nama baik Pansel KPK. Tentu saja ada tekanan dari kejaksaan dan para advokat, namun di sini Pansel masih bisa independen dan bebas meloloskan nama 1 orang dari antara mereka.
Kelima, 1 orang di antara dua calon pimpinan KPK yang telah diseleksi sebelumnya yakni Busyro Muggodas dan Roby Arya Brata. Maka keenam orang Capim KPK ini kemudian akan diajukan Pansel kepada DPR untuk uji kelayakan. Tentu saja uji kelayakan di DPR, hanya seremonial belaka, karena DPR kita kenal sebagai hanya tukang cap setuju. Itu bisa dilihat dari pengajuan Badrodin Haiti (Kapolri), Gatot Nurmantyo (Panglima TNI), Sutiyoso (Kabin), yang disetujui dengan mulus oleh DPR tanpa rintangan. Sudah jelas siapapun yang lolos seleksi dari Pansel KPK, akan otomatis disetujui oleh DPR.
Lalu jika dilihat dari peta calon yang mewakili institusi masing-masing, maka yang menjadi ketua KPK adalah Johan Budi atau Busyro Muggodas. Dalam pandangan Polri, TNI dan kejaksaan, advokat dan kalangan profesional, posisi kedua orang ini dianggap netral di antara Polri dan TNI. Jadi ke depan kita akan melihat Pimpinan KPK 20015-2019 dengan komposisi: 1 orang dari Polri, 1 orang dari TNI, 1 orang dari KPK, 1 orang dari kalangan profesional/kejaksaan dan 1 dari 2 orang calon pimpinan KPK yang telah lolos seleksi sebelumnya dengan ketua Johan Budi atau Busyro Muggodas.
Kerja keras Pansel yang berusaha menjaring calon sebaik mungkin, hanyalah sebagai sandiwara belaka. Lolosnya ke 194 orang calon-calon pimpinan KPK itu, termasuk mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, hanyalah sebagai peserta peramai yang membuat seleksi Capim seolah-olah heboh. Nyatanya, kesembilan Pansel KPK itu dipaksa oleh keadaan dan situasi masuk dalam sebuah skenario. Hanya keadaan yang luar biasalah yang mampu membuat Pansel KPK menyingkirkan calon dari Polri, TNI dan KPK sendiri. Bila hal itu benar-benar terjadi, maka kita sebagai masyarakat kecil harus angkat tangan kepada kesembilan Srikandi Pansel KPK itu.