Dalam kasus penyakit menular, seperti gastroenteritis menular, transmisi kontak tergantung pada lingkungan pusat evakuasi, sedangkan dalam kasus COVID-19, yang dianggap sebagai infeksi yang ditularkan melalui kontak dan droplet, penyakit dapat menyebar dengan cepat dari orang yang terinfeksi.Â
Dalam konteks COVID-19, karena gejala subjektif mungkin sulit untuk diidentifikasi, seseorang mungkin secara tidak sadar menularkan infeksi ke orang lain yang menyebabkan penyebaran yang cepat.Â
Oleh karena itu, sangat penting bahwa surveilans dilakukan segera setelah terjadinya bencana dan urutan tindakan yang ditetapkan segera dimulai, seperti isolasi segera dalam kasus individu yang bergejala. Untuk mencegah penyebaran infeksi jika ada individu yang bergejala, pengungsi harus menerapkan manajemen kesehatan sendiri, menggunakan lembar pemeriksaan kesehatan dan alat lain yang relevan, dan mereka harus mencatat nama kontak mereka.
Dalam situasi darurat, pengumpulan data juga sulit, dan informasi yang diperlukan untuk memahami situasi ini harus tepat waktu dan terperinci, terutama untuk menjawab pertanyaan kritis seperti: Bagaimana status kesehatan masyarakat yang terkena dampak?; Dimana dan siapa mereka? ;Apa risiko langsung dan jangka panjangnya?; Sumber daya apa yang tersedia secara lokal dan persediaan apa yang dibutuhkan?;Â
Apa yang paling mendesak?; Berapa banyak yang dibutuhkan?; Untuk melaksanakan tugas tersebut, Health Information System (HIS) dalam keadaan darurat harus diselaraskan di lapangan dan memerlukan partisipasi dari semua pihak yang terlibat. Aspek kohesif HIS sering hilang dalam keadaan darurat karena dua alasan. Pertama, karena tidak ada yang merasa harus bekerja sama dalam situasi di mana tidak ada yang bertanggung jawab.Â
Kedua, lembaga cenderung menjaga informasi mereka sendiri untuk memastikan dukungan donor dalam lingkungan pendanaan yang kompetitif. Kita perlu mengoptimalkan praktik HIS dengan menghindari duplikasi dalam pengumpulan data, mengisi kesenjangan informasi, menggabungkan keterampilan dan kapasitas, dan menyatukan sumber daya (Sphere Association, 2018)
Hasil penelusuran artikel ini disampaikan dalam kegiatan sharing lecture yang difasilitasi oleh Asean Lecture Community. Kegiatan abdimas ini dilakukan secara daring dalam bentuk webinar yang terdiri dari 3 narasumber dengan institusi pendidikan yang berbeda yaitu
- Laela indawati, Amd.PK, S.St.MIK, MKM. Asal institusi Universitas Esa Unggul
- dr. H. Engkus Kusdinar Achmad, MPH. Asal institusi STIKes Mitra RIA Husada
- Puan Zainooriah Dato' Hj. Zakaria, AMN; AMP; PPT; PJK; RN; RM; PHN; OHN. Asal institusi School of Nursing, Faculty of Medicine Bioscience & Nursing, Mahsa University, Malaysia
Kegiatan diikuti oleh dosen dan mahasiswa dari Indonesia dan Malaysia dengan jumlah peserta sebanyak 44 orang, dengan host kegiatan ini adalah bapak Inda Gumilang, dan dimoderatori oleh Nabila Haza, S.Ikom.
Acara diawali dengan ramah tamah dan pembukaan dari bapak T. Syahrul Reza - Founder & CEO ASEAN Lecture Community. Setelah pembukaan, acara dilanjutkan dengan pemaparan masing-masing narasumber.Â
Paparan narasumber dilakukan dalam 3 sesi, dimana setiap sesinya diberikan kesempatan diskusi tanya jawab antar peserta dan narasumber, yang dipandu oleh moderator. Selama kegiatan, para peserta sangat antusias dan menyimak dengan baik dari setiap paparan narasumber. Acara ditutup dengan resume kegiatan dari founder ALC, dan evaluasi kegiatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H