Di kawasan konservasi ini, ada 9 ekor gajah yang dilindungi. Dari kiri, ada Agustin yang sudah berusia 54 tahun, Yuni, Olive dan anaknya, Carlos, Chris yang bergading, Boni yang masih berumur 3 tahun dan ibunya, Sari sudah 50 tahun. Adapun 2 ekor lainnya, termasuk Theo (gajah jantan paling tua) tidak ikut mandi pagi. Dari kejauhan, memang agak sulit membedakan gajah-gajah ini, namun ketika sudah berinteraksi akan lebih mudah mengenalnya.Â
Setelah mendapat instruksi dari pemimpin mahout, kami dan wisatawan lainnya bergegas memandikan gajah. Menyentuh, menyikat badan gajah, merasakan tekstur kulitnya, telinga, dan belalainya, menjadi pengalaman yang benar-benar mengesankan. Pertama, saya menyikat badan Agustin. Agustin rupanya agak ngeyel, membuat sang pawang harus sedikit berteriak untuk menenangkannya.Â
Kemudian, saya beralih ke Boni yang mengingatkan saya pada cerita Bona dan Rong Rong pada majalah Bobo. Boni yang masih balita tapi badannya sudah besar.Â
Setelah memandikan gajah, kami juga diberi kesempatan untuk memberi makan berupa pisang dan ketela rebus serta tanaman seperti potongan batang bambu. Seru sekali, ketika Sari dan Boni saling berebut makanan, belalainya mengarah ke tangan saya yang menggenggam kantong makanan.Â
Setelah itu, saatnya bermain dengan bebas. Para pawang menginstruksikan gajah untuk menyemburkan air ke wisatawan. Bahkan ada yang dicium dengan belalainya, lucu sekali. Ini dia Chris, salah satu dari 3 ekor jantan dengan gadingnya yang gagah. Berkali-kali Chris menyemburkan air membuat wisatawan basah kuyup.
Paket wisata ini sangat luar biasa, mengenalkan dan mendekatkan manusia dengan gajah. Bahwasanya gajah adalah binatang yang cerdas, baik, dan memiliki daya ingat yang kuat. Sudah sepatutnya masyarakat hidup berdampingan, berkawan, dan melindungi gajah-gajah yang terancam punah. Jika wisatawan masih penasaran dengan aktivitas gajah lainnya, tersedia juga paket Angon Gajah, wisata patroli mengelilingi hutan bersama gajah selama 1-2 jam. Tarif paket wisata ini dibandrol Rp 300.000.Â
Puas bermain dengan gajah, saatnya menyusuri sungai dengan tubing. Arus sungai yang tenang dan kemudian sedikit berombak memberikan sensasi yang menyenangkan.Â
Dua puluh menit berlalu, kami berhenti sejenak untuk menikmati dinginnya Air Terjun Sigarut. Garut berasal dari Bahasa Karo yang artinya batu asah. Jadi batu-batu di sekitar air terjun ini biasa diambil dan digunakan masyarakat untuk mengasah pisau dan benda tajam lainnya.