PENDAHULUAN
Bermain adalah kesempatan anak untuk menemukan pengetahuannya melalui beragam cara. Dengan bermain anak akan terus memperbaiki dirinya agar dapat diterima dalam lingkungannya.  Bermainnya anak usia dini adalah belajarnya memahami dunia beserta isinya. Jadi bermain adalah cara anak mengetahui beragam hal terkait benda, peristiwa dan karakteristik berbagai hal.  Dalam bermain anak melakukan beragam hal terkait fisik motoriknya seperti motoric kasar dan motoric halus. Motorik kasar dapat dilakukan anak dengan berlari, berjalan, melompat, menendang, menggelindingkan dan lain lain. Sedangkan motorik halus sebagai upaya melatih koordinasi mata dan tangan dapat dilakukan anak melalui meremas, merobek, menempel, dan lain -lain. Bukan hanya itu bermain juga memberi kesempatan anak menemukan sendiri beragam hal tentang apa, siapa, mengapa, bagaimana, dimana, kapan ia harus melakukan sesuatu dalam beragam ekspresi baik  coretan atau tulisan  serta karya.
Vygotsky menguatkan bagaimana bermain berdampak langsung terhadap kemampuan anak terkait kognisinya. Anak belum dapat  berpikir abstrak, baginya segala sesuatu dipandang memiliki arti dan dampak yang tidak terpisahkan. Dengan bermainlah anak akan terus menemukan bagaimana arti dan dampak itu terpisah. Bermain menjadi alat yang membantu anak menemukan beragam hal.  Peran anak dalam bermain memberikan kesempatan bagi dirinya untuk terus menambah kompetensi dengan dukungan  orang dewasa atau teman sebaya yang lebih paham   (Yus, 2013).
Vygotsky menyatakan bermain adalah pondasi awal anak mengembangkan nalarnya melalui kegiatan-kegiatan sebelumnya untuk memahami lingkungannya. Dengan aktif berkegiatan melibatkan panca indranya bereksplorasi langsung menemukan hal hal baru anak mengasosiasi setiap kejadian dengan pengalaman sebelumnya, Saat bermain anak akan langsung melihat hal-hal baru  yang menjadi pengetahuan baru dalam memperbaiki kegiatan atau tindakan selanjutnya (AISYAH SARTIKA, 2018)
Bermain dalam hal ini memberikan tempat bagi anak membangun pengetahuan secara aktif melalui beragam unsur keterlibatannya baik sebagai subjek maupun kebermaknannya. Dalam bermain anak aktif mengkonstruksi berbagai konsep benda dan peristiwa disekitarnya serta beragam  kesepakatan, standar ukuran budaya dan agama melalui kebiasaan. (Musfiroh, 2012).
Bermain adalah kesempatan anak untuk memperluas pengetahuan, keterampilan dan sikap bagaimana ia dapat menjadi bagian dari alam raya untuk dapat terus berjalan. Isi, ruang dan saat kapan akan menumbuhkan beragam kegiatan dan makna bermain. Saat beramin anak akan merancang dan terus berpusat pada upayanya menyelesaikan tantangan tertentu, menemukan masalah dan solusi sebenarnya yang terbaik. Bermain adalah cara anak terus meningkatkan kompetensinya. Kegiatan belajar mengenal diri dan lingkungan diharapkan dapat disusun dalam aktivitas bermain. Keadaan ini adalah keadaan yang paling sesuai bagi anak untuk menenmukan beragam ilmu terkini  (Yus, 2013).
Bermain adalah kodrat anak, oleh karena bagaimana proses dan keterlibatan berbagai pihak dalam memfasilitas anak bertumbuh dan berkembang dengan menyenangkan melalui bermain. Â Bermainnya anak adalah caranya menemukan informasi-informasi terbaru di sekitarnya dengan menyenangkan dan memiliki arti bagi dirinya. Para ahli percaya bahwa bertambahnya kemampuan anak melalui bermain berpengruh pada perkembangan otaknya dalam kerangka berpikir, berinteraksi dan bergerak. Saat bermain anak berkomunikasi dan bergaul denga teman seusianya atau lebih tua melalui bercakap-cakap, bertanya dan menjawab. Saat itu anak akan mengembangkan kemapuan berbahasa, berhubungan dengan orang disekitarnya dan memahami keadaan disekelilingnya melalui bermain (Puteh & Ali, 2016)
Menurut Vygotsky (dalam Catron dan Allen, 1999:8) bermain mempunyai pengaruh langsung terhadap kemampuan berpikirnya. Â Perkembangan berpikir anak tidak akan dilakukan terkait hal yang tidak nyata, karena bagi dirinya arti dan objek menyatu. Vygotsky yakin ZPD (Zone of Proximal Development) adalah situasi perubahan dimana anak memerlukan dukungan spesifik atau scaffolding untuk mencapai apa yang dapat dilakukan teman sebaya atau orang dewasa disekitarnya. Dalam bermain secara aktif dengan beragam usia manusia di sekitarnya anak berusaha mengontrol dirinya untuk terus mengembangkan kemampuannya dalam beragam capaian baik sesuai usianya ataupun jauh diatass kesiapan usianya. Â Dengan bermain peran anak betul-betul akan belajar lebih baik bagaimana dapat menyerupai orang-orang yang dia anggap lebih pandai dan baik dari orang di sekitarnya. (Abduh, 2017)
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan rentang antara tingkat perkembangan sebenarnya yang didefinisikan sebagai kompetensi memecahkan masalahnya sendiri dengan dukungan orang dewasa atau orang yang lebih paham di sekelilingnya. Vygotsky mengilustrasikan teorinya sebagai berikut: capaian perkembangan sebenarnya merupakan nilai awal ZPD, sedangkan capaian perkembangan potensial merupakan nilai atasnya. Vygotsky juga mengemukakan jika dua anak memiliki perkembangan sebenarnya yang sama, mungkin perkembangan potensinya berbeda. Sehingga rentang perkembangannya berbeda walau berada pada pengalaman main yang sama (Jones dan Thornton, 1993: 20). Jika seoarang anak dapat melakukan sesuatu tanpa dukungan di sekitarnya maka anak ini berada pada perkembangan sebenarnya/actual sesuai dengan tingkat capaian kognitifnya. Tahap ini anak dapat menyelsaikan maslai Tetapi jika anak inimasih membutuhkan dukungan orang yang lebih paham di sekelilingnya maka anak ini berada pada perkembangan potensialnya. selanjutnya (AISYAH SARTIKA, 2018).
Dengan rinci Vygotsky memberikan pemikiran yang kuat  tentang konsep ZPD. Zone of Proximal Development (ZPD) diartikan sebagai capaian yang belum matang, tetapi ada pada tahap  pematangan. Capaian tersebut dapat diartikan sebagai bakalan kembang atau buah capaian. Bakalan capaian ii membiuuhkan dukungan orang yang lebih paham disekitarnya. Pendapat Vygotsky tersebut dipandang aliran konstruksivisme dengan istilah scaffolding. (AISYAH SARTIKA, 2018).
PEMBAHASAN