Mohon tunggu...
Laely Choirunisa
Laely Choirunisa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Nama saya Laely Choirunisa saya anak pertama dari dua bersaudara. sekarang saya meneruskan pendidikan di IAIN Salatiga, untuk saat ini saya berdomisili di pondok Al-Isti'anah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembiayaan Akad Ijarah terhadap Bank Syariah dari Segi Ekonomi Syariah

24 Desember 2020   09:27 Diperbarui: 24 Desember 2020   09:29 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lembaga keuangan syariah untuk saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat baik dilihat dari lingkup internal maupun eksternal. Untuk lembaga keuangan sendiri terdapat dua macam diantaranya lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank baik dari segi konven maupun syariah. 

Dinamika kehidupanpun tidak semua orang mendapatkan suatu kehidupan yang berkucukupan, ada kalanya orang tersebut kekurangan dari segi financial sehingga orang tersebut kurang bisa memenuhi kebutuhan kesehariannya. Dengan adanya kasus seperti itu maka yang dapat masyarakat lakukan pastinya dengan cara mengajukan pinjaman kepada sesama maupun kepada lembaga-lembaga keuangan.

Namun, dengan munculnya lembaga-lembaga keuangan di masyarakat terkadang dalam segi transaksi mereka mempraktikkan riba guna memperoleh keuntungan. Tidak jarang mereka menamakan lembaga keuangan sebagai lembaga keuangan syariah. Namun pada kenyataannya tidak semua lembaga keuangan tersebut menjalankan usahanya sesuai dengan teori yang telah ditetapkan dalam hukum islam.

Perbedaan terkait dengan dua sistem yaitu diantaranya bank syariah dan bank konven adalah untuk bank konven menggunakan sistem bunga dalam membagi keuntungan. Sedangkan untuk bank syariah lebih menggunakan sistem bagi hasil atau nisbah ketika dalam membagi keuntungan.

Sebagai masyarakat islam dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah terlepas dari yang namanya bermuamalah. Dan pastinya masyarakat juga membutuhkan dana ketika menggunakan jasa pembiayaan yang telah lembaga keuangan syariah sediakan, salah satunya adanya pembiayaan akad ijarah dimana merupakan sebuah akad guna menjual suatu manfaat yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain dengan menggunakan ketentuan syariat.

Ijarah sendiri memiliki pengertian suatu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. untuk pembagian akad ijarah dapat dilihat dari segi objek terbagi menjadi dua bagian diantaranya sewa atas manfaat barang dan sewa atas suatu pekerjaan. Untuk penentuan ujrah sendiri dijelaskan dalam fatwa DSN No: 09/DSN MUI/IV/2000 mengenai pembiayaan ijarah bahwa flexibility dalam penentuan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak. Pada pasal 272 juga disebutkan bahwa untul waktu ijarah ditetapkan dalam awal akad atau bisa juga dengan kebiasaan, waktu pada ijarah pun juga dapat berubah berdasarkan kesepakatan antara dua belah pihak.

Dari segi objek pun terdapat dua jenis akad ijarah, yaitu yang pertama Al-Ijarah ala al-Manfa'ah. Dimana ijarah tersebut biasa disebut ijarah manfaat. Ijarah manfaat ada kaitannya dengan sewa jasa maksudnya dengan memperkerjakan seseorang dengan memberikan upah sebagai imbalan jasa yang telah disewa tersebut. Untuk yang kedua yaitu Al-Ijarah ala Al-'Amal atau biasa dikenal dengan ijarah yang bersifat pekerjaan, hal ini berhubungan dengan sewa asset ataupun property, maksudnya memindahkan hak untuk memakai dari asset atau property tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa.

Ada beberapa hal yang menyebabkan akad ijarah tersebut hilang apabila: objek tersebut hilang, waktu perjanjian berakhir, adanya pembatalan dari kedua belah pihak sebagaimana pembatalan dalam akad jual beli, ada dari beberapa ulama hanafiyah yang mengatakan bahwa salah satu dari pihak yang berakad itu meninggal dunia maka akad ijarah tersebut tidak dapat diwariskan kepada ahli warisnya, namun dari para jumhur ulama berbeda pendapat dengan ulama hanafiyah yang mengatakan bahwa jika ada salah satu pihak yang meninggal dunia maka akad itu tidaklah berakhir karena kemanfaatannya bisa diwariskan dan ijarah sendiri sama dengan jual beli, yaitu adanya keterikatan atau kedua belah pihak yang berakad tersebut saling terikat.

 

 

 

 

Referensi

Basthomi, Ahmad Asy'fin., dan Achsania Hendratmi. 2017. Manajemen Risiko Pembiayaan Ijarah Pada Koperasi Syariah Pilar Mandiri Surabaya. Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan. Vol. 4 No. 7: 547-559.

Solihah, Ajeng Mar'atus. 2014. Penerapan Akad Ijarah pada Multijasa dalam Perspektif Hukum Islam. Vol. 6 No. 1.

Santoso, harun dan Anik. 2015. Analisi Pembiayaan Ijarah Pada Perbankan Syariah. Vol. 01 No.02.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun