Mohon tunggu...
Laela Nur saumi
Laela Nur saumi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Saya suka menonton Film dan juga hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Book

"Aku Klik Maka Aku Ada" Manusia dalam Revolusi Digital karya F. Budi Hardiman

26 Juni 2023   20:45 Diperbarui: 26 Juni 2023   20:57 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Dari novel karya F.Budi Hardiman tersebut disebutkan bahwa terdapat Dunia Digital dan Homo Digitalis dalam erasekarang ini. Perkembangan teknologi sudah banyak yang mewanti-wanti dampak yang akan ditimbulkan, selain dari perubahan yang akan sangat membantu. Semua kegiatan masyarakat yang dulu bisa dilakukan secara offline (bertemu langsung), sekarang semua dipindahkan menjadi online (dengan media elektronik). Bahkan seseorang yang tidak eksis di dunia offline, ternyata ia sangat eksis dan lebih agresif di sosial media dan media online lainnya. Budi Hardiman menyebut manusia dengan homo sapiens seperti Yuval Noah Harari. Saat ini homo sapiens berubah menjadi homo digitalis disebabkan sapiens saat ini lebih eksis di dunia online.

Budi Hardiman mencoba merenungkan ini semua dengan menganalisis pemikiran para filsuf terkait hakikat keberadaan manusia dalam era digital. Keberadaan homo sapiens saat ini menjadi penting, untuk dapat  ditinjau kembali dengan menggunakan pendekatan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. Membahas mengenai manusia di era digital, yang secara tidak sadar alat yang selama ini digunakan ternyata diam-diam memakai dirinya juga. Dalam artian manusia yang menggunakan alat, sebaliknya pula alat juga menggunakan manusia. Keduanya tidak bisa lagi dibedakan, sebab hubungan keduanya yang begitu erat dan tidak bisa dipisahkan. Manusia ketika tidak membuka gadget dalam jangka waktu beberapa menit, maka ia akan merasa sebagai manusia yang kehilangan eksistensi di dunia ini. Jadi, keberadaan manusia saat ini dilihat dan diukur dari keaktifannya dalam dunia digital atau sosial media.

Dalam keadaan apapun, teknologi pasti akan selalu berada disamping manusia. Bahkan dalam gadgetnya, ia mampu membawa ratusan bahkan ribuan buku untuk dijadikan bahan konsumsi bacaan. Ditambah lagi dengan komunikasi yang dilakukan sesama homo sapiens, perlahan berahli kepada komunikasi digital yang sangat intens. Budi Hardiman mengatakan "selamat tinggal kepada komunikasi konvensional dan selamat datang di revolusi digital". Dimana perang-perang pun dilakukan secara online, menghujat secara online, mencaci, memaki orang lain tidak harus bertemu fisik dengan orang tersebut. Saat ini, kita semakin sulit membedakan antara realitas yang asli dan fiksi. Hari ini kita berada pada tindakan yang memang tidak harus menghadirkan tubuh. Di dunia online, tubuh tidak bersama dengan si penyampai informasi, kita hanya akan banyak membayangkan bagaimana tubuh yang dibelakang layar tersebut. Banyak kemudian masalah yang dihadirkan dalam revolusi digital, salah satunya adalah eksistensi manusia yang berubah dari homo sapiens menjadi homo digitalis. Dimana alat bisa menjadi sebuah tongkat sihir yang ketika kita klik tombolnya, maka akan tersedia segala kebutuhan yang kita cari.

Dalam bukunya, Budi Hardiman membuka realitas yang terjadi di era digital ini. Termasuk kebenaran yang tidak lagi autentik, cara bersikap yang brutal di media online, kebebasan yang kebablasan, serta merajalelanya hoaxs yang tak lagi terbendung. Kebenaran itu semua seakan-akan hilang, disebabkan revolusi digital yang tidak terbendung pada diri homo sapiens saat ini. Bukan hanya itu, fanatisme juga terjadi di media sosial sebagai bagian dari eksistensi manusia. Pada intinya, segala tindakan sosial, politik, budaya, pendidikan, agama dan sebagainya menjadi penting untuk kembali dibicarakan pada era revolusi digital ini. Sebab, semuanya berubah menuju era digital yang tidak terbendung. Tanpa kita sadari, kita telah dikuasai oleh teknologi, penyampaian informasi di media sosial juga menjadi bagian dari eksistensi manusia. Kita tidak perlu lagi bersusah payah untuk mencarinya sendiri, cukup dengan "Aku Klik maka Aku Ada".

Dan pada buku tersbut juga bisa kita simpulkan bahwa di era sekarang berada pada fase Hilangnya Manusia Autentik. Alat teknologi yang hari ini ada, bagi Budi Hardiman hanyalah sebagai mode of being. Sebab, pada realitasnya manusia dikuasai olehnya. Manusia tidak lagi autentik, karena keberadaanya dilihat dari eksistensinya di media sosial. Eksistensi ini yang kemudian Budi Hardiman disebut sebagai "Aku Klik, maka Aku Ada"  kata ini membedakan apa yang dimaksud Descarter tentang eksistensi manusia di kehidupan offline, yang hari ini hampir tidak lagi menjadi penting. Sebab, semua ruang-ruang manusia telah dibawa ke dalam kehidupan online. Keberadaan manusia secara ontologi, hampir tidak bisa tersentuh dengan realitas yang ada. Begitupun secara epistemologi, keberadaan manusia menjadi abstrak. Keberadaan manusia akan dapat ditemui dalam kehidupan online, dibandingkan dengan offline. Online bersifat lebih terbuka dibandingkan offline. Atas perbedaan inilah, yang kemudian Budi Hardiman mencoba membuka diskusi terkait hilangnya eksistensi manusia dalam pijakan bumi. Alat teknologi yang kita miliki saat ini, berubah menjadi sosok nyawa kedua yang harus tetap hidup. Sebab, jika dia tak ada, maka hidup manusia atau homo digitalis akan menjadi hampa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun