Mohon tunggu...
Laeli Nuraj
Laeli Nuraj Mohon Tunggu... Lainnya - Basic Education Research Team

Suka baca, ngopi, jalan pagi, dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Solo Traveling: Singgah ke Serambi Mekkah yang Megah

21 Juli 2024   01:44 Diperbarui: 21 Juli 2024   07:28 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masjid Baiturrahman/Dok Pribadi
Masjid Baiturrahman/Dok Pribadi

Mie Aceh

Sesuai janjinya, Pak Dharma yang baik sudah menunggu saya di Pelabuhan Ule Lheue. Sore masih terang. Pak Dharma memberi tawaran untuk menikmati senja dan matahari terbenam di Pantai Lampuuk atau Pantai Gampong. Namun rasanya sudah kenyang dengan pantai-pantai indah di Sabang. Lalu Pak Dharma membawaku ke Mie Aceh Razali, kuliner khas Aceh yang wajib dicoba. 

Tidak sulit menemukan Mie Aceh, hampir di setiap sudut kota banyak kedai-kedai yang menjual mie kenyal kaya rempah itu. Cukup dengan Rp 35.000 saja, satu porsi besar bisa didapatkan. 

Mie Aceh Razali
Mie Aceh Razali

Lala Hostel

Puas menyantap mie yang selalu disandingkan dengan emping serta irisan cabe dan bawang merah, kami menuju ke penginapan kecil yang sudah saya pesan melalui Tiket.com. Lala Hostel sangat tepat untuk solo traveler low budget seperti saya. Harga permalamnya tidak lebih dari Rp 100.000. Fasilitas lengkap, bunk bed yang terpisah untuk laki-laki dan perempuan, tempat ibadah sholat yang nyaman, toilet yang bersih, free wifi dan free refill air putih. 

Lala Hostel
Lala Hostel

Salman, salah satu pegawai yang sangat friendly menjelaskan segala fasilitas yang bisa digunakan bersama. Ditemani Salman, saya duduk santai di teras Lala Hostel, menikmati lalu lalang Kota Nanggroe Aceh Darussalam yang cukup sibuk kala maghrib menjelang. Salman banyak bercerita tentang sejarah kota yang dijuluki Serambi Mekkah, tentang polisi waliyatul hisbah yang berpatroli di waktu-waktu ibadah, juga tentang satu golongan yang ingin merdeka dan terpisah dari Indonesia.  

Pusaka Souvenir

Malam harinya, saya menyempatkan mampir ke salah satu cafe @moordencoffee yang menyuguhkan nirapresso, paduan kopi arabika dengan nira (je jok) dan buah nira (boh jok). Segar dan unik rasanya. Salman yang baik, dipinjamkannya motor pribadinya untuk keliling kota. Dengan senang hati, saya iyakan. Berbekal petunjuk dari Salman, saya mampir ke salah satu pusat oleh-oleh. Membeli beberapa buah tangan untuk orang-orang tersayang. Berbagai tas, dompet, dengan anyaman khasnya, gantungan kunci dan replika senjata tradisional rencong, kupiah meukeutop, dan beragam jenis panganan tersedia. Saya mengambil sebungkus kue karah (keukarah), jajanan khas yang manis dan renyah terbuat dari tepung ketan dan bentuknya menyerupai bongkahan bihun kering.

Pusaka Souvenir/Dok Pribadi
Pusaka Souvenir/Dok Pribadi

Museum Tsunami

Hari ketiga mengembara di daerah istimewa, tujuan pertama adalah Museum Tsunami, musem yang dibangun pada tahun 2009 lalu oleh perancang hebat Ridwan Kamil. Menegangkan ketika memasuki lorong dengan jembatan panjang bergoyang, bergemuruh, dan rintikan palsu air hujan, mengingatkan pada bencana besar yang melanda pada Senin pagi, 26 Desember 2006 silam. Sisa puing-puing dan foto korban berjatuhan ditampilkan di sisi-sisi dinding. Tsunami akbar yang melahap hampir seluruh Kota Banda Aceh, begitu menyesakkan. Video rekaman diputarkan, pilu, kesedihan terasa di lubuk hati yang dalam. 

Museum Tsunami/Dok Pribadi
Museum Tsunami/Dok Pribadi

Ramai pengunjung hari itu, lebih banyak dari negeri seberang. Beberapa mengamati gambaran kota sebelum dan sesudah terjadinya Tsunami. Sebagian memanjatkan doa, pada Sumur Doa (Space of Sorrow) yang di seluruh dindingnya tertulis nama-nama korban. 

Sumur Doa/Dok Pribadi
Sumur Doa/Dok Pribadi

Museum ini didesain tidak hanya untuk mengingatkan, tetapi juga tempat penyelamatan, jika terjadi lagi, bencana yang tidak dapat dielakkan.

Museum Tsunami/Dok Pribadi
Museum Tsunami/Dok Pribadi

Satu gambar yang menarik, tentang smong, yang berarti hempasan gelombang air laut. Masyarakat Simoulue menuturkan cerita smong secara turun temurun. Agar anak cucunya waspada dan sanggup membaca pertanda, ketika gelombang besar terjadi, harap segera menyelamatkan diri berlindung di tempat yang lebih tinggi. 

Museum Tsunami/Dok Pribadi
Museum Tsunami/Dok Pribadi

Aceh kini telah pulih, atas bantuan-bantuan dari para relawan, pemerintah, juga dari negara-negara di luar sana.

Rujak Aceh

Keluar dari museum, beberapa penjual rujak berjajar di pinggiran. Sepertinya menarik di hari yang terik. Saya membeli tiga cup dengan bumbu yang berbeda, satu di antaranya seperti halnya bumbu rujak pada umumnya. Yang kedua Salak Sunti, bambu rujak yang diberi asam sunti atau belimbing wuluh yang dikeringkan ditambah garam lalu dijemur hingga menghitam. 

Rasanya begitu asam, biasanya asam sunti juga ditambahkan pada kuah ikan agar lebih segar. Dan terakhir Salak Pliek U, buah salak yang ditaburi bumbu kering dari ampas minyak kelapa serupa blondo/glendo di Jawa. 

Rujak Aceh
Rujak Aceh

Atjeh Museum

Sebagai pecinta sejarah, rasanya tidak afdal jika tidak singgah ke Museum Aceh. Salah satu museum tertua yang berdiri pada masa Hindia Belanda. Awalnya hanya berdiri bangunan Rumoh Aceh yang terdiri beberapa ruang, berisi tiruan makam-makam raja, senjata tradisional, tungku tempat memasak disertai alat-alat makan. 

Museum Aceh semakin berkembang, selain ruang pameran tetap, gedung pameran temporer, ada juga perpustakaan. Tersimpan ribuan koleksi arkeologi, manuskrip berbagai bahasa, diorama flora fauna, juga foto raja-raja dan pahlawan. Museum ini menyiratkan perkembangan peradaban dan kekayaan tradisi dan budaya.

Replika makam terindah di Asia Tenggara
Replika makam terindah di Asia Tenggara

Lonceng Cakra Donya, hadiah dari Laksamana Cheng Ho, simbol persahabatan Kesultanan Samudera Pasai dengan Tiongkok. Jejak sejarah kota Aceh juga ditunjukkan dari berbagai macam rempah-rempah yang bisa dijumpai di Lantai 4 Gedung Pameran. Puas sekali menilik sejarah dengan tiket masuk Rp 3.000 saja. Penting untuk tidak berkunjung pada waktu ibadah sholat, museum akan tutup sejenak.

Museum Aceh/Dok Pribadi
Museum Aceh/Dok Pribadi

PLTD Apung

Bayangkan, betapa dahsyatnya gelombang Tsunami Aceh yang menggetarkan dunia kala itu. Kapal seberat 5 ton terdampar sejauh 3-5 km dari laut ke tengah Kota Banda Aceh. Bukti dan saksi bisu pembangkit tenaga diesel ini sudah tidak dapat berfungsi lagi dan kini dijadikan sebagai pengingat dan wahana edukasi. Pengunjung dipersilakan untuk memberikan sumbangan seikhlasnya untuk biaya perawatan.

PLTD Apung/Dok Pribadi
PLTD Apung/Dok Pribadi

Seperti halnya di Sumur Doa, di sini juga terdapat sebuah monumen yang bertuliskan puluhan ribu nama-nama korban Tsunami. 

Monumen Tsunami
Monumen Tsunami

Di lantai atas deck kapal, teropong yang dapat digunakan pengunjung untuk memandang luas dan indahnya Kota Aceh dengan memasukkan koin uang logam lima ratusan. Sayang sekali, saat itu saya tidak membawanya.

Teropong PLTD Apung
Teropong PLTD Apung

Masjid Baiturrahman

Destinasi pamungkas di Seuramo Mekkah ini tentunya Masjid Raya Baiturrahman yang megah. Selain menjadi pusat kegiatan keagamaan dan pendidikan, masjid ini juga menjadi saksi kejayaan Kerajaan Aceh dan benteng pertahanan rakyat melawan Belanda. Masjid raya dengan lima kubah dan satu menara di depannya, menjadi bukti kebesaran Tuhan saat gelombang Tsunami menerjang. Salah satu bangunan yang tetap kokoh berdiri di antara serpihan dan reruntuhan bangunan lainnya.

Memasuki bagian dalam masjid yang menyerupai Taj Mahal ini, rasanya sejuk menenangkan. Tiang-tiang penyangga, lantai marmer yang dingin, dan warna putih yang mendominasi, membuat masjid terlihat lapang. Di luar halaman, beberapa pohon kurma tumbuh dan ada yang sudah berbuah. Beberapa fotografer dan videografer lokal menawarkan jasanya untuk mengabadikan momen baik ini. Tentu saya tidak melewatkannya.

Masjid Baiturrahman/Dok Pribadi
Masjid Baiturrahman/Dok Pribadi

Mohon diperhatikan bagi Sobat Kompas perempuan yang hendak berkunjung ke sini, pastikan menggunakan pakaian muslim rok atau gamis. Jika memakai celana, pastikan yang longgar dan pasangkan dengan atasan tunik atau baju kurung. Waktu itu saya menggunakan kulot, tapi karena atasannya cukup pendek, maka harus memakai bawahan mukena yang dipinjamkan oleh penjaga di pintu masuk. 

Makanan Khas Aceh

Lelah berjalan seharian, rasanya perut ini layak diberi kudapan yang mengenyangkan. Salah satu warung makan di dekat penginapan menyajikan makanan sehari-hari masyarakat Aceh. Ada keumamah, semacam suwiran ikan tongkol atau cakalang yang diawetkan. Teksturnya keras seperti kayu. Ada juga kuah asam keueng yang rasanya segar, pedas, dan asam. Cocok sekali di lidah, cocok di kantong, dan cocok untuk menutup hari yang panjang.

Makanan Khas Aceh
Makanan Khas Aceh

Saatnya kembali ke penginapan untuk berkemas dan pulang ke Medan. Bang Ilham, pemilik penginapan menawarkan untuk mengantar ke Terminal Batoh secara cuma-cuma. Bahkan, di ujung perjalanan solo traveling ini, kebaikan-kebaikan masih kujumpai. Teuremong gaseh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun