Mohon tunggu...
Laeli Nuraj
Laeli Nuraj Mohon Tunggu... Lainnya - Basic Education Research Team

Suka baca, ngopi, jalan pagi, dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menilik Sejarah Daerah Multikultural di Museum Sumatera Utara

13 Agustus 2024   22:11 Diperbarui: 14 Agustus 2024   18:09 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komposisi Penduduk Masa Kolonial | Dok. pribadi

Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang masyarakatnya sangat multikultural. Penduduk asli terdiri dari Suku Melayu, Batak, Karo, Mandailing, Nias, dan masih banyak lagi. Sementara masyarakat pendatang dari luar pulau mayoritas berasal dari Jawa, Aceh, dan Padang. Sedangkan etnis dari luar nusantara datang dari China dan India sejak dulu kala. Masing-masing suku membawa kebudayaan, agama, dan kuliner yang unik, menjadikan Medan sangat kaya dan beragam. 

Keragaman tersebut dapat dinikmati di Museum Negeri Sumatera Utara. Sebuah museum yang letaknya di Jalan H.M. Jhoni No. 51, Medan. Museum ini buka setiap hari kecuali hari Senin, dari pukul 09.00-15.00 untuk weekend dan buka dari pokuł 09.00-15.30 saat weekdays. 

Sebagai perantau yang tinggal di Medan sejak awal 2024, rasa ingin tahu tentang sejarah dan perkembangan zaman di Sumatera membawa saya ke Museum Negeri Sumatera Utara. Sabtu lalu, saya berkunjung ke sana, namun hanya sebentar karena museum segera ditutup. Saya pun mengunjunginya lagi pada hari Minggu. Untung harga tiket masuknya murah, hanya Rp 5.000 untuk dewasa dan Rp 3.000 untuk anak-anak. Meskipun murah, tapi pengunjung museum ternyata tidak cukup banyak. Apakah masyarakat kurang tertarik dengan museum ini?

Padahal, museum dengan konstruksi gedung yang menyerupai rumah adat dan sangat luas ini menyimpan banyak sekali koleksi bersejarah. 

Di ruang pertama, sepasang Makara, hewan mitos berkepala gajah dan berekor ikan diletakkan di sisi kiri dan kanan pintu masuk. Makara menjadi koleksi pertama yang diletakkan oleh Presiden pertama RI, Ir. Soekarno pada tahun 1954. Namun museum ini diresmikan pada 19 April 1982. 

Makara | Dok. pribadi
Makara | Dok. pribadi

Museum Negeri Sumatera Utara terdiri dari dua lantai dengan beberapa ruangan. Di lantai 1 sayap kanan, terdapat Ruang Prasejarah, Ruang Religi Kuno, Ruang Masa Kerajaan Hindu Budha, Ruang Perkembangan Islam di Sumatera Utara, dan Ruang Kolonial. Di sayap kiri, terdapat Ruang Gubernur, Ruang Perjuangan, dan Ruang Pers. Di halaman belakang terdapat ruangan terbuka Taman Purbakala. Sedangkan di lantai 2, berisi Ruang Etnografi dan serba serbi Thailand. 

Ruang Prasejarah

Di Ruang ini, terdapat replika manusia purba dan peralatan hidupnya, beragam artefak, dan replika binatang yang hidup pada masanya. Adapun yang asli yaitu fosil Gajah Sumatera (Gajah Asia) yang pada saat itu sangat banyak ditemui. Begitu juga dengan Gajah Afrika. Sayangnya, spesies ini sekarang sudah menjadi hewan langka yang jumlahnya dapat dihitung dengan jari. 

Tulang Gajah | Dok. pribadi
Tulang Gajah | Dok. pribadi

Ruang Religi kuno

Jauh sebelum agama masuk ke Nusantara, penduduk wilayah Sumatera Utara memiliki kepercayaannya sendiri. Kepercayaan pada alam, dewa-dewa, mahluk non manusia, dan arwah para leluhur. Hal ini terbukti dari banyaknya peninggalan sejarah yang tersimpan di Ruang Religi Kuno berupa arca dan naskah mantra-mantra kuno. 

Peti mati dari Nias | Dok. pribadi
Peti mati dari Nias | Dok. pribadi

Setiap arca dan mantra tersebut memiliki kegunaan yang berbeda-beda. Contohnya Arca (Adu) Faomo yang menggambarkan sepasang suami istri ini merupakan bagian dari religi Nias Kuno, disembah untuk memohon kedamaian dan ketentraman dalam rumah tangga. Ada lagi Adu Leluhur Nias yang merepresentasikan sebagai perempuan atau ibu. Arca ini dianggap sebagai lambang pengasih dan penyayang.

Mantra Kuno | Dok. pribadi
Mantra Kuno | Dok. pribadi

Naskah Pustaka Laklak yang ditulis dengan aksara dan bahasa Batak Kuno ini juga memiliki fungsi yang beragam. Seperti Tabas, merupakan mantra yang berisi ramuan untuk membinasakan orang yang dibenci. Ada pula Pagar, mantra yang digunakan sebagai pegangan bagi orang yang dihina. Selain itu juga ada Pustaka Laklak yang berisi tentang hari baik dan hari jahat dipakai untuk menetapkan tanggal pelaksanaan upacara. 

Masa Kerajaan Hindu-Buddha

Sejak dulu Sumatera Utara menjadi pusat niaga yang dikunjungi para pedagang dari berbagai belahan dunia. Pedangang-pedagang datang membawa kebudayaan dan menyebarkan Agama Hindu-Budha. Banyak sekali arca, candi-candi, dan prasasti yang ditemukan di Kabupaten Padang Lawas. Salah satunya adalah Prasasti Panai/Pane. Prasasti ini menggunakan Aksara Jawa Kuno dan Bahasa Melayu Kuno. Sayangnya sebagian kata-katanya masih belum dapat diterjemahkan. 

Prasasti Panai | Dok. pribadi
Prasasti Panai | Dok. pribadi

Selain arca dan prasasti, banyak juga temuan dari Situs Kota Cina di Medan. Beragam artefak seperti manik-manik, bang logam, tembikar, dan keramik-keramik China.

Islam di Sumatera Utara

Penyebaran Islam di Sumatera Utara sebenarnya belum diketahui secara pasti kapan dan dimana awalnya. Namun, eksistensi Islam di Pesisir Timur ditandai dengan berdirinya kesultanan-kesultanan Melayu seperti di Langkat, Deli, Bedagai, dsb.

Naskah Tata Bahasa Arab | Dok. pribadi
Naskah Tata Bahasa Arab | Dok. pribadi

Selain penjelasan tentang penyebaran Islam, di ruangan ini tersimpan banyak Naskah berbahasa Arab, beberapa surat dari Al Quran, naskah tasawuf, naskah tauhid, naskah fiqih, dan doa-doa. Di samping itu juga terdapat beberapa nisan dan miniatur Masjid Azizi di Langkat dengan gaya arsitektur bernuansa khas Timur Tengah.


Ruang Masa Kolonial

Banyaknya jenis rempah-rempah yang sangat beragam di Sumatera Utara, seperti lada, cengkeh, kayu manis, kopi, dan tembakau, menarik perhatian para pedagang Bangsa Eropa. Mulanya mereka datang untuk membeli lalu menjual kembali rempah-rempah tersebut, namun semakin lama semakin tergiur dan menjadi penjajah ingin berkuasa di Nusantara yang kaya ini. 

Apalagi Tembakau Deli yang termasyhur aroma dan kelezatannya. Mereka, para penjajah membuka lahan perkebunan tembakau dan mempekerjakan penduduk lokal sebagai kuli. Keberhasilan perkebunan berdampak pada politik. Kesultanan-kesultanan diminta menandatangani Perjanjian sebagai tanda taklukkepada pemerintah kolonial.

Rempah-rempah | Dok. pribadi
Rempah-rempah | Dok. pribadi

Industri perkebunan ini semakin berkembang. Semakin banyak pula buruh yang dipekerjakan secara kasar berasal dari China, India, dan Jawa. Di ruangan ini, ditampilkan diorama komposisi penduduk di masa kolonial dan dipamerkan alat-alat perkebunan, uang token, dan beberapa mesin penggiling.

Ruang Etnografi

Naik ke lantai 2, di sini ada Ruang Etnografi. Ruang yang menjadi favorit saya. Keterangan beragam suku yang ditampilkan di dinding memberikan pemahaman bahwasanya Medan itu bukan hanya Batak saja. Ada Melayu, Angkola/Mandailing, Simalungun, Pakpak, Karo, Nias, Pesisir (Tapanuli Tengah dan Sibolga), dan Suku Pendatang.

Selain keterangan tentang suku-suku, di ruangan ini juga di tampilkan alat-alat pertukangan, alat perikanan, transportasi tradisional, peralatan sawah dan ladang, alat berburu dan meramu, senjata tradisional, dan mainan tradisional.

Rumah Adat Karo | Dok. pribadi
Rumah Adat Karo | Dok. pribadi
Meskipun rumah adat masing-masing suku memiliki karakter yang sama yaitu berbentuk rumah panggung dan tanga paku (memakai pasak) dengan bahan-bahan dari alam, namun jika diperhatikan rumah adat setiap suku sangat berbeda. Adapun Rumah Adat Karo memiliki atap serupa dengan Rumah Adat Batak Toba dan Simalungun. Sementara Rumah Adat Angkola-Mandailing atapnya memanjang. Sedangkan Rumah Adat Nias beratap seperti Rumah Adat Papua. Dan Rumah Adat Melayu terlihat Rumah Adat Bengkulu dengan warna khas kuning dan hijau. 

Ukiran | Dok. pribadi
Ukiran | Dok. pribadi

Tidak hanya bentuk atapnya yang beragam, hiasan ukirannya pun ternyata berupa-rupa dan sangat cantik. Ukiran pertama merupakan Singa-singa (Gaja Dompak) dan Simataniari. Ornamen ini memiliki fungsi untuk penolak bala. Kedua, Bunga Gundur dan Pantil Manggis khas Karo berfungsi sebagai penambah keindahan. 

Ketiga, Bintang, biasa dipahatkan di Rumah Adat Mandailing. Keempat, Hambing Mardugu, ornamen dari Simalungun yang menggambarkan dua kepala kambing dalam posisi seolah-olah hendak berlaga. Kelima, Niosolofiga, ornamen dari Nias sebagai lambang persatuan dan gotong royong. Keenam, pucuk Rebung, hiasan khas Melayu yang melambangkan persatuan. Banyak dijumpai di istana dan masjid. 

Sementara di Bagian kiri yang menyerupai cicak merupakan Boraspati. Dalam kepercayaan Batak dianggap kekuatan pelindung manusia dari marabahaya. Dan terakhir yang paling bawah adalah Pengret-ret, jalinan tali ijuk berbentuk cicak sebagai lambang kekuatan, penangkal setan, dan persatuan masyarakat. 

Masih di lantai 2, di sini juga ditampilkan jenis tarian, alat musik, dan kain khas dari setiap suku yang tidak hanya mempercantik tetapi memiliki makna simbolis. 

Sigale-gale | Dok. pribadi
Sigale-gale | Dok. pribadi

Masyarakat Batak Toba menyebut kain tenun khasnya dengan Ulos, Orang Karo menamainya Uis, Orang Simalungun menyebutnya  Hiou. Oles untuk orang Pakpak, Abit untuk Mandailing, dan Songket untuk Melayu. Sementara Nias diduga tidak mengenal kain tenun kapas, mereka membuat pakaian dari kulit kayu

Tenun | Dok. pribadi
Tenun | Dok. pribadi

Ruang pers 

Kembali ke lantai 1, di ujung terdapat Ruang Pers yang menampilkan tokoh-tokoh pers dan ratusan surat kabar yang terbit dari tahun 1885 hingga 1945. Bahasa yang digunakan dalam surat kabar beragam, ada Bahasa Belanda, Batak, Melayu, Jawa, dan lainnya. 

Ruang Pers | Dok. pribadi
Ruang Pers | Dok. pribadi

Sejarah perjuangan

Ruangan ini juga menjadi favorit saya. Di ruangan ini, pengunjung yang sudah lelah berkeliling museum bisa duduk santai sambil menyaksikan film animasi sederhana yang mengisahkan perjuangan Raja Sisingamangaraja XII yang melawan Masa Kolonial pada tahun 1876.

Kisah Sisingamangaraja | Dok. pribadi
Kisah Sisingamangaraja | Dok. pribadi

Sementara di ruangan sebelahnya, terdapat cerita sejarah yang menuturkan Pertempuran Medan Arean, waktu Sekutu Mendarat, masa Pendudukan Jepang, Pergerakan Nasional, hingga Kemerdekaan. Di sini juga dipamerkan dokumen-dokumen kuno yang tersimpan di dalam lemari kaca. 

Dokumen kuno | Dok. pribadi
Dokumen kuno | Dok. pribadi
Taman Purbakala

Di halaman belakang terdapat ruangan terbuka dan berjajar rapi arca-arca dan prasasti. Banyaknya koleksi arca dan prasasti menjadikan Museum Sumatera Utara disebut dengan Gedung Arca.

Taman Purbakala | Dok. pribadi
Taman Purbakala | Dok. pribadi

Arca | Dok. pribadi
Arca | Dok. pribadi

Perpustakaan

Di samping gedung museum masih ada perpustakaan. Sayang sekali perpustakaan ini sedang direnovasi, jadi belum bisa dikunjungi.

Perpustakaan | Dok. pribadi
Perpustakaan | Dok. pribadi

Menyenangkan sekali ya, bervakansi ke Museum Negeri Sumatera Utara. Secara keseluruhan, menurut saya museum ini sangat lengkap dan memberikan warna tersendiri yang khas. Tentu berbeda sekali dengan museum-museum di Jawa yang pernah saya kunjungi. 

Meskipun demikian, ada beberapa hal yang sepertinya bisa menjadi masukan untuk perbaikan.

  • Pemandu. Museum ini tidak menyediakan jasa pemandu yang membantu pengunjung mengelilingi museum. Adapun siswa-siswa yang sedang praktik kerja lapangan tidak cukup membantu karena keterbatasan pengetahuannya. Pihak museum harus memberikan semacam training agar siswa-siswa ini memiliki bekal dan keberanian untuk memandu pengunjung. 
  • Penanda arah urutan mengelilingi museum. Tidak adanya petunjuk atau denah tata ruang sedikit membingungkan pengunjung untuk mulai dari mana mengelilinginya.
  • Perlu campaign lebih sering baik secara offline maupun melalui social media dan event-event menarik, agar lebih banyak orang yang tertarik mengunjungi museum ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun