Obi dan Kiting bilang, kami cukup beruntung, baru jalan sebentar sudah bersua beberapa orang utan. Di depan, ada Gibbon, Burung Enggang, Beruk, dan kawanan kera lainnya yang tidak tertangkap kamera. Cukup jauh mereka berada, di atas pohon yang tinggi.
Kami lanjut berjalan, naik turun hutan, dengan medan yang beragam. Kadang lurus nyaman, tiba-tiba ada tanjakan, kemudian jalan berlumpur, penuh air, lalu turunan yang licin menyebabkan sedikit tergelincir. Kami saling menjaga, menunggu, dan membantu satu sama lain. Seru, trekking di hutan bersama teman-teman.
Sesekali kami berfoto, mengabadikan momen dan kenangan agar tidak terlupakan. Di tengah-tengah perjalanan, kami berhenti untuk makan siang. Obi dan Kiting membelikan kami Nasi Lemak. Saya pesan tanpa nasi, eh malah diberi telur tiga biji dan sayur. Lalu kami makan bersama, diiringi musik dari alam, suara-suara binatang. Nikmat...
Kenyang makan siang, kami lanjut berjalan, medan pun lebih menantang, tanjakan lagi lalu turunan tajam. Tiba-tiba Kiting mengingatkan untuk diam, rupanya ada Catherine dan anaknya yang sedang bergelantungan. Wah senangnya, kami bisa jumpa lagi dengan orang utan. Ada lagi Thomas yang sedang mengorek-orek tanah yang tertimban daun-daun kering.
Catherine dan anaknya sampat mengikuti kami, kami pun waspada, takut kalau tiba-tiba Catherine menyerbu merampok barang-barang yang kami bawa. Untungnya, Catherine dan anaknya mengikuti kami tak cukup lama, tiba-tiba saja mereka menghilang entah kemana.Â
Kami berjalan semakin jauh, menerobos jalan-jalan sempit, jalan-jalan yang terhimpit akar liar Liana yang cantik. Mau tidak mau kami harus merunduk, berjalan sembari terbungkuk. Pegal rasanya. Tapi tidak mengapa, karena kami dipertemukan lagi dengan Thomas yang sedang santai duduk di atas dahan, sendirian. Kami menggodanya, mengajak bicara. Seolah Thomas mengerti Bahasa manusia.
Tidak mendapat respons dari Thomas, kami hendak berjalan, tapi Thomas memberi kejutan. Sembrono sekali, ia kencingi kami dari atas pohon. Astaga! Untung tidak mengenai kami. Buru-buru kami menghindar, meninggalkan Thomas yang kurang ajar.
Kaki-kaki ini mulai terasa letih, menahan pada setiap pijakan, tapi bagaimanapun perjalanan harus tetap dilanjutkan.Â
Sampailah kami di tempat camping para wisatawan yang hendak bermalam di hutan. Semula kukira akan disediakan tenda-tenda kemah. Rupanya sudah tersedia gubuk-gubuk yang lebih kuat dan aman tentunya.Â
Tersedia kelambu agar tetap terlindung dari nyampuk hutan, dekat dengan sumber air, tersedia tempat buang air juga. Jadi tidak perlu khawatir. Ada pula di tempat yang lebih rendah, di tepian sungai, gubuk-gubuk seragam yang disewakan.
Sebentar menyapa orang-orang yang berjaga di gubuk yang sedang sibuk memasak untuk tamunya, berkenalan dengan orang Pekalongan. Lah kok bisa? Jauh sekali merantaunya. Lah, sininya juga iya ya. Dari Jawa kok sampai Medan. Senang rasanya, ketika di perantauan bertemu dengan orang sekampung. Berpamitan kami dan lanjut ke ujung hutan, sungai tempat bermula tubing.