Kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah diperkirakan akan paling terpengaruh oleh kenaikan ini, karena mereka menghabiskan proporsi yang lebih besar dari pendapatan mereka untuk kebutuhan dasar.
Agama Islam sangat memerintahkan setiap muslim untuk senantiasa berbuat adil, bahkan kepada orang yang dibencinya. Sebagaimana dahulu di zaman Nabi Saw, orang-orang mukmin meskipun sudah menaklukkan kota Makkah mereka tetap diperintahkan berbuat adil terhadap orang-orang kafir. Karena dengan keadilan kehidupan bersama bisa stabil. Sebagaimana disampaikan pada Q.S. Al-Maidah [5]: 8,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Maidah [5]: 8)
Imam Fakhrudin Ar-Razi di dalam Tafsir Mafatihul Ghaib menjelaskan inti sari frasa ayat “ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا “ sebagai berikut :
فَهَذَا خِطَابٌ عَامٌّ، وَمَعْنَاهُ أَمَرَ اللَّه تَعَالَى جَمِيعَ الْخَلْقِ بِأَنْ لَا يُعَامِلُوا أَحَدًا إِلَّا عَلَى سَبِيلِ الْعَدْلِ وَالْإِنْصَافِ، وَتَرْكِ الْمَيْلِ وَالظُّلْمِ وَالِاعْتِسَافِ
Artinya: “Ayat ini merupakan khithab yang general, maknanya; Allah swt memerintahkan semua makhluknya untuk tidak berinteraksi dengan siapa pun kecuali dengan cara yang adil, dan tidak melenceng, dzalim, serta menyimpang (Imam Fakhrudin Ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Kairo : Dal Al-Hadits, 2012] juz 6, hal. 168)
Selanjutnya beliau, menegaskan kembali dengan menjelaskan frasa ayat “اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى” seperti ini :
فَنَهَاهُمْ أَوَّلًا عَنْ أَنْ يَحْمِلَهُمُ الْبَغْضَاءُ عَلَى تَرْكِ الْعَدْلِ/ ثُمَّ اسْتَأْنَفَ فَصَرَّحَ لَهُمْ بِالْأَمْرِ بِالْعَدْلِ تَأْكِيدًا وَتَشْدِيدًا الى أن قال .. وَفِيهِ تَنْبِيهٌ عَظِيمٌ عَلَى وُجُوبِ الْعَدْلِ مَعَ الْكُفَّارِ الَّذِينَ هُمْ أَعْدَاءُ اللَّه تَعَالَى، فَمَا الظَّنُّ بِوُجُوبِهِ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ هُمْ أَوْلِيَاؤُهُ وَأَحِبَّاؤُهُ.
Artinya : ‘Kemudian, pertama Dia (Allah Swt) melarang mereka untuk menjadikan kebencian berbuat tidak adil, kemudian mulai menjelaskan perintah berbuat adil secara tegas… di sini ada peringatan secara tegas adanya kewajiban berbuat adil terhadap orang-orang kafir yang notabenenya musuh Allah Swt, lantas bagaimana kewajiban adil terhadap orang mukmin yang notabenenya kekasih Allah Swt?. (Imam Fkhrudin Ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Kairo : Dal Al-Hadits, 2012] juz 6, hal. 168).
Kenaikan PPN menjadi 12% memiliki implikasi yang kompleks terhadap keadilan sosial di Indonesia. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, kebijakan ini harus diimbangi dengan langkah-langkah yang melindungi kelompok rentan dan memastikan bahwa keadilan sosial tetap menjadi prioritas. Pemerintah perlu mendengarkan aspirasi masyarakat dan menerapkan kebijakan yang adil dan berkelanjutan.