Kegiatan Pengabdian Masyarakat Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Jakarta
Oleh: Sri Juwita Kusumawardhani, M.Psi., Psikolog; Fellianti Muzdalifah, M.Psi., Psikolog; Erik, M.Si; Prof. Dr. Yufiarti, M.Si
Proses pembelajaran di kelas memerlukan lebih banyak pemikiran kritis, investigasi, dan aktivitas pemecahan masalah yang dapat meningkatkan keterampilan peserta didik dibandingkan hanya memperluas pengetahuan (DeJarnette, 2012). Kebutuhan tersebut dijawab melalui adanya Kurikulum Merdeka yang memiliki konsep pembelajaran berbasis proyek untuk pengembangan soft skills dengan menggunakan model pembelajaran STEAM. Di jenjang SMP dan SMA, para guru sudah lebih terlatih untuk menerapkan model pembelajaran STEAM. Sedangkan, para guru yang mengajar di jenjang pendidikan yang lebih dasar seperti SD dan PAUD masih kurang percaya diri dalam menerapkan pembelajaran STEAM. Oleh karena itu diperlukan banyak pelatihan mengenai STEAM (Jamil, Linder, dan Stegelin, 2018).
Dengan merujuk kepada hal tersebut, maka tim Pengabdian Masyarakat dari Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Jakarta melakukan analisis kebutuhan melalui pengamatan kepada para guru di Lembaga PAUD Desa Pasir Tanjung, Jonggol. Hasil menunjukkan bahwa para guru PAUD di sana masih kurang memahami program pemerintah dan belum mendapat pelatihan dari lembaga lain mengenai model pembelajaran STEAM di kurikulum Merdeka. Oleh karena itu, diadakan kegiatan Pengabdian masyarakat dengan tujuan meningkatkan kompetensi guru dalam pembelajaran melalui STEAM di Paud Pasir Tanjung Jonggol.
Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan pada hari Rabu, 20 Juli 2022 pukul 9.00 sampai dengan 11.00. Sebelum memberikan pelatihan mengenai STEAM pada guru di PAUD Pasir Tanjung, tim Pengabdian Masyarakat memberikan kegiatan kepada para peserta didik PAUD sebanyak 40 siswa. Kegiatan pertama bertujuan untuk melatih siswa usia dini mematuhi instruksi dan mengasah ketangkasan dalam menggunakan tangan dan kaki. Terlihat mereka mampu memahami instruksi dengan cukup cepat dan melakukan sesuai dengan apa yang diinstruksikan.Â
Pada kegiatan kedua, para peserta didik diajak untuk mengenali bagian wajah, seperti bagian wajah yang terdiri dari mata, hidung, mulut, dagu, dan telinga. Di dalam kegiatan ini, para peserta didik bukan hanya jadi lebih mengenal anggota tubuhnya tetapi juga belajar untuk mempertahankan konsentrasi dan menyimak saat diberikan instruksi. Di kegiatan kedua ini, para peserta didik sudah terlihat mengenali bagian wajah dengan baik, tetapi kurang dapat berkonsentrasi dengan seksama. Mereka lebih fokus pada instruksi yang diberikan secara visual yang mengecoh dibandingkan instruksi auditori yang sebenarnya. Dari kedua kegiatan ini, dapat disimpulkan bahwa ketika suatu tugas sederhana disampaikan dengan cara bermain yang menyenangkan, maka para peserta didik dapat menunjukkan antusiasme terhadap instruksi yang diberikan.
Usai melakukan kegiatan bersama peserta didik PAUD, maka selanjutnya masuk ke kegiatan utama, yaitu presentasi mengenai model pembelajaran STEAM di ranah PAUD oleh narasumber Suharti, M.Pd. Beliau membuka presentasi dengan menunjukkan empati yang besar kepada sesama pengajar di PAUD Pasir Tanjung, yang memahami kebingungan saat menghadapi kurikulum merdeka yang baru. Menurut beliau, memang terdapat perubahan di segi istilah seperti RPP menjadi modul ajar. Namun demikian, pada hakikatnya selama guru telah memahami konsep pengajaran maka tidak perlu terlalu khawatir mengenai perubahan-perubahan yang terjadi. Di sisi lain, tentunya suatu pembaharuan perlu disikapi dengan semangat belajar terus menerus.
Dalam memahami konsep STEAM diawali dengan mengetahui kepanjangan dari STEAM adalah Science, Technology, Engineering, Arts, dan Mathematic. Model pembelajaran ini menumbuhkan pengalaman belajar transdisipliner yang terintegrasi dan komprehensif menjadi satu dalam sebuah proyek yang perlu diselesaikan oleh siswa. Pendekatan STEAM membutuhkan keterampilan guru dalam menyusun dan mengembangkan cara bermain yang alamiah. Pembelajaran ini memang berbasis bermain, sehingga siswa dapat memaknai bahwa dirinya bermain sambil belajar -- bukan kebalikannya. Hal ini dapat menumbuhkan persepsi pada anak bahwa belajar itu menyenangkan dan siswa menjadi lebih suka untuk belajar. Â
Untuk bisa memahami lebih dalam mengenai STEAM, guru diminta untuk mengetahui dan memahami proses pembelajaran bermuatan STEAM yang terdiri dari Investigasi/Menyelidiki, Menemukan, Menghubungkan, Menciptakan, dan Merefleksi. Sesuai dengan contoh yang diberikan oleh Suharti, M.Pd, jika menggunakan konsep "Lingkunganku" untuk proyek berbasis STEAM, maka yang pertama perlu dilakukan siswa adalah melakukan investigasi mengenai lingkungannya, misalnya dapat dimulai dari tempat tinggalnya. Siswa diminta untuk menyelidiki rumahnya terdiri dari bagian apa saja, bahan-bahan untuk membuat rumah, dan jenis-jenis rumah yang ada.Â
Pekerjaan rumah ini bukan dalam bentuk worksheet melainkan dengan cara bertanya dengan orangtua. Artinya, konsep pembelajaran ini juga memerlukan adanya keterlibatan aktif orangtua, sehingga bermanfaat untuk meningkatkan interaksi antara orangtua dan anak. Dari proses investigasi ini, maka siswa akan masuk ke tahapan kedua yakni menemukan berbagai fakta dan informasi mengenai rumah, juga perbedaan maupun persamaan mengenai rumah antara miliknya dan milik teman-temannya sehingga memantik adanya diskusi di dalam kelas. Salah satu tugas utama guru dalam pendekatan ini adalah dapat memberikan pertanyaan pemantik yang membangkitkan imajinasi dan pemikiran kritis pada siswa.
Ketika peserta didik sudah dibagi ke dalam kelompok untuk melakukan proyek "pembuatan rumah", maka mereka akan menghubungkan berbagai informasi dan keterampilan setiap individu dalam menyelesaikan proyek tersebut. Misalnya, kelompok sepakat untuk membuat igloo (rumah orang eskimo), maka mereka akan membagi tugas siapa yang membuat bagian rumahnya, siapa yang akan menggunting, menempel, memulas, dan lain-lain. Dari proses ini akan terlihat kemampuan bahasa siswa dalam berkomunikasi dengan sesama teman, kemampuan sosial emosi dalam berinteraksi dan menghadapi teman satu kelompoknya, bahkan kemampuan siswa untuk memimpin atau mengikuti instruksi dari temannya jadi dapat terlihat. Dalam proses menciptakan, sebenarnya siswa dibebaskan dan aktif secara mandiri dalam penyelesaian proyeknya. Tugas guru lebih rumit di awal pada bagian persiapan. Sementara saat pelaksanaan tugas, guru lebih bersifat mengawasi proses perkembangan siswa. Guru melakukan identifikasi apakah siswa sudah melakukan tugas dengan tepat atau masih perlu dibantu. Pada bagian merefleksi, guru melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang sudah dilaksanakan, mencermati kendala yang terjadi disebabkan oleh apa dan antisipasi untuk pembelajaran selanjutnya.
Pada prinsipnya, model pembelajaran STEAM berpusat pada siswa yang mengajak siswa untuk berpikir secara kritis dan belajar mengobservasi, investigasi, hingga berkreasi. Guru bertugas sebagai pemandu dan fasilitator dan tidak menjadi penentu akhir pada kesepakatan kelompok peserta didik. Guru hanya menyampaikan konsep dari sebuah proyek, namun para siswa yang akan berdiskusi dan menentukan langkah kerjanya secara mandiri. Tugas-tugas dalam konsep pembelajaran STEAM berbasis proyek sehingga akan lebih baik jika dilakukan secara berkelompok. Di dalam kelompok maka peserta didik akan belajar dan berlatih untuk meningkatkan komunikasi dan elaborasi yang mana menjadi kemampuan krusial di abad 21 ini. Bagian Science atau Sains mencakup tiga area yakni Sains Fisik (berkaitan dengan benda-benda tak hidup), Sains Kehidupan (berkaitan dengan makhluk hidup), dan Sains Bumi dan Antariksa (mencakup aspek seperti air, udara, batu, tanah, dan bencana alam, serta bulan, bintang, matahari). Siswa dapat diajak untuk keluar ruangan untuk melihat batu, tanah, dan tanaman. Mereka dapat membandingkan perbedaan antara akar rumput yang lunak dan akar pohon yang keras, sehingga memantik keingintahuan mereka lebih lanjut mengenai ilmu pengetahuan baik di area fisik, kehidupan, maupun bumi dan antariksa. Di bagian Teknologi, banyak yang memahami bahwa ini tentang peralatan elektronik seperti ponsel, komputer, televisi, dan lain-lain. Padahal teknologi bukan hanya mencakup gadget yang canggih dan mewah, tetapi juga semua hal di sekitar kita yang dapat mempermudah hidup manusia, contohnya: alat tulis, alat makan, alat mandi dan lain-lain. Sebagai contoh, siswa diminta untuk mempelajari lebih dalam tentang gunting, diminta untuk bereksperimen memotong kertas dengan gunting dan tanpa gunting lalu mencermati perbedaannya, sehingga siswa memahami mengapa gunting diciptakan dan apa manfaatnya bagi kehidupan manusia.