Mohon tunggu...
Laeli Nuraj
Laeli Nuraj Mohon Tunggu... Lainnya - Basic Education Research Team

Suka baca, ngopi, jalan pagi, dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

[Review Buku] Mata dan Manusia Laut, Kehidupan Suku Bajo di Wakatobi

6 September 2024   18:03 Diperbarui: 9 September 2024   16:27 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada waktu yang bersamaan, Matara dan Bambulo terseret tenggelam ke dasar lautan. Binatang-binatang laut termasuk gurita raksasa marah karena ulah kedua bocah yang sembrono. Gurita raksasa pun melilit tubuh Matara. Beruntungnya, ada Sam yang menolong Bambula dan Matara. Sam pun membawa mereka ke dasar lautan yang lebih dalam, mempertemukan dengan penghuni laut lainnya. Bagaimanapun, peristiwa ini memberikan pengalaman yang menakjubkan bagi Matara dan Bambula si manusia ikan. 

Hal yang Menarik dari Isi Buku

Ilustrasi hasil karya Restu Ratnaningtyas di setiap novel serial Mata selalu menarik dan sangat mendeskripsikan cerita yang dituturkan. Seperti cover Mata dan Manusia Laut, tubuh Matara dililit oleh salah satu dari delapan lengan seekor gurita dan Bambulo terlihat sedang berusaha menolongnya. Semula saya pikir cerita ini hanyalah tentang Matara dan Bambulo yang tenggelam di lautan, kemudian bertemu dengan gurita raksasa. Namun, tentu cerita Okki Madasari tidak sesederhana itu. Adanya kehidupan di dasar laut yang dihuni oleh para dewa laut dan manusia-manusia dari zaman ratusan tahun lalu sangatlah mengejutkan.

Seperti kedua serial novel sebelumnya, Mata dan Manusia Laut juga mengandung unsur magical realism yang kuat. Pertama, unsur magis yang tidak dapat tereduksi atau tidak dapat dilogika secara rasional, seperti adanya manusia-manusia setengah dewa, binatang-binatang laut yang dapat berkomunikasi dengan manusia, serta peristiwa tenggelamnya Mata dan Bambulo ke dasar lautan yang mustahil bisa selamat.

Kedua, dunia yang fenomenal yang empiris atau real. Unsur kedua dihadirkan sebagai latar cerita yaitu Kepulauan Wakatobi, rumah-rumah panggung yang berdiri di atas air, serta adanya orang-orang Bajo yang mampu menyelam hingga puluhan meter tanpa bantuan alat pernafasan. Juga terjadinya bencana gelombang tsunami yang ditandai dengan air laut surut dan gempa beberapa kali.

Ketiga, keragu-raguan yang meresahkan. Maksudnya adalah kontradiksi yang mengarahkan pembaca bertanya-tanya, apakah benar seorang sanro, sebutan untuk 'orang pintar' mampu menyembuhkan sakit dengan cara yang gaib. Apakah di dasar lautan ada kehidupan dimensi lain? Dan masih banyak lagi kejadian-kejadian yang dituliskan Okki Madasari yang menimbulkan keraguan.

Keempat, penggabungan realisme yang terwujud pada kepercayaan orang-orang Bajo terhadap kekuatan supranatural seorang sanro yang mampu memprediksi masa depan dan membaca alam. Selain itu, dialog antara Bambulo dengan lummu-lummu atau lumba-lumba juga menjadi pendukung unsur keempat ini.

Keberadaan orang-orang Bajo yang tersebar di beberapa kepulauan nusantara, seperti di Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Tenggara tentu menjadi hal yang paling menarik di dalam novel anak ini. Secara eksplisit dan implisit Okki Madasari mengenalkan kehidupan dan keistimewaan orang-orang Bajo yang tinggal di lautan.

Namun, menurut saya penjelasan tersebut porsinya terlalu sedikit. Ekspektasi saya pada novel ini lebih banyak menuturkan tentang keseharian dan hubungan sosial di antara mereka. Mata dan Manusia Laut justru lebih banyak bercerita kehidupan fantasi di bawah laut. Mungkin ini yang menjadi satu kekurangan kecil. Meski demikian, anggapan ini tentu akan berbeda jika pembacanya merupakan anak-anak sesuai sasaran dari penulisan cerita ini. 

Pesan Moral

Pendidikan merupakan hal utama yang selalu disuarakan Okki Madasari di dalam ketiga serial novel Mata ini. Seperti pada kedua novel sebelumnya, pentingnya sebuah pendidikan juga diungkapkan melalui cerita Bambulo yang kerap bolos sekolah. Bagi Bambulo dan Orang-orang Bajo, sekolah formal tidak begitu dibutuhkan karena tidak mengajarkan cara menangkap ikan, berenang, maupun berlayar. Sejatinya, pendidikan bisa didapatkan dari mana saja dan dari siapa saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun