Mohon tunggu...
Laeli Nuraj
Laeli Nuraj Mohon Tunggu... Lainnya - Basic Education Research Team

Suka baca, ngopi, jalan pagi, dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

(Review Buku) Mata dan Nyala Api Purba, Menjelajah Kemungkinan Tanpa Batas

9 September 2024   21:53 Diperbarui: 10 September 2024   14:00 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mata dan Nyala Api Purba | Dok. pribadi

Mata dan Nyala Api Purba merupakan buku keempat karya Okki Madasari yang saya baca. Novel sastra anak ini menjadi serial terakhir dari tetralogi Mata: Mata di Tanah Melus, Mata dan Rahasia Pulau Gapi, Mata dan Manusia Laut, serta Mata dan Nyala Api Purba.

Matara tumbuh dewasa dan menjadi seorang guru Biologi di Sekolah Semesta, sebuah sekolah masa depan di ibukota negara yang baru. Serba serbi teknologi digital dan inovasi rekayasa genetika sangat kental mewarnai kehidupan sehari-hari. Cerita petualangan Matara bertemu dengan binatang-binatang yang dapat bicara seperti Dewa Buaya, Moli si kucing ajaib, dan manusia ikan di Wakatobi menginspirasi Binar dalam menggarap tugas proyeknya. Binar, salah satu muridnya menciptakan bibikus, binatang hasil dari telur seekor tikus yang telah disuntikan bermacam ramuan atau cairan kimia. Siapa sangka kawanan bibikus itu membawa Matara, Binar, dan para ilmuwan terjerumus ke lorong waktu jutaan tahun yang lalu, ke zaman purbakala.

Penulis: Okky Madasari
Ilustrator: Restu Ratnaningtyas
Tahun terbit: 2021
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Ukuran: 20 cm
Tebal: 236 halaman
Harga buku: Rp 57.600
Nomor ISBN: 978-602-06-847-7

Sinopsis

Matara kecil telah berenjak dewasa. Ia kini menjadi seorang guru Biologi di Sekolah Semesta, sebuah sekolah masa depan yang terletak di ibukota Nusantara baru. Sekolah unik yang memanfaatkan kecanggihan teknologi dan menciptakan beragam inovasi rekayasa genetika. Bangunan sekolah tidak serupa dengan gedung-gedung sekolah saat ini yang memanjang terdiri beberapa ruang kelas, namun Sekolah Semesta berbentuk bulatan menyerupai bola dengan dinding kaca transparan. 

Hanya anak-anak terpilih yang telah mengikuti seleksi ketat yang bisa masuk ke sekolah tersebut. Murid-murid tidak lagi menggunakan kertas, papan tulis, spidol, melainkan menggunakan layar di hadapannya. Mereka pun tidak perlu menggerakkan jari-jarinya untuk mengetik, cukup dengan mengucapkan kalimat yang akan ditulisnya.

Canggihnya teknologi tidak hanya digunakan di sekolah masa depan, di kota-kota besar kamera pengawas atau CCTV terpasang di setiap sudut jalan. Dengan begitu, tidak ada lagi pelanggaran aturan lalu lintas maupun kejahatan yang terjadi karena dengan mudahnya segala peristiwa terekam melalui kamera pengintai tersebut. 

Di Sekolah Semesta, proses pembelajaran tidak selalu dilakukan di ruang kelas. Guru cukup menyediakan materi yang akan dipelajari secara mandiri oleh murid-muridnya. Tidak ada penugasan berupa tes tertulis pilihan ganda maupun esai, murid-murid dituntut untuk menjadi peneliti dan penemu yang akan memberikan kontribusi kepada kemajuan zaman. 

Binar, salah satu murid Sekolah Semesta terinspirasi oleh cerita pengalaman Matara yang bertemu dengan Dewa Buaya di Tanah Melus, Moli si kucing ajaib, dan Manusia ikan Suku Bajo. Binar meramu berbagai cairan kimia yang kemudian disuntikan ke seekor tikus. Tikus itu pun bertelur banyak dan menetas menjadi Bibikus. Bibikus menyerupai tikus sebagai induknya namun bulat berbulu dan berekor panjang. Mereka beracun. Meski tidak mematikan namun bisa membuat orang tak sadarkan diri dan merasa lemas berhari-hari.

Mengetahui penemuan tersebut, Dewa, Kepala Sekolah Semesta segera melaporkan kepada presiden dan para ilmuwan. Presiden pun memberikan instruksi agar Bibikus diteliti dan dikembangbiakan. Namun, bibikus yang tumbuh besar dengan cepat dan kini dipindahkan ke hutan purba, menyeret Matara, Binar, Dewa, dan para ilmuwan terjebak masuk ke dalam lorong waktu zaman purbakala. 

