Mohon tunggu...
Laela Nur Baity
Laela Nur Baity Mohon Tunggu... -

Penulis adalah mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Saat ini aktif sebagai sekretaris Kementerian Pertanian BEM KM IPB Kabinet IPB Berkarya 2012.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dilema Konversi Lahan Pertanian di Indonesia

27 Desember 2011   06:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:42 1702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konversi lahan pertanian menjadi areal penggunaan non pertanian, semakin marak terjadi di sebagian wilayah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Perlahan namun pasti, lahan yang dulunya menghampar hijau oleh padi, sedikit demi sedikit mulai lenyap, digantikan oleh bangunan-bangunan beton yang semakin menjamur. Kompleks perumahan, kawasan industri, kawasan perdagangan, dan berbagai sarana publik lainnya berdiri di areal ini. Implikasinya, lahan pertanian semakin menyusut, padahal kebutuhan penduduk akan komoditas pertanian yang sebagian besar merupakan bahan untuk memenuhi kebutuhan pangan, semakin meningkat.

Untuk negara yang masih dalam tahap berkembang seperti Indonesia, tuntutan pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, pemukiman, maupun kawasan industri, turut mendorong permintaan terhadap lahan. Akibatnya, banyak lahan sawah, terutama yang berada dekat dengan kawasan perkotaan, beralih fungsi untuk penggunaan tersebut. Selain itu, adanya krisis ekonomi yang mengakibatkan tingginya pengangguran dan menurunnya pendapatan masyarakat, memicu para pemilik lahan untuk menjual asetnya. Selanjutnya, hak ada pada pemilik lahan yang baru, apakah akan mengelola lahan tersebut untuk pertanian, atau mengubah fungsinya untuk penggunaan lain. Hal ini tidak hanya terjadi di pulau Jawa, di luar Jawa pun konversi lahan terjadi, terutama pada provinsi dan kabupaten yang mengalami pemekaran wilayah. Tidak sedikit lahan sawah dikorbankan untuk membangun perkantoran dan berbagai sarana prasarana lainnya.

Dalam situasi dimana perluasan lahan pertanian semakin sulit dilakukan mengingat pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, ditambah tantangan perubahan iklim yang membuat produksi komoditas pertanian terganggu, adanya konversi lahan pertanian ini merupakan salah satu masalah yang cukup serius. Jika dirunut, masalah ini akan menimbulkan efek domino yang dapat mengganggu ketahanan pangan nasional, kestabilan ekonomi, sosial, lingkungan, maupun politik dalam negeri.

Kita ambil contoh, beras sebagai komoditi pangan utama di negara ini. Pemerintah akan kesulitan mempertahankan produktifitas beras dalam negeri jika lahan yang digunakan untuk menanam pun sudah tidak ada.Teknologi yang masih minim, ditambah lagi upaya pencerdasan petani yang masih kurang, menambah kompleksnya masalah ini. Lalu, jika produktifitas menurun, mau tidak mau pemerintah harus mengimpor beras. Pilihan mengimpor beras pun sebenarnya akan merugikan petani dalam negeri, karena beras mereka harus bersaing dengan beras impor. Sementara itu pasar beras internasional sifatnya tidak stabil, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerawanan pangan dan pada gilirannya akan mengancam kestabilan nasional.

Jika menarik garis lebih jauh lagi, ketika lahan pertanian semakin banyak dikonversi menjadi tidak sesuai dengan peruntukkannya, dan di sisi lain terdapat pihak yang ingin membuka lahan pertanian yang baru, maka salah satu alternatifnya adalah dengan membuka hutan. Akhirnya kondisi pun berbalik, konversi lahan pertanian tidak lagi menjadi korban, namun menjadi tersangka yang menyebabkan terjadinya pengalih fungsian hutan. Memang, dalam Peraturan Menteri Kehutanan No P.50/Menhut-II/2009 tentang Penugasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan, memungkinkan adanya pelepasan kawasan hutan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi, pemukiman, pertanian dan perkebunan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan. Namun, kembali, eksekusi yang jelas di lapangan, serta didukung oleh penegakan hukum yang tegas, menjadi kunci dalam hal ini supaya tidak memantik permasalahan turunan.

Saat ini, kita telah memiliki payung hukum yang dapat dijadikan pegangan dalam upaya melindungi lahan pertanian dari gencarnya arus pembangunan di negeri ini. Undang-undang No. 41 No. Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, merupakan salah satu instrumen kebijakan untuk mengontrol konversi lahan-lahan pertanian ke non pertanian. Mekanisme insentif dan disinsentif pun telah diatur di dalamnya, dengan tujuan untuk mengurangi konversi sawah ke fungsi yang lain. Dalam hal ini, kembali, itikad baik (good willingness) pemerintah menjadi kunci utama. Karena tidak dapat dipungkiri, terdapat berbagai kepentingan di dalamnya, dan semuanya akan berbicara atas nama azas kebermanfaatan bagi masyarakat luas. Pada suatu studi kasus, akan sulit jika kita harus membenturkan kebutuhan lahan untuk pembangunan rumah sakit atau perumahan, dengan kebutuhan lahan untuk budidaya pertanian. Hal serupa terjadi di banyak tempat di tanah air, atau bahkan mungkin terjadi pula di daerah tempat tinggal kita.

Semua perlu dikaji dengan lebih mendalam. Selalu menyalahkan maupun menuntut pemerintah, tidak akan menyelesaikan masalah. Disinilah mahasiswa memiliki peran penting, untuk mengawal, menjadi garda terdepan, dan jika mampu, menjadi jembatan untuk menggaungkan suara-suara petani kepada para pemangku kebijakan. Menyadari bahwa terdapat masalah pertanian yang begitu kompleks melanda bangsa ini, sudah saatnya kita sebagai mahasiswa pertanian bangkit. Kita menyadari bahwa tanah air ini luar biasa kaya, tanahnya subur, air melimpah, matahari bersinar sepanjang tahun, dan memiliki kenakaragaman hayati tinggi. Namun, apalah artinya jika kita hanya terlena dengan kenyamanan ini. Yang terjadi, kita akan kelaparan di lumbung padi sendiri.

Oleh karena itu, mari kita bergerak bersama. Bangun opini, tumbuhkan sinergi, tawarkan solusi, dan buat langkah yang progresif, untuk membangun pertanian Indonesia menjadi lebih baik.

HIDUP PERTANIAN INDONESIA!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun