Mata dan Rahasia Pulau Gapi merupakan buku kedua karya Okki Madasari yang saya baca. Novel sastra anak ini menjadi serial kedua dari tetralogi Mata: Mata di Tanah Melus, Mata dan Rahasia Pulau Gapi, Mata dan Manusia Laut, serta Mata dan Nyala Api Purba.
Jika pada serial pertama Mata di Tanah Melus, Okki Madasari menceritakan petualangan Matara dengan ibunya, di buku ini Matara berkelana bersama seekor kucing bernama Molu dan si Laba-laba yang merupakan jelmaan anjing peliharaan sang Sultan. Ketiganya memiliki misi menyelamatkan dan menjaga benteng-benteng pusaka peninggalan zaman dulu.
Penulis: Okky Madasari
Ilustrator: Restu Ratnaningtyas
Tahun terbit: 2018
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Ukuran: 20 cm
Tebal: 256 halaman
Harga buku: Rp 63.200
Nomor ISBN: 978-602-06-1938-5
Sinopsis
Mata dan Rahasia Pulau Gapi mengungkap kepingan-kepingan sejarah peradaban Kota Kesultanan Ternate sejak abad ke-16. Menyingkap maksud kedatangan bangsa kulit putih, seperti Portugis, Spanyol, Belanda, dan Jepang dalam usahanya untuk memonopoli perdagangan cengkeh dan saling berebut kekuasaan.
Ternate menjadi rumah baru bagi Matara dan keluarganya. Ayahnya mendapat pekerjaan baru sebagai manager sebuah hotel di kota ini. Kepindahan mereka sebenarnya bukan semata-mata karena pekerjaan baru ayahnya, namun juga disebabkan oleh tidak lolosnya Matara dalam mengikuti seleksi masuk ke SMP favorit di Jakarta.
Matara dan ibunya merasa sangat sedih, kecewa dan marah. Tanpa pikir panjang, mereka pun lantas setuju untuk pindah ke Pulau Maluku. Mereka menempati rumah tua bergaya Eropa yang letaknya tidak jauh dari pelabuhan. Dari beranda rumahnya nampak dua pulau berbentuk gunung persis seperti yang tergambar pada uang seribuan. Kedua pulau itu adalah Pulau Maitara dan Pulau Tidore.
Kehidupan baru dimulai, begitu juga dengan sekolah Matara. Ibunya yang sangat concern terhadap pendidikan, memutuskan untuk memberikan home schooling bagi Matara. Dia akan menjadi guru dan mengajari Matara dengan serius untuk membalas kegagalan masuk ke sekolah impian.
Suatu hari, Matara merasa sangat lelah dan bosan dengan cara mengajar ibunya yang keras dan selalu menuntut. Selepas subuh, diam-diam Matara pergi seorang diri ke pelabuhan tanpa tujuan jelas. Di pelabuhan itulah Matara bertemu dengan Molu, seekor kucing hitam yang telah hidup sejak ratusan tahun silam. Tepat setelah Gunung api Gamalama meletus dengan dahsyat.
Molu, si kucing ajaib yang mampu berbicara layaknya manusia sejenak membuat Matara terkejut hampir tidak percaya. Molu mengajak Matara berjalan menuju ke sebuah benteng. Dałam perjalanan, Molu banyak bercerita tentang kejadian naas yang terjadi pada 500-an tahun yang lalu, saat Sultan Hairun, penguasa Pulau Gapi dijebak dan dibunuh oleh Portugis.