Kau selalu ingin kembali ke suatu tempat. Yang mana jika di tempat itu kau bisa kembali merasakan baik-baik saja. Bahkan kau sering mengungkap itu tapi aku tak pernah menganggap serius dan kupikir hanya sebuah lelucon. Saat aku bertanya di mana tempatnya kau selalu bilang ini rahasia besar lalu kau akan tertawa,
'Haha, kau akan tahu sebentar lagi. Jangan terus menanyakan hal itu'
Aku mengatakan jika aku tak keberatan untuk menemani perjalananmu. Tak peduli sejauh apapun itu, tak peduli bagaimana bentuk tempatnya. Aku akan berusaha terus berada di sampingmu. Bahkan jika harus tersesat dan hidup di antah-berantah sekalipun. Akan terasa lebih baik jika bersamamu.
Namun, firasat terlalu dalam dan setiap malam kau mengirimiku pesan untuk bersiap dengan kabar buruk. Aku bilang aku tak mau menerima kabar buruk apapun itu yang kuinginkan hanya kabar baik dan terus menjalani hari bahagia. Namun kau bersikeras untuk setidaknya menyiapkan perasaan dan menyuruhku untuk membeli gaun hitam terbaik. Untuk apa?
Bilangan kalender sudah saatnya berganti dari halaman satu ke halaman lainnya. Tiba pada akhir tahun yang dingin dengan damainya perayaan natal yang biasa kau lakukan bersama teman-temanmu. Mendekorasi studio musik dengan pohon cemara tak lupa juga bola warna-warni dan confetti yang berserakan di lantai kayu. Kakakmu akan menyiapkan sebotol soda juga sepotong roti dan bernyanyi sampai pagi.
Tahun itu masih sangat kentara perasaan hangat saat ibumu menuangkan teh panas di cangkir bentuk buah jeruk favoritku. Namun, kali ini untuk pertama kalinya tak ada suasana yang menghangatkan perasaanku. Meski aku tetap datang ke rumahmu dan bertemu dengan ibu dan kakak perempuanmu, tapi rasanya lain.
Jaket mantel tebal berwarna hitam dengan syal merah layaknya kucing terbebal kain yang kedinginan. Tak lupa sebagai tradisi tahunan kita aku bawakan sekotak pai selai coklat dan satu botol smoothies buah beri yang menjadi favorit keluargamu sejak aku membawanya pertama kali dua tahun yang lalu.
Tok.. Tok.. Tok..
Tak butuh waktu lama aku menggigil di luar kakakmu segera membukakan pintu. Perempuan berusia tiga tahun lebih tua dariku ini begitu cantik memakai setelan kemeja santai dan celana berwarna abu-abu juga rambut panjang bergelombang yang dibiarkan tergerai.
"Kamu apa kabar?" Satu pertanyaan yang mampu mengusir rasa canggungku dan ia menggenggam tanganku seolah menguatkan bahwa semua orang di sini akan menyemangatiku sampai di titik akhir.
Berjalan menuju ruang tengah tempat di mana mamamu sedang duduk di depan meja berisi penuh sajian natal. Aku merasa istimewa saat ia mempersilahkan duduk di dekatnya, ia nampak berseri-seri saat menerima bungkusan hadiahku. Sama seperti tahun kemarin.