Mohon tunggu...
Lalu Abdul Fatah
Lalu Abdul Fatah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Editor Lepas, dan Pengajar Penulisan Kreatif

Berkecimpung di dunia pendidikan, khususnya literasi sejak 2014 sampai sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Komunikasi Massa Ala Anies Baswedan

25 Januari 2014   19:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:28 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ia juga, saya kira, piawai menyederhanakan konsep. Alih-alih menjelaskan dengan tuturan ilmiah yang kering nan kaku tentang apa itu kepemimpinan, misalnya, Anies justru menciptakan analogi (kesepadanan) yang bisa dipahami dengan mudah. Contohnya, dalam wawancara dengan BBC Indonesia, Anies membayangkan kepemimpinan itu seperti dirigen dalam sebuah orkestra.

"Tanya pada pemain biola: Anda bisakah main tanpa dirigen? Bisa! Tanya pemain piano, bisakah main tanpa dirigen? Bisa! Tanya seluruh pemain orkestra, semuanya bisa melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan, tanpa kehadiran seorang dirigen”.

“Tapi”, lanjutnya,”kehadiran dirigen itu memberikan nyawa, memberikan nuansa, memberikan perasaan tujuan yang sama.”

Di lain wawancara dengan Tribun, misalnya, ia menganalogikan kepemimpinan dengan orkes angklung.

"Dalam orkes angklung, tak hanya saya tapi juga masing-masing kita ikut bermain di dalamnya, semua turun tangan tak hanya diam," ujarnya, Selasa (3/12/2013).

Anies menutup dengan mengatakan, bukan saatnya lagi kepemimpinan ibarat sebuah band, di mana masyarakat hanya diam dan menyaksikan pemimpinnya tanpa mau terlibat dan turun tangan.

Bagaimana menurut Anda? Ketika sebuah konsep abstrak disampaikan lewat analogi, maka ia akan jauh lebih mudah dicerna, bukan?

Namun, saya kira, komunikasi massa yang baik tidaklah cukup. Integritas, saya kira yang menjadi modal utama seorang Anies Baswedan. Ketika publik mengenalnya sebagai orang yang konsisten antara tindakan dengan nilai-nilai yang ia pegang, maka dengan atau tanpa memercikkan kata-kata pun, orang akan terinspirasi dan jauh lebih mudah digerakkan.

Menutup tulisan ini, saya kutipkan tulisan Anies yang diunggah di situs pribadinya dan telah dimuat pula di buku "Menjadi Indonesia: Surat dari dan untuk Pemimpin" yang diterbitkan oleh TEMPO Institute.

"Menjadi pemimpin itu bukan soal kecerdasan, kharisma, komunikasi, tampilan, dan segala macam atribut yang biasa dilekatkan pada figur pemimpin. Disebut pemimpin atau tidak ini adalah soal ada atau tidaknya yang mengikuti. Hadirnya pengakuan dan kepengikutan itu yang mengubah seseorang jadi pemimpin. Menjadi pemimpin adalah soal pengakuan dari yang dipimpin, sebuah rumusan sederhana yang sering terlupakan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun