Sepanjang pendakian, ada beberapa pos yang dijadikan sebagai tempat istirahat. Tersedia warung minuman dan makanan ringan. Juga ada toilet untuk wisatawan.Â
Puncak Gunung Ijen
Setengah perjalanan telah dilalui, kami tiba di puncak Gunung Ijen. Local guide menawarkan dua pilihan, menikmati sunrise di batang pohon kayu kering yang ikonik atau menyaksikan fenomena alam api biru yang hanya ada dua di dunia. Tentu, kami memilih blue fire, meski masih harus menempuh 1 km lagi.
Kiranya harus lebih berhati-hati dan fokus menuruni jalan curam penuh batu tak beraturan dengan variasi ukuran. Apalagi ketika bersimpangan dengan para penambang belerang. Sejak dini hari, para penambang sudah sibuk memikul puluhan kilo bongkahan belerang di kedua pundaknya. Benar-benar pekerjaan berat dan berbahaya. Bagaimanapun, belereng itulah sumber kehidupannya.
Kawah Ijen dan Api Biru
Semakin mendekati kawah, bau belerang semakin kuat dan menyengat. Nyala api biru sudah terlihat, dikerumuni ratusan manusia yang datang dari berbagai tempat. Kaki ini semakin bersemangat untuk segera mendekat.
Benar-benar menakjubkan. Nyala api biru yang dihasilkan oleh gas belerang dari danau asam, kemudian teroksidasi oleh udara ketika naik ke permukaan. Pijarnya kontras dalam gelap, menyuguhkan pentas alam yang sepadan dengan beratnya pendakian.
Lama kami di sini, mendokumentasikan fenomena alam yang hanya ada di Ijen dan jauh di Afrika sana. Memandang indahnya danau asam kehijauan berselimut asap belerang yang berarak. Bikin sesak. Sempat rasanya hampir pingsan lantaran masker gas yang saya gunakan mengalami kebocoran. Beruntung, local guide cepat tanggap dan menggantinya dengan masker gas cadangan.