Kesan pertama saat memasuki gerbang masuk Museum Tjong A Fie adalah museum ini benar-benar cantik, penuh warna, dan sangat mengagumkan. Sebuah rumah yang dibangun pada tahun 1895-1900 dengan gaya arsitektur tradisional China, Melayu, dan Eropa terlihat begitu kokoh dan mempesona.Â
Rasanya tidak sabar untuk melihat sejarah yang masih tersimpan baik di dalamnya. Saya segera membeli tiket masuk seharga Rp 35.000. Ada pilihan untuk mengitari museum sendiri atau dipandu. Tentu, saya memilih dipandu agar mendapatkan pengalaman dan cerita yang lebih mendalam.Â
Ruang Tamu
Rumah Tjong A Fie berlokasi di Kesawan. Bangunan ini terdiri dari dua lantai dan 35 ruangan. Ruang pertama sangat luas, lantainya bermotif klasik, dindingnya dicat kuning pudar, dengan sentuhan hijau tua pada pintu dan jendela, serta warna merah pada ornamen-ornamen ala Tionghoa.Â
Dekorasi kayu dengan ukiran Tionghoa digarap sangat detail. Ruangan ini digunakan untuk menerima tamu umum. Sementara, seperti pada gambar digunakan untuk menerima tamu-tamu dari Eropa.Â
Pada salah satu dinding terpasang foto keluarga Tjong A Fie dengan istri ketiga dan ketujuh anaknya, menantu, serta cucu-cucu. Istri pertama Tjong A Fie ada di Tiongkok, istri keduanya dari Penang, dan istri ketiganya berasal dari Binjai. Nah, museum ini dulunya merupakan kediaman keluarga Tjong A Fie dengan istri ketiganya.Â
Ketujuh anak Tjong A Fie telah tiada. Kini tinggal cucu-cucunya yang sebagian besar menetap di luar negeri, sebagian di Medan, dan satu yang menempati museum ini. Bu Mimie (Tjong Nji Mie), anak ke 11 dari anak Tjong A Fie yang ke-4. Usianya kini menginjak 75 tahun. Beliau mendiami bangunan di sebelah museum.Â
Memasuki ruangan kedua, tempat khusus untuk menerima tamu Kesultanan Deli. Tjong A Fie menjalin hubungan secara personal dan kerja sama yang baik dengan Sultan Deli. Sebagai saudagar terkaya di kota ini, Tjong A Fie banyak berkontribusi pada pembangunan kota secara pemikiran dan kontribusi dana.Â
Hubungan baik keturunan Tjong A Fie dengan Kesultanan Deli masih terjalin dan terjaga dengan baik hingga saat ini. Hal ini ditunjukkan dengan foto Bu Mimie dengan SuÅ‚tan Deli XIV saat bersilaturahmi.Â
Masuk ke bagian dalam, ternyata ada ruang terbuka, tempat bersantai dan berbincang. Lalu ada galeri, tempat sembahyang kepada leluhur (kuil keluarga), kamar Tjong A Fie dan istrinya Mdm. Lim Koei-Yap dan tempat sembahyang kepada para dewa (di lantai 2) yang tidak boleh didokumentasikan.Â
Galeri
Di dalam galeri berisi foto-foto, barang-barang antik peninggalan keluarga, surat-surat, dan penghargaan dari para kolega. Tjong A Fie adalah seorang pemuda asal Tiongkok yang berkelana ke Tanah Deli. Dulunya Tjong A Fie bekerja serabutan di pelabuhan. Ia bekerja keras dengan gigih hingga memiliki banyak perkebunan kelapa, kopi, karet, tembakau, dan memiliki puluhan ribu pekerja.Â
Harta kekayaannya digunakan dengan bajik dan bijak, Tjong A Fie kerap memberikan santunan kepada orang-orang yang membutuhkan, memberikan sumbangan 4 buah jam yang dipasang di kubah balai kota lama. Hingga kini jamnya masih berfungsi.Â
Selain itu, Tjong A Fie yang dermawan, yang cinta kedamaian tanpa memandang suku dan agama, banyak memberikan sumbangan untuk sekolah, rumah sakit, dan tempat-tempat ibadah. Ada gereja, Masjid Gang Bengkok, Klenteng Kwan Ti Kong dan Kwan In, serta pembangunan Jembatan Kebajikan (Jembatan Chen Tek).
Kamar Tidur Tjong A Fie dan Mdm. Lim Koei-Yap
Tertata rapi, ranjang tempat tidur dari kayu mahoni yang masih asli. Kasurnya pun masih empuk. Di ruangan yang cukup luas itu berisi 5 lemari, meja kursi, meja rias, dan beberpa foto yang dipajang di dinding. Di sudut ruangan nampak gramaphone, vacuum cleaner, timbangan, telepon, juga beberapa baju peninggalan Mdm. Lim Koei-Yap yang tergantung. Terasa kental sekali nuansa era 1900-an.
Naik ke lantai 2 melalui tangga kayu yang kokoh, semakin terpesona dengan tatanan ruang yang penuh dengan jendela-jendela besar. Didominasi warna kuning dan hijau, senada dengan warna Istana Maimun.Â
Ballroom
Ruang dansa, yang berseberangan dengan tempat sembahyang kepala para dewa, nampak begitu luas. Lampu-lampu cantik tergantung di plafon bermotif. Di samping kanan kiri terpasang foto-foto pernikahan anaknya, foto acara makan bersama Kesultanan Deli, bahkan ada foto keluarga dengan Sultan Hamengkubuwono X. Ini menggambarkan hubungan Tjong A Fie dengan berbagai pihak di dalam kota, di luar pulau, dan di luar negeri.
Dari ruang dansa ini, pengunjung juga dapat melihat kediaman Bu Mimie yang tepat disebelah kanan museum.Â
Di sudut kanan, menjadi tempat tidur anak ke-6 Tjong A Fie yang kerap memenangkan kejuaraan Kart Race. Beberapa tropi dan penghargaan dipajang dengan rapi. Sementara di sudut kiri bagian belakang, bersebelahan dengan tempat sembahyang kepada para dewa, merupakan kamar anak ke-7 yang hobi bermain golf.Â
Ruang Makan
Kembali turun ke bawah, terdapat ruang makan dan dapur. Sebuah meja panjang dikelilingi kursi kayu yang banyak sesuai jumlah penghuninya. Piring-piring keramik motif Cina ditata berjajar di atas meja.Â
Segala perabotan dan peralatan dapur masih asli dan dirawat dengan baik. Dulu masih menggunakan tungku, namun tungkunya berbeda dengan tungku yang kerap kita temui. Juga ada alu dan lesung yang terbuat dari batu.
Jika di sayap kanan merupakan kediaman Bu Mimie, di sebelah kiri merupakan ruang terbuka dan dipenuhi tanaman hijau. Nampak segar dan asri.
Perpustakaan
Buku-buku ini merupakan koleksi dari kakak Bu Mimie, Bapak Fon Prawira yang merupakan pendiri Museum Tjong A Fie. Rumah yang dibangun pada tahun 1895 -1900, dan dijadikan museum pada tahun 2009. Sayangnya Bapak Fon Prawira telah berpulang.
Sederet dengan perpustakaan, ada coffee shop, souvenir yang bisa dikunjungi dan dibeli oleh pengunjung sebagai kenang-kenangan.ÂDi sepanjang dinding koridor, foto-foto dan dokumen-dokumen sejarah dipasang berjajar. Salah satunya dokumen wasiat Tjong A Fie.
Wasiat Tjong A Fie
- Merawat kuil neen moyang, membiayai ongkos upacara akan peringatan Tjong A Fie dan juga upacara suci keagamaan denek moyang Tjong A Fie
- Mengadakan perawatan seria memajukan pendidikan dan relajarán anak-anak Tjong A Fie yang sudah dan akan latir dari keturunan laki-laki dałam derajat yang tidak terbatas
- Memberikan tunjangan keuangan kepada yang muda-muda yang berbobot dan berkelakuan baik, tanpa membedakan golongan rupa yang untuk melanjutkan dan menyempurnakan pelajarannya memerlukan bantuan tersebut
- Memberikan sedekah santunan kepada yang berkepentingan tanpa membedakan golongan bangsa yang oleh karena cacat badan, buta, sakit panjang atau penyakit-penyakit lain dan tidak mampu menghidupi dirinya sendiri
- Meringankan beban kerugian yang diderita Oleh orang-orang tanpa membedakan golongan bangsa sebagai akibet dari bencana-bencana alam yang dalam tap-tiap keadaan harus dimusyawarahkan rapat berama dengan keluarga.Â
Yang paling menarik adalah foto proses pemakaman Tjong A Fie, sepanjang jalan dari rumah menuju ke tempat pemakamannya di Brayan, dipenuhi masyarakat Tanah Deli yang berbondong-bondong mengiringi kepulangan Tjong A Fie. Begitu baik dan dermawan, sosok Tjong A Fie begitu dicintai masyarakat.
Museum Tjong A Fie, tidak hanya menggambarkan perjalanan hidupnya, tetapi juga menyimpan sejarah pembangunan dan perkembangan Tanah Deli.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H