Detik jam pun berhenti saat mereka melintasi lorong waktu zaman purba. 

Hal yang Menarik dan Pesan Moral

Harus diakui ide cerita dari serial Mata terakhir ini sangat cemerlang. Okki Madasari mengajak pembaca berimajinasi ke masa depan yang dalam kesehariannya dipenuhi dengan teknologi digital. Namun di waktu bersamaan, pembaca juga diajak mengembara kembali ke zaman purbakala. Bertemu dengan manusia-manusia purba yang bertubuh besar seperti Homo erectus dan yang lebih besar lagi Meganthropus serta binatang raksasa owa yang menyerupai Tyrannosaurus. 

Meskipun Matara sebagai pemeran utama dalam serial Mata telah beranjak dewasa, namun Okki Madasari menghadirkan sosok gadis kecil lain yang merupakan murid dari Sekolah Semesta, yaitu Binar. Binar yang hebat bisa menciptakan bibikus namun tetap lugu dan tidak memikirikan sejauh mana efek penemuannya sangat menggambarkan karakter anak-anak pada umumnya. Dengan begitu, konteks yang kompleks dalam serial terakhir ini tetap sesuai dibaca untuk anak-anak.

Hal baik dari sosok Binar, bocah pintar yang bisa menciptakan rekayasa genetika perlu didukung agar temuannya dapat memberikan manfaat pada dunia. Serta keberaniannya juga patut dicontoh anak-anak sebayanya untuk bisa mengeksplorasi pengetahuan dan wawasannya dengan memanfaatkan teknologi yang tersedia. 

Sekali lagi, perihal pendidikan selalu menjadi fokus utama seorang Okki Madasari. Gambaran pendidikan di masa depan berupa sekolah yang menggunakan media digital dan sistem pembelajaran yang canggih ditunjukkan melalui Sekolah Semesta. Bagaimanapun, kecanggihan teknologi dalam proses pembelajaran tetap membutuhkan peran guru dalam mendampingi murid belajar. 

Berikutnya yang tidak kalah menarik dari cerita ini tentunya sentilan kritik khas Okki Madasari tentang hutan purba yang menjadi obsesi sekaligus misteri negeri ini. Bahwasanya tidak ada yang segila presiden sekarang ini, yang terus menggali dan mencari. Walaupun tak jelas apa yang dicari. Semata-mata pencariannya ditujukkan untuk menjadikan hutan purba sebagai pusat peradaban dunia. 

Di samping itu, Okki Madasari juga menyisipkan kekhawatirannya pada kemajuan pembangunan yang serba digital memberikan dampak yang kurang baik pada alam. Tanaman tak lagi tumbuh secara alami. Adapun pepohonan hijau di pinggiran jalan kota merupakan tanaman buatan dari plastik yang tentu tidak mampu memasok kebutuhan oksigen bagi manusia. Pesan tersembunyi yang bisa diambil adalah seharusnya kita menjaga dan melestarikan hutan besar di Indonesia yang menjadi paru-paru dunia ini.

Secara penulisan cerita, alurnya dibuat begitu cepat sehingga pembaca (setidaknya saya sendiri) tidak rela untuk berhenti membaca sebelum cerita berakhir. Penuturan yang detail mengenai lokasi, bentuk, deskripsi, dan ilustrasi mampu membuat pembaca memfilmkan cerita dengan jelas di dalam pikirannya. 

Kesimpulan

Buku penutup dari serial Mata menyuguhkan ide brilian yang mampu membawa pembaca berimajinasi tentang kehidupan masa depan namun dalam waktu yang bersamaan juga menyeret pembaca ke masa lampau pada zaman purbakala. Pembaca diajak mengembara melintasi lorong waktu yang

Bagi saya sendiri, cerita Mata dan Nyala Api Purba membuat bertanya-tanya dan berandai-andai, apakah akan ada masa depan seperti yang digambarkan oleh Okki Madasari? Jika iya, kapan saatnya tiba? apakah 50 tahun yang akan datang atau 100 tahun nanti, atau justru teknologi akan lenyap dan dunia kembali seperti dulu sebelum adanya teknologi digital?

Sebelum Sobat Kompas membaca novel sastra anak yang penuh imajinasi ini, alangkah lebih baik membaca serial sebelumnya  Mata di Tanah Melus, Mata dan Rahasia Pulau Gapi, Mata dan Manusia Laut. 

Salam Literasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun