Itu lah yang menjadi keseharian Dito saat ini. Hanya diisi oleh pesta, mabuk-mabukan, bekerja, dan bersenang-senang. Disamping itu, Dito tetap menjadi anak yang menghargai kedua orangtuanya. Setiap bulan ia selalu mengirimkan uang yang tidak sedikit kepada mereka.
Hari-hari berlalu. Tak terasa sudah 7 tahun ia menempati lingkungan barunya. Semakin lama berada di tempat ini membuat batin Dito semakin tidak tenang. Padahal ia merasa setiap hari di dalam hidupnya dilewati untuk bersenang-senang. Dito tidak menyadari arti dari perasaan itu. Batin Dito telah menolak segala hal baru yang sudah ia lakukan. Batinnya merasa tidak setuju karena hal itu bukan merupakan sifat asli Dito.
 Sampai suatu ketika ia melihat temannya yang beranama Ahmed sedang melakukan Sholat di dalam apartemennya. Tiba-tiba saja kilasan masa lalu berputar di otaknya. Ia mulai mengingat setiap perkataan orang tua dan guru-gurunya saat mengajarkan gerakan itu. Tetapi hal itu langsung ditepis jauh-jauh oleh Dito. Ia merasa keputusannya untuk menjadi Atheis sudah sangat tepat karena ia tidak harus mengerjakan kewajiban agama yang dianggapnya beban.
"Kenapa To kok geleng-geleng kepala gitu?" Tanya Ahmed setelah ia menyelesaikan sholatnya.
"Gapapa kok. Hehehe" Jawab Dito dengan kekehan khasnya.
"Ngomong-ngomong, lu mau apa kemari?biasanya kan lu lagi pesta sama yang lain." Tanya Ahmed kepada Dito karena jarang sekali Dito mengunjunginya malam-malam seperti ini.
"Lagi bosen aja gue pesta. Gue pengen cerita Med kenapa ya belakangan ini gue ngerasa jiwa gue gak tenang. Padahal dari dulu gue mengharapkan banget hidup bebas kayak gini. Gak Cuma itu aja, gue juga sering banget mimpiin ibu gue dan dia nyuruh gue pulang. Aneh banget kan." Jelas Dito kepada Ahmed.
Ahmed lalu tersenyum kepada Dito lalu ia diam sebentar dan menatap langit-langit apartemennya. Sambil memikirkan kata apa yang cocok ia utarakan.
"Maaf ya To sebelumnya. Gue bukannya mau nyinggung soal kepercayaan lo. Tetapi menurut gue lu perlu asupan batin juga buat jiwa lo. Selama ini lu cuma mengisi perut sama otak lo doang sedangkan batin lo gak pernah lu isi To." Ucap Ahmed dengan hati-hati
 Dito terdiam dan meresapi perkataan singkat Ahmed. Ia mulai mempertanyakan keputusan yang telah diambilnya selama ini.
"Bukannya gue mau sok menggurui ya. Tapi pernah gak lo kepikiran kehidupan lo nanti setelah kematian?" Tanya Ahmed lagi setelah terdiam cukup lama.