Mohon tunggu...
Laelatul Kamelia
Laelatul Kamelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi saya menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menelisik Sejarah Situs Biting

22 Desember 2023   18:20 Diperbarui: 22 Desember 2023   18:27 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sejarah peradaban islam dan islam nusantara

Dosen pengampu : Yulis Sri Wahyuningsih, M. Sos.

Sejarah kerajaan LAMADJANG (Arya wiraraja)

 

 

Situs biting merupakan khas kerajaan Lamajang, terletak di Dusun Biting. Pada thn 1995 kades Johar menjual tanah disekitar biting, beliau tidak tahu jika dusun biting ini adalah bekas kerajaan. Ada sekitar 7 sampai 8 hektar yang terjual. Sebelum tahun 2010 situs biting hanya dikelola oleh cagar budaya dari Mojokerto. Lalu pada tahun 2011 Bapak Atim, Bapak Tumpu selalu narasumber dan teman teman mengangkat dan mulai mengelola situs biting.

Lamajang memiliki 3 juru, yaitu Lumajang, Probolinggo, dan  Banyuwangi. Dulu Majapahit memiliki punggawa bernama Arya wiraja, dulu Arya pernah menjadi Adipati Sumenep selama 24 tahun. Sekarang ada museum di Sumenep bekas barang yang ditinggalkan. Ke tiga juru itu adalah wilayah kekuasaan Arya Wiraja yang diberikan oleh Raja. Karna Arya mampu dibidang kekuasaan kerajaan maka Arya punya wilayah kekuasaan di lamajang. Biting sendiri adalah benteng yang diambil dari bahasa madura, karna di daerah itu mayoritas masyarakat berbahasa Madura . Biting sendiri terletak di dua dusun, yaitu biting satu dan biting dua. Dalam benteng itu, luas tanahnya ada 135 hektar, ketebalan rata rata 1m dan tinggi 10m, benteng tersebut terbuat dari batu bata merah yang besar besar.

Salah satu tempat memantau musuh ada di belakang rumah informan (pak Tumpu ). Dusun biting dikelilingi oleh sungai yang dijadikan sebagai benteng alami untuk menghalangi musuh masuk ke daerah biting. Bagian timur sungai Bodang, barat sebagai sungai Ploso, dan selatan untuk bruk dan utara sungai Bondoyudo. Sedangkan benteng buatan merupakan batu bata merah yang ada di tengah sungai atau bisa disebut pengongakan atau tempat memantau musuh. Pernah ada penemuan baru dari Jogja berkaitan dengan penggalian Benteng, lebarnya rata rata 1m, semua dari bata merah dan motifnya bermacam macam.

pecahan bata
pecahan bata

Kerajaan Lamadjang berdiri sekitar 1200 tahun, ada petilasan Arya wiraja, anak dari Ronggo Lawe, yang menjadi raja Adipati Tuban. Keturunan Ronggo Lawe, Patih Nambi, menjadi Patih di Majapahit di Mojokerto, lalu keturunan terakhirnya yaitu Suradikara. Ronggo Lawe dikalahkan Sunan Bonang dan menjadi awal masuknya Islam di daerah kerajaan Lamadjang. Konon dari hasil penelitian PBNU dipercaya bahwa daerah kerajaan Lamadjang menjadi daerah awal masuknya islam di Indonesian akan tetapi, menurut sejarah, kerajaan Demak lah yang menjadi awal mula masuknya agama Islam di Indonesia.

Kenapa Kerajaan Lamadjang hancur? Pada zaman itu, Patih Nambi menjadi Patih di Majapahit dan Arya menjadi raja di Biting. Ketika Arya sakit, Nambi datang ke kerajaan Lamadjang untuk menjenguk ayahnya. Cukup lama Patih Nambi diam di Biting karna ayahnya masih dalam keadaan sakit. Sedangkan di Majapahit heboh, mereka berfikir bahwa alasan Patih Nambi lama di Lamadjang adalah karna ingin menghancurkan Majapahit. Dikhawatirkan menyerang, maka Majapahit menyerang Biting terlebih dahulu dan menghancurkan Lamadjang memakai panah yang ada apinya dari sebrang sungai, karna sungai di Biting yang dijadikan benteng alami cukup dalam.

Sisa dari serangan itu adalah Benteng, perumahan, dan makam. Ada 12 makam, salah satunya yang menjadi pesohor adalah Sayyid Abdurrahman Assaiban. Beliau pendatang dari luar yang menjadi penasihat spiritual Arya Wiraraja. Tetapi ada juga pendapat yang mengatakan bahwa makam itu berisi barang kerajaan yang dipendam dan adapula yang mengatakan bahwa hanya sebuah petilasan.

Bagaimana awal ditemukan makam? Dulu ada sesepuh yang biasa dipanggil Mbah Alam Jati, saat di Biting masih berupa alas atau hutan, ada burung yang selalu lewat daerah situ tetapi selalu jatuh. Karena penasaran sesepuh itu mendatangi tempat itu, saat didatangi ternyata ada Maesan, tidak lama tempat tersebut jadi pemakaman umum.

Namun, sekarang benteng sudah mulai hancur, kerajaan sudah tidak rata karna kurang lebih kerajaan tersebut sudah 800 tahun silam berdiri. Sehingga, ada beberapa keramik yang ditemukan oleh warga sekitar ketika bekerja di ladangnya. Banyak yang mengatakan siapapun yang mengambil ataupun membawa penemuan bekas bangunan kerajaan tersebut banyak kejadian aneh yang terjadi. Sehingga, sampai sekarang seorangpun tidak ada yang berani untuk membawa barang bekas bangunan kerajaan tersebut.

Narasumber mengatakan bahwa, tidak boleh sembarangan mengambil batu merah, meskipun warga asli Biting. Pernah ada kejadian pamannya narasumber, mengalami pengalaman yang tidak mengenakan karena mengambil salah satu batu dari Biting, beliau merasakan seperti ditembak meriam, ada yang sakit, bahkan sampai meninggal.

Selain Arya Wiraraja, Situs Binting juga memiliki makam Syech Abdurahman Assyaibani. Syech Abdurahman Assyaibani adalah seorang ulama dari Timur Tengah yang memiliki pengaruh besar dalam penyebaran agama Islam di wilayah Jawa pada masa itu. Makamnya menjadi tempat suci bagi umat Muslim yang datang untuk berziarah dan menghormatinya.

Reruntuhan Binting mencerminkan kejayaan kerajaan Majapahit dan pernah menjadi pusat kegiatan politik, sosial dan budaya sehingga memiliki nilai sejarah yang tak ternilai harganya. Selain itu, situs ini juga merupakan sumber pengetahuan  penting bagi kajian sejarah Jawa dan peradaban Majapahit.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk melestarikan dan mengembangkan tempat ini agar menjadi bagian dari warisan budaya kita yang berharga dan dapat membawa kebahagiaan bagi generasi mendatang.

Makam tak dikenal yang terletak di Situs Biting Lumajang merupakan salah satu misteri yang masih menyimpan banyak pertanyaan. Terletak di sebelah kanan makam atau petilasan Raja Arya Wiraraja, makam ini menarik perhatian pengunjung dengan ciri-ciri yang unik. Lingkungan sekitar makam ini dikelilingi oleh bebatuan merah yang memberikan nuansa mistis dan sejarah.

Salah satu aspek yang menarik adalah nisan makam yang terbuat dari batu karang. Batu karang ini memiliki kaitan erat dengan orang Madura, sebuah pulau yang terletak di sebelah timur Jawa. Keberadaan batu karang ini memberikan indikasi bahwa pemilik makam atau orang yang dimakamkan di sini memiliki keterkaitan dengan kebudayaan Madura.

Namun, yang menjadi teka-teki adalah identitas sebenarnya dari pemilik makam tersebut. Meskipun telah ada sejak abad ke-14, informasi mengenai siapa yang dimakamkan di sini masih belum terungkap. Tidak ada catatan sejarah yang jelas atau sumber yang dapat memberikan petunjuk mengenai identitasnya. Beberapa teori dan spekulasi muncul dari masyarakat sekitar, namun tidak ada jawaban pasti yang dapat memecahkan misteri ini.

Keberadaan makam tak dikenal ini menambah daya tarik Situs Biting Lumajang sebagai destinasi bersejarah. Para pengunjung tertarik untuk mempelajari dan menggali lebih dalam mengenai sejarah makam ini. Misteri di balik identitas pemilik makam menambah nuansa misteri dan keunikan tempat ini.

Seiring berjalannya waktu, upaya penelitian dan eksplorasi lebih lanjut mungkin dapat membantu mengungkap rahasia di balik makam tak dikenal ini. Mungkin dengan bantuan arkeologi, sejarawan, atau peneliti lokal, identitas pemilik makam dapat terungkap dan memberikan pemahaman yang lebih lengkap tentang sejarah dan kebudayaan yang terkait dengan Situs Biting Lumajang.

Hingga saat ini, makam tak dikenal di Situs Biting Lumajang tetap menjadi saksi bisu dari masa lalu yang mengundang rasa ingin tahu dan minat para pengunjung. Keberadaannya yang misterius dan belum terpecahkan menambah daya tarik dan menantang pengetahuan kita tentang sejarah dan warisan budaya di daerah tersebut.

Referensi :

  • Sudaryanto, Joko. (2018). "Sejarah Kerajaan Lamajang Tigang Juru." Jurnal Sejarah Nusantara, Vol. 12, No. 2, hal. 45-62.
  • Pramono, Budi. (2015). "Misteri Makam Tak Dikenal di Situs Biting Lumajang." Majalah Arkeologi Indonesia, Edisi Khusus, hal. 78-82.
  • Setiawan, Agus. (2016). "Eksplorasi Makam di Jawa Timur: Studi Kasus Situs Biting Lumajang." Buku Arkeologi Nusantara, Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia, hal. 210-225.

situs biting
situs biting

narasumber atau juru kunci situs biting
narasumber atau juru kunci situs biting

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun