Mohon tunggu...
Laeli Nuraj
Laeli Nuraj Mohon Tunggu... Lainnya - Basic Education Research Team

Suka baca, ngopi, jalan pagi, dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Radiogram di Fakfak Lebih Pintar dari Smartphone

9 Agustus 2024   22:47 Diperbarui: 11 Agustus 2024   07:44 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Radio | Dokumentasi Pribadi

Radiogram. Pernahkah Sobat Kompasianer mendengar istilah itu? Unik, bukan?

Kali pertama saya mengetahui radiogram pada tahun 2015 lalu ketika saya mengikuti program volunteering sebagai guru SD di pelosok negeri. Tepatnya di Kampung Offie, Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Kira-kira jaraknya 50 km dari pusat kota, jika ditempuh dengan taksi (sebutan untuk angkot) memakan waktu kurang lebih 2-3 jam. Jika jalan kampung dalam keadaan baik dan bisa dilewati maka angkot bisa masuk sampai ke Kampung Offie. Namun ketika jalanan sedang tidak memungkinkan, maka angkot hanya membawa penumpang hingga ke kampung sebelah lalu dilanjutkan dengan perahu mesin. 

Tangkapan Layar Letak Kampung Offie | Dok. pribadi
Tangkapan Layar Letak Kampung Offie | Dok. pribadi

Kala itu, jaringan internet belum menjangkau ke Kampung Offie dan banyak kampung lainnya di penjuru Fakfak. Jangankan jaringan, listrik saja hanya menyala saat malam hari mulai pukul 6 sore hingga tengah malam. 

Dengan demikian, smartphone yang saya gunakan tidak dapat berfungsi dengan semestinya. Lantas, masih pantaskah disebut ponsel pintar ketika kegunaannya sebatas menangkap momen dan senter saja?

Pusing. Meragukan kemampuan diri untuk beradaptasi dan bertahan hidup tanpa smartphone, tanpa listrik, tanpa jaringan. Ketika di Jawa, di kota-kota besar lainnya di Indonesia, segala aktivitas bisa dilakukan hanya dengan menyentuh layar smartphone, di Kampung Offie tidak demikian. 

Lalu, bagaimana caranya menyampaikan pesan kepada sanak saudara? Bagaimana jika ada info penting dan keperluan mendesak yang mengharuskan saya pergi ke kota jika ada rapat dengan teman-teman volunteer lainnya? 

Bak diseret ke dalam dimensi waktu 90-an, pesan dapat disampaikan melalui surat. Tentu surat ini tidak dikirim ke kantor pos karena akan menyita waktu yang cukup lama. 

Jadi, orang-orang akan menitipkan surat kapada supir taksi, pedagang, atau siapa saja yang sedang melakukan perjalanan dari dan ke kota. Tenang, surat ini pasti akan sampai pada tujuan. Pengantar surat bisa dipercaya dan bertanggung jawab. 

Selain surat, ada yang lebih canggih lagi yaitu Radiogram atau Radio Telegram. Sebuah program dari RRI Fakfak yang berfungsi menyebarkan pesan atau informasi ke seluruh penjuru sudut-sudut kampung. 

Melalui Radiogram, pesan pribadi, pengumuman perihal rapat, pertemuan, undangan untuk kepala kampung, guru, bidan, kepala puskesmas, dan seluruh warga akan tersampaikan. 

Radiogram bisa disiarkan kapan saja sesuai permitaan pengirim pesan. Untuk sekali penyiaran, pengirim pesan dikenakan tarif Rp 30.000. Jika penyiar sedang berbaik hati, Rp 50.000 bisa digunakan untuk dua kali penyiaran. 

Saban hari radio-radio yang menjadi salah satu kekayaan utama masyarakat kampung, digantung di depan pintu atau diletakkan di atas meja yang beralas daster bekas. Baterai-baterai reot dijemur di atas daun seng berkali-kali agar dapat dipakai lagi. Warga kampung selalu mendengarkan stasiun penyiaran satu-satunya dan menanti barangkali ada pesan yang ditujukan untuk dirinya.

"Ibu, Ibu, ada pesan Radiogram untuk Ibu. Ibu disuruh pi kota segera, dorang bilang ada mau rapat ooo..." 

Lucu dan menggelikan, ketika pertama kali saya mendapat pesan Radiogram. Lantaran host family saya tidak memiliki radio, maka anak-anak murid, tetangga, bahkan sekertaris kampung, segera memberi tahu saya. Seperti sudah menjadi kewajiban bagi siapapun yang mendengar pesan untuk menyampaikannya ke penerima yang dituju. Ada rasa haru tapi juga tergelitik, membayangkan semua warga kampung bahkan seluruh warga Kota Fakfak mengetahui pesan itu. 

Saya jadi teringat masa kecil ketika televisi dan radio menjadi sumber hiburan. Radiogram digunakan untuk mengirim salam-salam atau request lagu idaman. Di sini, radiogram lebih fungsional dan bermanfaat. Sebuah ide cemerlang di tengah keterbatasan.

Tinggal dan hidup satu tahun tanpa smartphone, nyatanya tidak sesulit itu. Meskipun tentu tertinggal informasi terkini, tidak bisa bertukar sapa dengan keluarga di Jawa, namun tidak adanya jaringan yang mendukung smartphone membuat hidup terasa lebih hidup. Diri ini menjadi lebih fokus dan konsentrasi dengan yang nyata di depan mata. Menikmati kebersamaan dengan hadir secara utuh tanpa memikirkan riuhnya perkembangan zaman yang semakin tidak karuan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun