Mohon tunggu...
Aldra Ghiffari
Aldra Ghiffari Mohon Tunggu... wiraswasta -

Berkata bijak bukan berarti bijaksana, berkata benar bukan menjadi standard kebenaran. Bijak dan Benar pada Porsi dan Proporsinya."Waktu, Sikon, Cara dan orangnya menjadi tolak ukur sebuah kebenaran". by https://twitter.com/Lafazh

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berbuat Seperti Apa yang dikatakan

15 Maret 2014   22:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:54 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak akhir-akhir ini orang selalu bermain kata-kata, memanis bibirkan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya, seakan itulah dirinya, seakan dialah orang yang paling benar, lagaknya dia seperti yang dikatakannya(Q.S 61/ Ash Shaff ayat 3-4) orang yang beriman jangan pernah mengatakan yang tak diilmuinya, tak dialaminya. Sebab hal tersebut sangat dibenci Allah. Orang yang berkata benar tak lebih baik dari orang yang Jihad dengan kebenarannya, Jihad melawan hawa nafsu, Jihad terhadap pengakuan/penilaian orang. Inilah perbuatan yang benar baru boleh berkata benar, baru bisa mengatakan kata-kata indah(motivasi) lagaknya seorang motivator, sementara motivnya/niatnya adalah pengakuan orang banyak, dengan banyak yang mengakuinya maka banyaklah duitnya. Emang ini kebenaran? Emangnya orang banyak yang menentukan Kebenaran?. Seharusnya orang yang berilmu dan dia beriman dari yang diilmuinya tersebut, sudah selayaknya hati-hati untuk berkata, sebab sekecil dan sebesar apapun yang dikatakan akan ada yang mengawasinya(Q.S 50/Qaaf ayat 18) Jika orang tersebut benar pasti yang pertama kali malu terhadap perkataanya adalah dirinya sendiri. Saat ini manusia sudah melupakan betapa pentingnya Ilmu yang sudah jadi pengalaman atau sebaliknya. Perkataan indah dijadikan sandaran semua orang untuk menentukannya, bagi yang tak punya rasa malu gampang untuk mengucapkannya/mengatakannya, namun bagi orang yang berilmu dan beriman tak mudah, bahkan ada rasa malu pada dirinya. Jiwa-jiwa orang seperti inilah yang beruntung, yang benar, yang menjadi tolak ukur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun