Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

'Tusukan' kepada Jokowi Harus Lebih Dalam, Baru Mau Merombak Kabinetnya

15 Mei 2015   14:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:01 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu panas perombakan kabinet tak pernah berhenti. Namun begitu-begitu saja tidak pernah menjadi kenyataan. Presiden Jokowi masih tetap bergeming dan tak mau merombak kabinetnya. Publik bertanya-tanya, mengapa? Rupanya 'tusukan' kepada Jokowi yang diberikan oleh beberapa kalangan selama ini kurang dalam. Lantas siapa-siapa orang yang telah mencoba menusuk Jokowi agar merombak kabinetnya? Mari kita lihat dengan hati sabar.

Fadli Zon adalah sosok terdepan dan yang pertama mengumandangkan reshuffle kabinet Jokowi. Dialah orang yang sangat keras mendesak Jokowi agar mengganti MenkumHAM Yasonna Laoly. Fadli Zon bahkan berani sesumbar, jika dia presiden, Yasonna adalah orang yang pertama dia pecat dan tentu saja untung Fadli Zon bukan Presiden. Kepentingannya jelas. Yasonna adalah barisan terdepan dalam kabinet Jokowi yang membuat Koalisi Merah Putih (KMP) kocar-kacir. Dua SK-nya tentang pengesahan PPP Romarhurmuziy dan Golkar Agung Laksono, sudah cukup membuat barisan KMP pincang dan pontang- panting.

Yasonna Laoly adalah musuh nomor satu KMP. Dalam syahadat iman elite KMP Aburizal Bakri, Fakhri Hamzah, Bambang Soesatyo, Idrus Marham, Aziz Syamsudin, Yasonna disebut sebagai duri dalam daging. Yasonna sengaja dipasang sebagai striker maut Koalisi Indonesia Hebat (KIH) untuk mengobrak-abrik pertahanan KMP. Karena alasan inilah maka elite KMP bersatu mendesak Jokowi untuk me-reshuffle Yasonna. Jika Yasonna diganti, elite KMP akan meminta dengan paksa kepada MenkumHam yang baru untuk mencabut dua SK yang Yasonna yang kontroversial itu.

Kalau Fadli Zon punya kepentingan untuk mengganti MenkumHam, lain lagi kepentingan PDIP dari KIH. Melalui Effendi Simbolon dan petinggi PDIP yang lain, KIH mendesak terus-menerus agar Jokowi mengganti tiga orang yang disebut ‘trio singa’ atau ‘The Failed Messenger’. Rini Soemarno, Andi Widjajanto, Luhut B Pandjaitan adalah sasaran tembak Jusuf Kalla, Megawati, dan Surya Paloh untuk diganti. Dalam pandangan mereka, Trio Singa itu berlagak bak singa yang meraung-raung mengusir dan menjauhkan mereka dari Jokowi. Ketiga orang inilah yang membatasi dan mengebiri wewenang Wapres Jusuf Kalla. Tetapi lucunya, Jokowilah yang menunjuk ketiga ‘trio singa’ untuk membendung peran Wapres Jusuf Kalla.

Bagi rakyat pembela KPK, sarasan tembak reshuffle kabinet tertuju kepada Menkopohulkam Tedjo Edhy Purdijatno yang selama ini dikenal sarat dengan blunder. Ucapannya yang memerahkan kuping ‘masyarakat pembela KPK adalah rakyat tak jelas’ membuat aliansi masyarakat mendesak Jokowi untuk me-reshuffle orang ini. Alasannya bukan hanya atas ucapannya yang menyinggung rakyat tetapi pada ketidakmampuannya menjaga keharmonisan institusi Polri dan KPK dari konflik yang berlarut-larut. Dalam konflik KPK-Polri, Menteri Tedjo hilang ditelan bumi. Perannya sama sekali tidak kelihatan.

Kepentingan lain atas reshuffle kabinet adalah kepentingan terselubung dari Partai Golkar Ical, Golkar Agung dan PAN yang ingin masuk dalam jajaran kabinet Jokowi. Pasca keluarnya Partai Demokrat dari KMP, PPP yang yang pecah, kekalahan Hatta Rajasa dalam munas PAN, memunculkan kesadaran Aburizal Bakrie bahwa hanya dengan masuk dalam kabinet, bisnisnya yang hampir bangkrut bisa diselamatkan. Bagi kedua kubu, baik Golkar Ical maupun Golkar Agung yang masih bertarung di pengadilan, masuknya mereka dalam kabinet bisa menguatkan pengakuan atas keabsahan munas partai Golkar yang telah mereka laksanakan. Bagi PAN yang masih malu-malu kucing, masuknya kader PAN dalam kabinet Jokowi lebih menguntungkan dibanding bertahan di KMP dalam jangka panjang.

Kepentingan atas reshuffle kabinet selanjutnya datang dari barisan sakit hati Jokowi dan lawan-lawan politik Jokowi. Isu perombakan atau reshuffle Kabinet Kerja Joko Widodo sengaja dihembuskan oleh barisan sakit hati dan lawan politik Jokowi demi mengambil keuntungan. Caranya dengan memberikan penilaian bahwa pembangunan berjalan lambat. Tujuannya untuk menciptakan opini seolah-olah perombakan kabinet menjadi solusi atas persoalan tersebut. Bagi relawan Jokowi yang sangat bernafsu untuk menjadi menteri, reshuffle otomatis memberikan peluang bagi mereka untuk masuk dalam bursa menteri. Bagi lawan-lawan politik Jokowi, bila kinerja Jokowi dan menterinya buruk, hal ini menguntungkan mereka dalam pertarungan pemilu tahun 2019.

Jokowi Tetap Kokoh

Tekanan yang bertubi-tubi agar Jokowi me-reshuffle kabinetnya sama sekali tidak membuat Jokowi goyah. Sekurang-kurangnya hingga Jumat 15 Mei 2015, Jokowi tidak memberi tanda-tanda sama sekali untuk me-reshuffle kabinetnya. Tekanan dari Megawati melalui Puan Maharani yang membawa 33 anggota DPD PDIP bertemu dengan Jokowi (Rabu 5/5) tidak mampu menggoyahkan Jokowi. Ketegaran dan keteguhan Jokowi yang masih belum mau me-reshuffle kabinetnya, membuat elite-elite PDIP lelah hingga akhirnya mulai mengurangi tekanan. Dalam pernyataan-pernyataan mereka, elite PDIP mengatakan bahwa PDIP tidak lagi mendesak Jokowi me-reshuffle kabinetnya. Reshuffle adalah hak prerogatif presiden.

Jokowi yang dua kali menjadi wali kota Solo, dan dua tahun menjadi gubernur DKI Jakarta, paham betul watak pendukung maupun penentang dirinya. Mereka mengembuskan isu reshuffle berdasarkan kepentingan-kepentingan politis. Padahal dalam prinsip Jokowi, reshuffle kabinet harus didasari pada perbaikan kinerja dan bukan desakan politis. Tidak boleh mengganti menteri karena desakan eksternal. Jokowi tahu betul watak masyarakat yang maunya serbainstan. Masyarakat maunya hasil kerja menteri langsung berhasil. Kalau tidak berhasil ganti menteri. Itu bukan solusi.

Jokowi sadar bahwa untuk merealisasi program Nawacitanya, butuh waktu, butuh kerja keras. Waktu enam bulan bukan waktu yang tepat untuk mengevaluasi kinerja menteri. Di tengah wacana reshuffle kabinet yang dihembuskan berbagai pihak, Jokowi terus memotivasi para menterinya agar bekerja keras. Dia memberi pesan kepada para menterinya agar tidak terganggu dan menggubris wacana reshuffle kabinet walaupun ide itu sekalipun datang dari wakilnya Jusuf Kalla, Sang Ibu Megawati ataupun dari Sang Putri Puan Maharani.

Tak heran kalau ada kesan Jokowi membiarkan wacana reshuffle kabinet itu mengambang dan berhembus ke mana-mana. Toh wacana itu bukan dari dirinya. Malah wacana reshuffle kabinet digunakan oleh Jokowi dengan cerdik untuk menunjukkan kepada publik bahwa dia bukanlah presiden macam ayam sayur kemarin sore yang gampang disetir dan dipengaruhi.

Bagi Jokowi yang paham undang-undang, reshuffle kabinet adalah hak prerogatifnya sebagai presiden. Tidak ada pihak yang bisa mengganggu gugat. Dia tidak boleh dipaksa oleh siapa pun. Jokowi adalah Jokowi yang teguh dan punya prinsip. Bila dia belum mau merombak kabinetnya, tidak boleh ada pihak yang merasa berhak mengaturnya. Urusan perombakan kabinet adalah urusan dirinya sebagai presiden. Jokowi baru mau merombak kabinetnya bila keadaan benar-benar genting dan memaksa. Dengan kata lain harus ada tusukan-tusukan dalam yang diterimanya. Namun hal itu sama sekali tidak ada.  Nah bila demikian, wacana reshuffle kabinet yang dihembuskan selama ini adalah hanya wacana omong kosong.

Asaaro Lahagu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun